Bahan Kimia Berbahaya Beredar Bebas
BANJARMASIN – Meski banyak pelaku industri pengolahan makanan dan minuman yang menyadari betul dampak negatif dari penambahan zat-zat terlarang seperti Rodhamin B, metanil yellow, auramine, boraks, raksa, dan formalin terhadap kesehatan, namun ironisnya tak sedikit di antara mereka yang masih saja menggunakan komponen tersebut. Apalagi, bahan-bahan berbahaya itu nampaknya beredar dengan bebas dan cukup mudah didapat.
Seperti yang dilakoni salah seorang pembuat kerupuk di Marabahan, Kabupaten Batola, sebut saja namanya Wanto. Untuk membuat penampilan kerupuknya lebih menarik, ia mengaku menggunakan zat kimia bernama bleng.
Bleng adalah campuran garam mineral konsentrasi tinggi yang dipakai dalam pembuatan beberapa makanan tradisional. Dalam pembuatan kerupuk, bleng ditambahkan sebagai komponen pembantu dalam adonan agar kerupuk menjadi mekar saat digoreng.
“Kalau tidak pakai itu, hasilnya tidak bagus,” ujarnya.
Sekadar diketahui, bleng merupakan bentuk tidak murni dari boraks, sementara asam borat murni buatan industri farmasi lebih dikenal dengan nama boraks. Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan per Juli 1979 karena bisa menyebabkan gangguan otak, hati, dan ginjal jika dikonsumsi secara terus menerus, dan dimantapkan lagi melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 733/Menkes/Per/IX/1988. Sebagai bahan penggantinya adalah air merang dan Sodium Tripolyphosphate (STTP).
Wanto sendiri bukannya tak tahu bahwa penggunaan bleng dilarang. Namun, karena ia tak tahu bahan penggantinya, maka ia tetap menggunakan zat tersebut.
“Tahun lalu bleng sempat hilang di pasaran, kata penjualnya karena bahan itu dilarang,” katanya.
Sebelumnya, ia biasa membeli bleng dari sejumlah pasar tradisional yang ada di Banjarmasin dengan harga Rp 12 ribu perkilogram. Namun, ia tak pernah terpikir untuk bertanya darimana para pedagang mendapatkan barang terlarang tersebut. Setelah bleng menghilang, ia pun terpaksa memesan langsung dari Jawa.
“Saya pesan banyak. Sampai sekarang saya tidak pernah beli di Banjarmasin lagi, jadi saya kurang tahu apakah toko yang jual masih ada atau tidak,” tuturnya.
Akan tetapi, menurutnya sekitar 3-4 bulan lalu bleng mulai ada lagi karena ada beberapa toko bahan-bahan kue di salah satu pasar tradisional di Marabahan yang menjualnya.
“Baru beberapa hari lalu saya beli, harganya Rp 15 ribu perkilogram. Toko itu langganan saya, sebelumnya dia tidak pernah jual bleng, baru ini saja,” ungkapnya.
Menurutnya, para pedagang di Marabahan itu kemungkinan besar membeli bleng tersebut dari pedagang di Banjarmasin.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel, Farida Wariansi mengatakan, untuk mengubah mental para pelaku industri pengolahan makanan dan minuman yang sudah terbiasa menggunakan bahan kimia berbahaya bukan hal yang mudah. Apalagi, produk mereka masih laku di pasaran
“Seperti para pembuat kerupuk di Kandangan, meski sudah kita beri pembinaan masih saja begitu. Karena memang masih ada orang yang mau membeli produk mereka itu,” tukasnya. (naz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar