A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Selasa, 05 Oktober 2010

Sejarah TK/TPA di Kalsel

Berdiri Sejak 1989, Terus Berkembang Pesat

Televisi dan internet dewasa ini telah menjadi momok bagi para orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pasalnya, banyak konten yang tidak sehat bergentayangan di dua media tersebut. Nah, tantangan ini pula yang turut dihadapi oleh TK/TP Al-Qur'an (TPA) untuk mempertahankan eksistensinya.
Saat ini, di bawah naungan Badan Komunikasi Pemuda Remaja-Lembaga Pembinaan dan Pengembangan TK Al-Qur'an Masjid Indonesia (BKPRMI-LPPTKA) Kota Banjarmasin, terrdapat sekitar 241 unit TK/TPA yang tersebar di seluruh penjuru. Sejak unit pertama berdiri pada tahun 1989, sudah ada 22 angkatan yang diwisuda yang jumlahnya mencapai 17 ribuan santri. Sedangkan santri yang masih aktif sebanyak 14.041 orang dengan jumlah guru 1.217 orang. Merekalah yang saban hari membimbing dan membina anak-anak ini dalam rangka menjadi generasi Qurani menuju masa depan yang gemilang.
“TK/TPA di dalm lingkup BKPRMI ini ditangani secara khusus oleh Lembaga Pembinaan dan Pengembangan TK Al-Qur’an atau LPPTKA. Dalam perkembangannya sekarang ini kita sudah memiliki 241 unit tempat belajar dengan santri yang masih aktif sebanyak 14.041,” ujar Ketua BKPRMI-LPPTKA Kota Banjarmasin, Ahmad Rizkon.
Sejarah TK/TPA di Banjarmasin sendiri bermula di tahun 1989. Dituturkannya, cerita dimulai ketika di Yogyakarta mulai dikenalkan metode cepat belajar alquran untuk anak-anak usia 4-6 tahun yang disebut dengan metode Iqra karya KH As’ad Umam yang kemudian dikembangkan oleh angkatan muda mesjid dan musala Yogyakarta. Setelah metode Iqra diperkenalkan, Kalsel pun rupanya tertarik juga untuk mengembangkannya. Maka pada bulan Juli 1989, mulai ada pembicaran seputar bagaimana supaya di Kalsel ada suatu kegiatan dimana anak-anak bisa mempelajari Al-Quran.
“Ada dua alternatif pada waktu itu, apakah mengirim guru-guru ke Yogyakarta, atau para santri dan instruktur dari Yogyakarta yang dihadirkan ke Kalsel? Maka kemudian dipilihlah alternatif kedua dengan mendatangkan para santri untuk mendemonstrasikan kemampuannya, ditambah para ustad dan ustazah untuk memberikan bimbingan dan pelatihan,” katanya.
Akhirnya, datanglah rombongan dari Yogyakarta yang terdiri dari 7 orang, yakni empat santri dan tiga orang ustad serta ustazah. Mereka mengenalkan kemampuannya dari mesjid ke mesjid, antara lain Mesjid Raya Sabilal Muhtadin, Mesjid Al-Mujahidin, Mesjid Al-Jihad, Mesjid Al-Mukaramah Martapura, dan beberapa tempat lagi sampai di rumah kediaman gubernur Kalsel yang pada waktu itu dijabat oleh Ir HM Said.
“Ketua Tim Penggerak PKK, Ibu Noorlatifah Said sangat terkesan dengan kebolehan anak-anak Yogyakarta itu dalam membaca Al-Qur’an sehingga beliau menginginkan di Kalsel bisa seperti itu. Maka, beliau memintah BPKRMI untuk mengembangkannya,” imbuhnya.
Maka, selanjutnya diadakanlah pelatihan guru mengaji sebanyak 75 orang calon ustad dan ustazah selama dua hari mengenai bagaimana metode Iqra itu dan bagaimana mempelajarinya. Sedangkan kegiatan belajar pertama kali diadakan pada tanggal 14 agustus 1989. Ada dua unit yang dibuka waktu itu, yaitu unit Dakwatul Khair dan unit Al Ihsan Seberang Mesjid dengan jumlah santri masing-masing 18 orang dan 20 orang.
“Begitulah seterusnya sampai sekarang TK/TPA ini sudah menyebar ke pelosok Kalsel dan terus berkembang,” tukasnya.
Yang menarik, meski metode Iqra lahir di Yogyakarta, tapi perangkat-perangkat administrasinya dilahirkan di Banjarmasin. Tadinya yang ada hanya bukunya saja, namun sistem administrasi, kurikulum, dan supervisinya digodok di Banjarmasin melalui sebuah lokakarya nasional tentang gerakan TK/TPA pada tahun 1990. Hal itu dirasakan penting supaya gerakan TK/TPA bisa berjalan dinamis dan terarah. Sampai sekarang, sistem administrasi, kurikulum, dan supervisi tersebut sudah berapa kali mengalami yang biasanya dilakukan dalam rentang waktu 5-8 tahun untuk menuju perbaikan.
Menurut Rizkon, ada juga metode-metode lain yang digunakan di TK/TPA yang dikelola oleh lembaga lain, tapi tidak berkembang dengan baik.
“Biasanya beda pelaksana beda juga metode yang dipakai. Untuk BKPRMI, sejak awal dimulainya gerakan TK/TPA ini kami masih tetap menggunakan metode Iqra,” ucapnya.
Pada hakikatnya, TK/TPA yang saat ini ada di tengah masyarakat merupakan milik masyarakat. Pasalnya, secara pengelolaan dan pendanaan untuk menjamin keberlangsungannya merupakan swadaya sepenuhnya dari masyarakat. Sedangkan BKPRMI hanya berperan sebagai pengatur dan penyedia SDM guru.
“Untuk pengelolaan sepenuhnya tanggung jawab masyarakat, termasuk bagaimana dia mendapatkan pendanaan. Begitu juga masalah kesejahteraan guru sangat tergantung pada pengelola masing-masing unit. Tapi kita melihat selama ini secara umum ustad dan ustazah kita ini memiliki keikhlasan yang cukup tinggi, tidak terlalu melihat nilai materi,” ujarnya.

***

Dua Tahun Khatam Al-Qur’an

Minat masyarakat untuk memasukkan anak-anaknya ke TK/TPA dirasakan masih cukup tinggi. Terbukti dari banyaknya permintaan untuk membuka unit, terutama di daerah perumahan baru. Nah, untuk membuka sebuar unit TK/TPA, BKPRMI menetapkan 38 kriteria yang berlaku secara nasional.
Menurut Direktur LPPTKA, Drs H Ahmad Effendi Msi, penetapan kriteria itu dimaksudkan untuk menyeragamkan semua TKA/TPA. Selain itu, ini terkait juga dengan adanya festival rutin untuk para santri TK/TPA guna melihat keberhasilan para santri yang diadakan setiap tahun, yakni Festival Anak Saleh.
“Di antara kriteria itu adalah guru harus bersertifikat dari BKPRMI. Kalau tidak ada, terpaksa nanti menyusul untuk mendapatkan sertifikat itu karena BKPRMI secara berkala akan mengadakan pelatihan walaupun afdolnya memang harus memiliki ijazah D1 PGTKA (Pendidikan Guru TK Al-Qur’an).
Sekadar diketahui, sejak tahun 1998, BKPRMI memiliki institusi pendidikan guru mengaji bernama PGTKA yang tempat belajarnya berlokasi di Mahligai Al-Qur’an. Pembelajaran dilakukan pada hari Sabtu-Minggu. Namun, lulusan PGTKA ini tidak hanya diproyeksikan menjadi guru mengaji saja, tapi juga guru TK umum atau guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).
Munculnya PGTKA ini dilatarbelakangi oleh animo masyarakat yang semakin besar ditambah keinginan agar ustad dan ustazah yang mengajar mempunyai wawasan yang banyak. Sebelumnya, perekrutan guru hanya dilakukan melalui pelatihan selama beberapa hari dan metode itu dirasakan belum optimal. Hingga saat ini, sudah berjalan sampai dengan angkatan ke-12.
Sementara itu, dalam TK/TPA ada pengklasifikasian kemampuan anak. Ada yang disebut TKA untuk anak usia 4-6 tahun, dan ada TPA untuk anak usia 7-12 tahun. Pembelajaran digelar pada sore hari setiap Senin-Jumat. Pertama-tama, mereka terlebih dahulu akan dibekali dengan metode Iqra jilid 1-6. Setelah selesai, barulah mereka bisa melanjutkan ke tadarus, yang disebut dengan TKA dan TPA lanjutan.
Memang di dalam garis besar kurikulum yang berlaku di BKPRMI, ditargetkan setiap anak dalam waktu 6 bulan-1 tahun sudah selesai Iqra. Pada tahun kedua, mereka sudah selesai tadarus Al-Qur’an. Meski demikian, pada prakteknya sebetulnya semua lebih banyak ditentukan oleh santri yang bersangkutan, namun tetap targetnya dua tahun selesai. Selain Al-Quran, anak juga diberi pelajaran agama seperti seperti praktek shalat dan doa sehari-hari.
“Metodenya itu kita pertama ada pengenalan, nilai hafalan, dan tatap muka. Ketika anak belum diajari, mereka tatap muka dulu dengan kelompok, baru setelah itu diajari secara klasikal satu orang satu guru atau dua orang satu guru berhadap-hadapan. Satu guru idealnya 6 murid, kalau kebanyakan sampai 20 murid tidak ideal dan akan memakan waktu,” paparnya.
Bila santri yang bersangkutan telah mengkhatamkan 30 juz Al-Quran, maka mereka bisa mengikuti munaqasah (ujian).
Ada beberapa hal yang diuji, yaitu kelancaran mengaji baik dalam membaca huruf maupun tajwidnya, menghafal surah pendek dan surah pilihan, serta bacaan salat dan praktek salat. Jika lulus, mereka akan diwisuda dan mendapat gelar sarjana cilik.
“Kendalanya sekarang anak-anak zaman sekarang sudah terpapar TV, internet, dan disibukkan oleh les. Nah, banyak orang tua tidak mengerti dan lebih mengutamakan les daripada mengaji karena takut anaknya tidak lulus, padahal mengaji itu penerang hati. Misalnya les Matematika, itu saja ilmu yang didapat anak. Tapi kalau mengaji ada imbasnya yang lain-lain, yang tidak terpikirkan oleh otak Allah akan memberi. Cuma kebanyakan orang tua takut anak tidak lulus sekolah,” ucapnya.

***

Kembangkan TQA dan Akreditasi

Sebetulnya, setelah Iqra dan TK/TPA lanjutan, masih ada lagi jenjang berikutnya yang dapat ditempuh oleh para santri, yakni Tilkawatil Qur’an Al-Aulat (TKA). Di TQA, santri akan diberikan materi-materi yang terspesialisasi, seperti tartil, tilawah, tarjamah labsiah, tahfizus juz amma (menghafal surah-surah juz 30), bahasa Arab, dan kaligrafi. Namun, sayannya TQA ini belum berkembang secara maksimal.
“Nampaknya, anak-anak itu setelah menamatkan TK/TPA, ikut munaqasah dan diwisuda, mereka tidak berkesempatan lagi mengikuti TQA. Ke depan kita terus motivasi orang tua dan anak-anak supaya tidak menganggap bahwa setelah diwisuda selesai. Kita berharap mereka terus melanjutkan ke jenjang TQA. Kita pun menyadari bahwa karena tingkat kesibukan anak-anak juga sangat tinggi, ada anak-anak yang setelah sekolah formal mereka mengikuti kursus sehingga waktunya habis tersita untuk itu. Tapi kita berharap adanya dukungan dan perhatian serta kesadaran dari orang tua untuk memberikan waktu yang cukup agar anak-anak ini tetap mengaji dan memperdalam Al-Qur’an meskipun mungkin tidak bisa setiap hari,” ujar Ketua BKPRMI-LPPTKA Kota Banjarmasin, Ahmad Rizkon.
Kendala lainnya adalah tidak semua unit mengadakan TQA karena terkendala sumber daya guru.
“Menjadi tugas BKPRMI ke depannya untuk menyiapkan ustad dan ustazah yang mempunyai spesiasialisasi itu lebih banyak lagi sehingga memungkinkan nanti unit-unit setelah mengajarkan anak-anak TK/TPA dengan Iqra dan tadarus Al-Qur’an, unit-unit itu juga berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang TQA,” katanya.
Di lain pihak, ia juga merasa perlu ke depannya dikembangkan semacam akreditasi untuk memudahkan dalam mengontrol perkembangan TK/TPA di Banjarmasin.
“Tentu dalam memberikan pembinaan akan lebih mudah kalau ada unit yang sudah mandiri dimana nanti mereka bisa model untuk unit terdekat. Itu menjadi bagian yang harus dilakukan oleh bkprmi,” tandasnya.

Tidak ada komentar: