BANJARMASIN – Keluhan masyarakat soal fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di kawasan perumahan karena dinilai dibangun seadanya, diakui oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan (Distakorum) Kota Banjarmasin, Drs H Hamdi. Namun, selama belum diserahkan kepada pemerintah, maka fasum dan fasos masih menjadi tanggung jawab pengembang.
“Tanggung jawab fasum dan fasos di pengembang, tapi pemerintah juga mengawasi karena pada saat mereka meminta izin, mereka harus mengajukan site plan dimana di situ fasum dan fasos harus minimal 30 persen dari luas lahan,” katanya.
Dijelaskannya lebih lanjut, fasum jalan itu wajib, sedangkan yang lain bersifat tentatif dimana peruntukkan terserah pengembang.
“Memang ada kesan seadanya. Tapi ketika diserahkan kepada pemerintah, umumnya sudah memenuhi persyaratan karena pengembang pasti tidak mau juga imejnya jelek Sebelum diserahkan, kami juga akan cek, betul tidak lebar jalan sekian, kondisinya bagaimana, semua harus sesuai standar,” tuturnya.
Sayangnya, saat ini belum ada aturan yang dapat mengikat para pengembang untuk segera menyerahkan fasum dan fasos yang telah dibangunnya kepada pemerintah. Dalam hal ini, pemkot hanya bisa mendesak.
“Makanya, tahun depan kami berinisiatif untuk mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perumahan. Salah satu pasalnya, setelah selesai 50 persen, sudah harus diserahkan,” ujarnya.
Selain itu, kalau yang dibangun rumah sehat sederhana (RSH), maka pengembang wajib menyediakan jalan sampai pada tahap perkerasan, sisanya dikerjakan pemkot. Sedangkan untuk perumahan menengah dan mewah, pengembang wajib menyerahkan jalan yang sudah diaspal.
“Karena harga jual tinggi, pengembang punya keuntungan besar. Kalau RSH, keuntungan sedikit sehingga pengembang pasti akan membebankan kepada masyarakat, padahal mereka notabene adalah masyarakat berpenghasilan rendah,” tukasnya.
“Tanggung jawab fasum dan fasos di pengembang, tapi pemerintah juga mengawasi karena pada saat mereka meminta izin, mereka harus mengajukan site plan dimana di situ fasum dan fasos harus minimal 30 persen dari luas lahan,” katanya.
Dijelaskannya lebih lanjut, fasum jalan itu wajib, sedangkan yang lain bersifat tentatif dimana peruntukkan terserah pengembang.
“Memang ada kesan seadanya. Tapi ketika diserahkan kepada pemerintah, umumnya sudah memenuhi persyaratan karena pengembang pasti tidak mau juga imejnya jelek Sebelum diserahkan, kami juga akan cek, betul tidak lebar jalan sekian, kondisinya bagaimana, semua harus sesuai standar,” tuturnya.
Sayangnya, saat ini belum ada aturan yang dapat mengikat para pengembang untuk segera menyerahkan fasum dan fasos yang telah dibangunnya kepada pemerintah. Dalam hal ini, pemkot hanya bisa mendesak.
“Makanya, tahun depan kami berinisiatif untuk mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perumahan. Salah satu pasalnya, setelah selesai 50 persen, sudah harus diserahkan,” ujarnya.
Selain itu, kalau yang dibangun rumah sehat sederhana (RSH), maka pengembang wajib menyediakan jalan sampai pada tahap perkerasan, sisanya dikerjakan pemkot. Sedangkan untuk perumahan menengah dan mewah, pengembang wajib menyerahkan jalan yang sudah diaspal.
“Karena harga jual tinggi, pengembang punya keuntungan besar. Kalau RSH, keuntungan sedikit sehingga pengembang pasti akan membebankan kepada masyarakat, padahal mereka notabene adalah masyarakat berpenghasilan rendah,” tukasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar