BANJARMASIN – Ria nampak mengangguk-anggukan kepala. Pemilik usaha pembuatan kerupuk ikan itu baru mengetahui bahwa penggunaan peralatan dari kayu sangat tidak disarankan dalam produksi pangan yang baik dan benar karena rongga-rongga yang ada pada kayu rentan menjadi tempat penumpukkan organisme. Efeknya memang tidak terlihat pada waktu proses pengolahan, tapi justru setelah produk jadi, seperti timbulnya jamur.
“Misalnya talenan, lebih baik gunakan yang dari bahan plastik. Kalaupun tetap menggunakan yang dari kayu, sebelumnya harus dibersihkan betul-betul,” ujar Ririn Afriandari, Fungsional Penyuluh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur saat menjadi instruktur dalam kegiatan Pelatihan Penerapan Cara Produksi Pangan yang Baik dan Benar (CPBB) yang digelar Disperindag Kalsel di Hotel Biuti Banjarmasin, kemarin.
Memang, masih banyak pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di Kalsel seperti Ria yang belum memahami mengenai CPBB. Akibatnya, produk yang dihasilkan tidak terjamin mutu dan keamanannya sehingga berpotensi mengancam kesehatan masyarakat sebagai konsumen, serta kalah bersaing dengan produk pangan impor.
Kepala Disperindag Kalsel, Farida Wariansi dalam sambutannya sebelum kegiatan pelatihan dibuka secara resmi mengatakan, pihaknya tidak menginginkan IKM pangan di Kalsel yang jumlahnya mencapai lebih dari 14 ribu unit usaha dan menyerap sekitar 38 ribu orang tenaga kerja tergilas oleh produk pangan impor yang kini membanjiri pasar dalam negeri.
“Kita telah melakukan kerjasama dengan Disperindag Jawa Timur, dan salah satu wujud kerjasama tersebut adalah pelatihan ini,” ucapnya.
Pelatihan Penerapan CPBB yang akan berlangsung selama enam hari ini sendiri diikuti sekitar 25 orang pelaku IKM yang berasal dari seluruh Kalsel, sebagian besar bergerak di bidang industri makanan kerupuk, keripik, dan kue basah.
Sementara itu, seperti dijelaskan Ririn, ada beberapa aspek dalam CPBB, antara lain lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, higiene dan sanitasi, pengendalian hama, serta higiene karyawan. Selain itu, bahan baku, bahan produksi, bahan tambahan produksi, dan pengendalian proses, penyimpanan, kemasan dan label, serta dokumentasi. Sebagian besar aspek ini, seperti diakui oleh para peserta pelatihan, memang banyak yang belum mereka jalankan.
“Tapi IKM tidak bisa disalahkan sepenuhnya juga karena keterbatasan kondisi mereka. IKM biasanya tidak di-planning ketika akan memulai usaha, dan rumah mereka juga awalnya cenderung tidak didesain untuk jadi tempat usaha,” tukas Ririn.
Menurutnya, untuk memenuhi seluruh standar CPBB memang tidak mudah. Bahkan, industri yang sudah lebih besar dan maju sekalipun banyak yang belum seratus persen menerapkannya.
“Sangat sulit memang, tapi bisa dilakukan bertahap mulai dari hal-hal yang kecil, seperti kebersihan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar