BANJARMASIN – Antrean BBM jenis solar di wilayah Banjarmasin dan sekitarnya sudah berlangsung hampir dua bulan terakhir. Dari pantauan Radar Banjarmasin kemarin, antrean panjang kendaraan yang didominasi angkutan truk terlihat hampir di semua SPBU. Menurut penuturan beberapa orang sopir, antrean juga terjadi di kabupaten dan kota lain di Kalimantan Selatan, bahkan hingga ke Kalimantan Tengah.
H Arief, pengawas SBPU S Parman Banjarmasin mengaku, sudah sekitar dua bulan belakangan ini pasokan solar bersubdisi dari Pertamina yang per harinya rata-rata satu tanki atau 10 ribu liter habis diserbu dalam sekejap.
“Normalnya, satu hari satu tangki tidak habis. Tapi sekarang 7-8 jam sudah habis,” ujarnya.
Ia menduga, meningkatnya konsumsi solar bersubsidi ini disebabkan disparitas harga yang semakin lebar antara solar bersubsidi yang dikhususkan bagi kendaraan pribadi dan kendaraan umum dengan solar non subsidi yang diperuntukkan bagi kalangan industri. Harga solar nonsubsidi terakhir mencapai Rp 9800 per liter, sedangkan harga solar bersubsidi hanya Rp 4500 per liter. Disparitas harga ini tentu saja menimbulkan kerawanan akan terjadinya penyelewengan solar bersubsidi.
Untuk menghindari hal ini, pengelola SPBU S Parman membuat kebijakan sendiri dengan membatasi pembelian, misalnya untuk mobil kecil Rp 150 ribu, truk Rp 250 ribu, dan fuso Rp 350 ribu. Di samping itu, Polresta Banjarmasin juga nampak terjun langsung melakukan pengawasan dengan menempatkan personelnya untuk berjaga-jaga di area SPBU.
“Tapi kalau setelah mengisi di tempat kita kemudian mereka mengisi ke tempat lain juga, kita tidak bisa apa-apa,” tambahnya.
Selain di SPBU Banjarmasin, antrean panjang solar kemarin juga terjadi di SPBU Gambut. Pasokan dari pertamina yang pada saat normal habis setelah lima jam, langsung ludes hanya dalam waktu 2-3 jam. Arif, pengawas SPBU Gambut mengatakan, tidak tahu pasti apa penyebabnya.
“Kalau pasokan dari Pertamina tetap saja, tidak ada masalah,” ucapnya.
Hanya saja, ia menuturkan bahwa dalam sebulan terakhir memang terjadi peningkatan permintaan solar, dimana para sopir truk sekarang rata-rata selalu mengisi full, khususnya truk-truk pengangkut kayu.
“Menurut keterangan sopir, nyari solar di luar kota sulit, seperti di Hulu Sungai, Batulicin, atau Sungai Danau. Jadi, mereka lebih baik ngisi di dalam kota,” katanya.
Sementara itu, antrean solar yang bisa berlangsung berjam-jam ini membuat masyarakat merasa dirugikan, terutama rugi waktu.
“Apalagi di Banjarmasin kan ada batasan jam truk masuk kota. Memang ada yang jual solar di luar SPBU, tapi mahal,” keluh Anang, sopir canvaser yang ditemui saat ikut mengantre di SPBU Pal 10.
Herman, salah seorang pengguna roda empat di Banjarmasin bahkan lebih memilih solar bersubsidi dihapuskan sehingga tidak ada lagi perbedaan harga.
“Mending harga naik asal lancar,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar