Raden Ajeng Kartini adalah inspirasi bagi semua perempuan Indonesia untuk mengaktualisasikan dirinya di tengah masyarakat. Berkat pemikirannya tentang kesetaraan gender, sekarang kaum perempuan dapat menikmati hak dan perlakuan yang sama dengan kaum laki-laki di segala bidang kehidupan, namun tanpa melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan.
NAZAT FITRIAH, BANJARMASIN
Ananda, Runner Up 1 Putri Indonesia 2006 yang kini menceburkan diri ke dunia politik sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Banjarmasin periode 2009-2014 misalnya. Meski hari-harinya disibukkan dengan urusan politik, ia mengaku bahwa di luar aktivitasnya di dunia politik ia juga menjalani rutinitas layaknya ibu-ibu lain pada umumnya.
“Bangun pagi menyiapkan sarapan, menyiapkan keperluan suami berangkat ke kantor, memandikan anak lalu setelahnya baru ngantor,” tuturnya. Saat ini, di antara 45 kursi anggota DPRD Kota Banjarmasin, 12 di antaranya diduduki oleh para perempuan atau sekitar 33,3 persen. Keberadaan mereka tentu saja diharapkan mampu mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan lebih dari sebelumnya.
Ananda sendiri memiliki misi agar kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah lebih memihak kepada kaum perempuan. Menurutnya, pada kenyataannya kaum perempuan masih sering termarjinalkan karena banyak peraturan-peraturan yang menguntungkan kaum laki-laki. “Mudah-mudahan kami bisa berbuat sesuatu, walau kalau ditanya apa hasilnya ya belum. Lima tahun itu kan proses yang panjang,” ujar ibu dari Alana Ramadhan Supit (10 bulan) ini.
Selain itu, ia juga berharap sumbangsih pemikirannya dapat memberikan kontribusi untuk lebih mengangkat nama daerah ke kancah nasional. Seperti yang telah dilakukannya sebelum-sebelumnya dengan menjadi wakil Kalsel di ajang bergengsi Putri Indonesia.
“Menurut aku daerah kita punya potensi besar untuk jadi big top ten di Indonesia. Sekarang kan indeks pembangunan manusianya masih rendah. Makanya aku memilih komisi IV, karena kaitannya dengan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Kalau IPM baik, suatu daerah itu pasti akan maju,” katanya.
Senada dengan Ananda, Heny Sasia (29) juga menyatakan meski bekerja, namun pekerjaannya sama sekali tak menghalangi dirinya untuk menunaikan kewajiban utamanya terhadap keluarga. “Tetap jalan seperti biasa saja,” kata petugas sekuriti di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Banjarmasin tersebut sambil tersenyum.
Ya, ibu satu putra tersebut sudah hampir 1,5 tahun ini menggeluti profesi yang identik dengan kaum lelaki itu, yakni sekurit atau satpam. Warga Komplek Herlina Alalak Utara, ini mengisahkan jika pada mulanya ia sama sekali tak pernah membayangkan akan melakoni pekerjaan seperti yang saat ini dijalaninya.
“Tadinya saya bekerja di PT Hendratna Plywood dari tahun 2001 sampai tahun 2008. Kemudian terjadi pengerempengan dan perusahaannya tutup. Karena terbiasa bekerja, saya kepikiran ingin cari kerja lagi,” katanya mengawali ceritanya.
Karena mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan itu, pada akhir tahun 2009 ia kemudian mencoba melamar sebagai satpam di Stikes Muhammadiyah setelah membaca informasi lowongan kerja di sebuah surat kabar.
Setelah cukup lama dijalani, Heny mengaku tak terlalu banyak menemui kendala dalam menjalankan pekerjaan yang tergolong berisiko itu. Ia bahkan merasa lebih banyak sukanya ketimbang dukanya. Sejauh ini ia belum pernah mengalami kejadian yang sampai mengancam keselamatannya. “Di mana-mana bekerja itu pasti ada yang tidak enaknya. Tapi kalau dijalani dengan ringan jadi tidak terlalu berat,” ucapnya.
Setiap hari Senin sampai dengan Sabtu dari pukul 07.30-16.30, ia bertugas bersama empat petugas sekuriti lainnya yang semuanya laki-laki untuk menjaga keamanan di lingkungan kampus. Meski perempuan, ia mengaku bahwa dirinya tidak mendapat perlakuan khusus. “Perempuan jangan sampai kalah dengan laki-laki, perempuan juga bisa bekerja untuk membantu keluarga,” tukasnya.
Berbeda dengan kedua perempuan sebelumnya, Amriah, warga Jl Pramuka Komplek Rahayu lebih memilih menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Meski dalam hati kecilnya ia juga ingin berkarir di luar rumah, namun ia mengaku sangat menikmati hari-harinya yang ‘hanya’ diisi dengan kesibukan mengurus kedua buah hatinya. “Bahagia sekali rasanya bisa melihat dan mengikuti perkembangan anak-anak setiap waktu,” ucapnya.
Ya, emansipasi memang tidak berarti bahwa perempuan harus keluar rumah dan menggantikan peran laki-laki. Sebab, yang diperjuangkan oleh RA Kartini sebenarnya adalah tentang kesetaraan dan sikap saling menghormati antara kaum laki-laki dan perempuan. Di manapun posisi perempuan saat ini, namun sejak dahulu dan sampai kapan pun kodratnya tak akan pernah berubah.
Selamat Hari Kartini!
NAZAT FITRIAH, BANJARMASIN
Ananda, Runner Up 1 Putri Indonesia 2006 yang kini menceburkan diri ke dunia politik sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Banjarmasin periode 2009-2014 misalnya. Meski hari-harinya disibukkan dengan urusan politik, ia mengaku bahwa di luar aktivitasnya di dunia politik ia juga menjalani rutinitas layaknya ibu-ibu lain pada umumnya.
“Bangun pagi menyiapkan sarapan, menyiapkan keperluan suami berangkat ke kantor, memandikan anak lalu setelahnya baru ngantor,” tuturnya. Saat ini, di antara 45 kursi anggota DPRD Kota Banjarmasin, 12 di antaranya diduduki oleh para perempuan atau sekitar 33,3 persen. Keberadaan mereka tentu saja diharapkan mampu mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan lebih dari sebelumnya.
Ananda sendiri memiliki misi agar kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah lebih memihak kepada kaum perempuan. Menurutnya, pada kenyataannya kaum perempuan masih sering termarjinalkan karena banyak peraturan-peraturan yang menguntungkan kaum laki-laki. “Mudah-mudahan kami bisa berbuat sesuatu, walau kalau ditanya apa hasilnya ya belum. Lima tahun itu kan proses yang panjang,” ujar ibu dari Alana Ramadhan Supit (10 bulan) ini.
Selain itu, ia juga berharap sumbangsih pemikirannya dapat memberikan kontribusi untuk lebih mengangkat nama daerah ke kancah nasional. Seperti yang telah dilakukannya sebelum-sebelumnya dengan menjadi wakil Kalsel di ajang bergengsi Putri Indonesia.
“Menurut aku daerah kita punya potensi besar untuk jadi big top ten di Indonesia. Sekarang kan indeks pembangunan manusianya masih rendah. Makanya aku memilih komisi IV, karena kaitannya dengan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Kalau IPM baik, suatu daerah itu pasti akan maju,” katanya.
Senada dengan Ananda, Heny Sasia (29) juga menyatakan meski bekerja, namun pekerjaannya sama sekali tak menghalangi dirinya untuk menunaikan kewajiban utamanya terhadap keluarga. “Tetap jalan seperti biasa saja,” kata petugas sekuriti di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Banjarmasin tersebut sambil tersenyum.
Ya, ibu satu putra tersebut sudah hampir 1,5 tahun ini menggeluti profesi yang identik dengan kaum lelaki itu, yakni sekurit atau satpam. Warga Komplek Herlina Alalak Utara, ini mengisahkan jika pada mulanya ia sama sekali tak pernah membayangkan akan melakoni pekerjaan seperti yang saat ini dijalaninya.
“Tadinya saya bekerja di PT Hendratna Plywood dari tahun 2001 sampai tahun 2008. Kemudian terjadi pengerempengan dan perusahaannya tutup. Karena terbiasa bekerja, saya kepikiran ingin cari kerja lagi,” katanya mengawali ceritanya.
Karena mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan itu, pada akhir tahun 2009 ia kemudian mencoba melamar sebagai satpam di Stikes Muhammadiyah setelah membaca informasi lowongan kerja di sebuah surat kabar.
Setelah cukup lama dijalani, Heny mengaku tak terlalu banyak menemui kendala dalam menjalankan pekerjaan yang tergolong berisiko itu. Ia bahkan merasa lebih banyak sukanya ketimbang dukanya. Sejauh ini ia belum pernah mengalami kejadian yang sampai mengancam keselamatannya. “Di mana-mana bekerja itu pasti ada yang tidak enaknya. Tapi kalau dijalani dengan ringan jadi tidak terlalu berat,” ucapnya.
Setiap hari Senin sampai dengan Sabtu dari pukul 07.30-16.30, ia bertugas bersama empat petugas sekuriti lainnya yang semuanya laki-laki untuk menjaga keamanan di lingkungan kampus. Meski perempuan, ia mengaku bahwa dirinya tidak mendapat perlakuan khusus. “Perempuan jangan sampai kalah dengan laki-laki, perempuan juga bisa bekerja untuk membantu keluarga,” tukasnya.
Berbeda dengan kedua perempuan sebelumnya, Amriah, warga Jl Pramuka Komplek Rahayu lebih memilih menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Meski dalam hati kecilnya ia juga ingin berkarir di luar rumah, namun ia mengaku sangat menikmati hari-harinya yang ‘hanya’ diisi dengan kesibukan mengurus kedua buah hatinya. “Bahagia sekali rasanya bisa melihat dan mengikuti perkembangan anak-anak setiap waktu,” ucapnya.
Ya, emansipasi memang tidak berarti bahwa perempuan harus keluar rumah dan menggantikan peran laki-laki. Sebab, yang diperjuangkan oleh RA Kartini sebenarnya adalah tentang kesetaraan dan sikap saling menghormati antara kaum laki-laki dan perempuan. Di manapun posisi perempuan saat ini, namun sejak dahulu dan sampai kapan pun kodratnya tak akan pernah berubah.
Selamat Hari Kartini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar