A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Kamis, 01 April 2010

Jika Warung Cendana Benar-Benar Digusur

Pedagang dan Mahasiswa Sama-Sama Bingung

Puluhan tahun sudah riwayat Warung Cendana. Dengan harga murah meriah, menjadikannya tempat makan paling populer di kalangan mahasiswa sampai ada pepatah yang mengatakan bahwa bukan mahasiswa namanya jika tidak makan di Warung Cendana. Belakangan, masyarakat umum juga menjadi pelanggannya. Bagaimana bila Warung Cendana akhirnya harus dibongkar?

NAZAT FITRIAH, Banjarmasin

Tak pernah terbesit di benak para pedagang di Warung Cendana bahwa usaha yang mereka rintis sekian lama akan dimatikan seiring rencana Pemerintah Kota Banjarmasin untuk membongkar seluruh kios yang ada di lokasi tersebut dengan alasan menyebabkan kemacetan serta pelebaran jalan.

Salah satunya Rini, sudah sekitar sepuluh tahun ia megais rezeki dengan berjualan makanan di tempat itu, dari penghasilan hanya beberapa rupiah sampai sekarang mencapai ratusan ribu rupiah. Awalnya, ia membeli kios yang sekarang dipakainya berjualan dari pemilik sebelumnya seharga Rp 7 juta. Kalau harus pindah, ia memohon agar pemerintah memberikan solusi yang terbaik.

“Setidaknya beri kami waktu setahun. Kalau hanya sebulan, kami tidak bisa berpikir,” ucapnya.

Lain lagi Hairiah, pedagang makanan lainnya di Warung Cendana. Ia mengaku sangat keberatan jika harus pindah, apalagi jika tanpa rencana relokasi dan ganti rugi. Pasalnya, ia baru saja merintis usaha berjualan soto di sana sekitar satu setengah tahun dan belum balik modal.

“Ayam saja dibuatkan penampungan. Masa kami para pedagang disuruh pindah begitu saja?” cetusnya.

Ia mengaku penghasilannya setiap hari tak lebih dari Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu, sementara dulu ia membeli kios yang sudah berpindah tiga tangan tiga kali itu sekitar Rp 30 juta. Selain itu, ia masih harus menghidupi empat orang anaknya.

“Saya mengerti bahwa tanah ini memang milik pemerintah. Tapi menurut saya pemerintah sangat keterlaluan karena di sini banyak lapangan kerja. Artinya, kami sudah membantu pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. Kalau kami digusur, apa pemerintah mau kami jadi pengemis?” cetusnya.

Tak hanya pedagang, para mahasiswa yang kos di kawasan tersebut dan sehari-harinya mengandalkan Warung Cendana untuk mengisi perut pun menyayangkan jika Warung Cendana mesti dibongkar. Ratna misalnya, mahasiswi Unlam jurusan PGSD semester enam ini mengaku untuk makan pagi hingga makan malam, ke Warung Cendanalah ia akan menuju.

“Murah, makanannya enak, dekat dengan kos, dan jadi tempat yang pas juga untuk tebar pesona ” katanya disusul gelak tawa.

Ditambahkannya, keberadaan Warung Cendana cukup membantu menghemat pengeluarannya sekaligus membuatnya tak perlu repot membawa bekal makanan dari kampung halamannya di Rantau.

“Kalau dibongkar, kami jadi bingung harus mencari makan kemana, kecuali kalau dipindah ke tempat yang dekat-dekat saja. Kalau masak sendiri, repot ke pasar,” ujarnya.

Komentar senada dilontarkan Yudi, mahasiswa FKIP Unlam jurusan Geografi semester 2 asal Kota Baru.

“Kalau dibongkar pastinya akan memberatkan kami,” katanya.

Meski demikian, ia mengakui cukup terganggu dengan kemacetan yang sering terjadi di Jl Cendana, terutama pada jam makan siang, akibat lahan parkir yang sempit dan pembeli yang suka sembarangan memarkir kendaraannya.

(liputan tanffal 23 Maret 2010)

Tidak ada komentar: