BANJARMASIN – Anggota Komisi II Bidang Ekonomi dan Keuangan DPRD Kota Banjarmasin M Dafik As’ad SE MM menyesalkan pembangunan Pasar Rawasari yang dilakukan sebelum terbitnya rekomendasi dewan, terlebih lahan yang digunakan milik Pemerintah Kota Banjarmasin.
Ia menuturkan bahwa dari laporan para pedagang, penanggung jawab pasar tersebut masih belum jelas, seperti soal parkir, sampah, dan pembuangan limbahnya. Hal inilah yang menyebabkan dewan masih pikir-pikir untuk menerbitkan rekomendasi selain juga dugaan bahwa keberadaan pasar melanggar Perda Sungai.
“Tapi pembangunannya ternyata jalan terus. Saat kami bicara sedikit keras malah dikatakan menghambat pembangunan. Jangan seperti itulah, kami kan tugasnya mengawasi,” ujarnya.
Surat dari Walikota Banjarmasin kepada DPRD Kota Banjarmasin yang isinya meminta agar memberikan rekomendasi terhadap pembangunan Pasar Rawasari sebagai kelengkapan administrasi dalam proses pembangunan pasar tersebut baru dilayangkan pada tanggal 1 April 2010 lalu, sedangkan rekomendasi walikota sudah diberikan sebulan sebelumnya, yakni pada tanggal 1 Maret 2010. Namun, pembangunan Pasar Rawasari sendiri telah dilaksanakan sebelum kedua rekomendasi ini terbit dengan hanya berbekal persetujuan prinsip Walikota Banjarmasin yang dikeluarkan pada bulan Oktober 2009.
Dafik mengkhawatirkan jika kasus Pasar Rawasari ini akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat karena semestinya aparat pemerintahlah yang terlebih dahulu memberi contoh dalam hal menaati aturan, baru kemudian dapat meminta masyarakat untuk melakukan hal yang sama.
Namun, karena diyakini tidak akan berimplikasi hukum di kemudian hari, secara pribadi ia menyatakan bahwa pembangunan Pasar Rawasari tidak perlu lagi dipermasalahkan karena terkait dengan kepentingan masyarakat umum serta merupakan imbas dari program penataan kota dan sungai di Kota Banjarmasin sehingga menjadi pengecualian.
Sementara itu, Camat Banjarmasin Tengah Drs H Hermansyah MM mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya tidak ada maksud untuk melanggar aturan. Ia mengungkapkan bahwa setelah persetujuan prinsip walikota terbit, Dewan Kelurahan telah mengurus izin ke Dinas Tata Kota dan Perumahan (Distakorum) Kota Banjarmasin. Namun, setelah dilimpahkan ke BP2TPM, proses perizinan tersendat selama kurang lebih empat bulan.
“Dewan Kelurahan tidak mengurusi lagi, BP2TPM juga tidak memberitahu apa kekurangan dari persyaratannya, saya sendiri juga tidak tahu. Tapi itulah kesalahan kita,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kini pihaknya kembali memproses masalah perizinan tersebut walau pasar sudah terlanjur dibangun.
Terkait keberadaan pasar yang berdekatan dengan gedung SDN Teluk Dalam 11, ia menyatakan bahwa kepala sekolah telah menyatakan dengan sejumlah persyaratan yang telah dipenuhi, seperti agar pasar tidak berdempetan dengan sekolah.
“Karena dekat, dampak pasti ada. Tapi kita melihat dampak yang lebih luas, ada kepentingan pedagang, Pemko, masyarakat, jadi harus dipikirkan,” katanya.
Ia menuturkan bahwa dari laporan para pedagang, penanggung jawab pasar tersebut masih belum jelas, seperti soal parkir, sampah, dan pembuangan limbahnya. Hal inilah yang menyebabkan dewan masih pikir-pikir untuk menerbitkan rekomendasi selain juga dugaan bahwa keberadaan pasar melanggar Perda Sungai.
“Tapi pembangunannya ternyata jalan terus. Saat kami bicara sedikit keras malah dikatakan menghambat pembangunan. Jangan seperti itulah, kami kan tugasnya mengawasi,” ujarnya.
Surat dari Walikota Banjarmasin kepada DPRD Kota Banjarmasin yang isinya meminta agar memberikan rekomendasi terhadap pembangunan Pasar Rawasari sebagai kelengkapan administrasi dalam proses pembangunan pasar tersebut baru dilayangkan pada tanggal 1 April 2010 lalu, sedangkan rekomendasi walikota sudah diberikan sebulan sebelumnya, yakni pada tanggal 1 Maret 2010. Namun, pembangunan Pasar Rawasari sendiri telah dilaksanakan sebelum kedua rekomendasi ini terbit dengan hanya berbekal persetujuan prinsip Walikota Banjarmasin yang dikeluarkan pada bulan Oktober 2009.
Dafik mengkhawatirkan jika kasus Pasar Rawasari ini akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat karena semestinya aparat pemerintahlah yang terlebih dahulu memberi contoh dalam hal menaati aturan, baru kemudian dapat meminta masyarakat untuk melakukan hal yang sama.
Namun, karena diyakini tidak akan berimplikasi hukum di kemudian hari, secara pribadi ia menyatakan bahwa pembangunan Pasar Rawasari tidak perlu lagi dipermasalahkan karena terkait dengan kepentingan masyarakat umum serta merupakan imbas dari program penataan kota dan sungai di Kota Banjarmasin sehingga menjadi pengecualian.
Sementara itu, Camat Banjarmasin Tengah Drs H Hermansyah MM mengatakan bahwa pihaknya sebenarnya tidak ada maksud untuk melanggar aturan. Ia mengungkapkan bahwa setelah persetujuan prinsip walikota terbit, Dewan Kelurahan telah mengurus izin ke Dinas Tata Kota dan Perumahan (Distakorum) Kota Banjarmasin. Namun, setelah dilimpahkan ke BP2TPM, proses perizinan tersendat selama kurang lebih empat bulan.
“Dewan Kelurahan tidak mengurusi lagi, BP2TPM juga tidak memberitahu apa kekurangan dari persyaratannya, saya sendiri juga tidak tahu. Tapi itulah kesalahan kita,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kini pihaknya kembali memproses masalah perizinan tersebut walau pasar sudah terlanjur dibangun.
Terkait keberadaan pasar yang berdekatan dengan gedung SDN Teluk Dalam 11, ia menyatakan bahwa kepala sekolah telah menyatakan dengan sejumlah persyaratan yang telah dipenuhi, seperti agar pasar tidak berdempetan dengan sekolah.
“Karena dekat, dampak pasti ada. Tapi kita melihat dampak yang lebih luas, ada kepentingan pedagang, Pemko, masyarakat, jadi harus dipikirkan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar