A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Kamis, 08 September 2011

Saham Masih Bikin “Alergi”


Pertumbuhan Pasar Modal di Banjarmasin Lambat

BANJARMASIN – Pertumbuhan minat masyarakat di daerah yang jauh dari pusat ekonomi seperti Jakarta dan Surabaya, khususnya di wilayah Indonesia tengah dan timur untuk bermain di pasar modal masih lambat. Di tengah melemahnya kondisi ekonomi global akibat krisis moneter yang melanda Eropa dan perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat saat ini, upaya edukasi yang dilakukan pun mendapat tantangan yang makin berat.
“Ketika kita mengenalkan pasar modal di Banjarmasin, pasar masih bagus. Sekarang, ekonomi sedang labil dan berdampak besar pada industri finansial yang memang sangat sensitif,” ujar Head of MIG Banjarmasin Mandiri Sekuritas Mochamad Jamil, kemarin.
Dua hari lalu, harga saham rata-rata turun 4-5 persen. Meski demikian, pada tiga hari pertama paska libur Lebaran, menurutnya market tetap mencatat kenaikkan sebagai akumulasi dari libur panjang.
“Ketika market lagi labil seperti ini dan harga saham turun, bagi pelaku pasar baru tentu akan kaget. Kalau yang sudah lama, tentu sudah mengerti harus bagaimana,” katanya.
Diakuinya, wilayah di luar Pulau Jawa memang masih membutuhkan proses belajar agar masyarakatnya lebih mengenal karakteristik pasar modal. Dari sisi instrumen, pasar modal memberi imbal balik yang cukup baik, tapi masyarakat masih banyak alergi.
“Misalnya, pertama beli saham harganya Rp 1.000 perlembar, kemudian tiba-tiba turun. Nah, untuk jual rugi itu masyarakat tidak berani. Padahal, kalau mereka jual sahamnya dan beli lagi saat turun, ada peluang dapat untung ketika harga naik walau sedikit, daripada menunggu harga naik kembali di atas Rp 1.000, itu biasanya lama,” paparnya.
Namun, ketakutan masyarakat untuk terjun ke pasar modal bisa menurutnya bisa dimaklumi mengingat pasar modal di Indonesia relatif masih muda karena baru booming pada akhir tahun 1980-an. Berbeda dengan industri perbankan yang sejarahnya sudah sangat panjang, sehingga pola pikir masyarakat tentang wahana investasi masih berkutat pada produk bank seperti tabungan dan deposito.
“Makanya, bersama PIPM (Pusat Informasi Pasar Modal), kami sering menggelar workshop sebagai media edukasi agar masyarakat bisa nimbrung di pasar modal sehingga ada pemerataan pendapatan. Di Indonesia, pasar modal masih dinikmati investor di kota besar,” tambahnya.
Dijelaskannya, pasar modal merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat menjadikan aset bertumbuh. Siapapun bisa jadi pelaku di pasar modal, dan tidak dibatasi sekat wilayah. Kinerja pasar modal pun berpotensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bagi perusahaan yang melepas sahamnya ke lantai bursa, tentunya akan mendapat suntikan modal untuk melakukan ekspansi usaha.
“Kalau jual saham, perusahaan tidak punya kewajiban mengembalikan uang yang didapat, hanya kepemilikan tidak lagi seratus persen. Kalau ke bank kan ada agunan dan dana yang bisa diperoleh terbatas sesuai nilai agunan,” sambungnya.
Bagi negara, ekspansi perusahaan ini otomatis akan memacu pertumbuhan ekonomi, misalnya mengeliminasi jumlah pengangguran.
“Pasar modal ada di setiap negara, karena memang perlu peran masyarakat untuk menggerakan ekonomi,” tukasnya.
Sedangkan bagi masyarakat yang membeli saham atau pemodal, keuntungannya adalah mendapat deviden dan capital gain atau untung dari selisih harga jual dan beli saham. Menurut Jamil, ini akan mendorong terjadinya pemerataan pendapatan.
“Misalnya Telkom, kalau tidak go public keuntungan hanya dinikmati oleh  pemerintah. Tapi dengan go public, masyarakat bisa ikut menikmati devidennya,” terangnya.
Hal senada diutarakan Kepala Kantor Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Banjarmasin M Wira Adibrata. Di Banjarmasin, peluang bisnis di pasar modal belum terlalu dilirik, baik dilihat dari jumlah perusahaan sekuritas yang sudah eksis maupun jumlah investornya. Bahkan, geliat pasar modal di Banjarmasin masih jauh tertinggal dibanding Balikpapan dan Samarinda.
Dari segi perusahaan sekuritas, Banjarmasin baru memiliki lima perusahaan. Sedangkan nilai transaksi rata-rata perbulan sekitar Rp 80 miliar.
 “Selama ini, pasar modal identik dengan kalangan elit. Padahal, transaksi di pasar modal sangat terjangkau. Memang ada resiko rugi, tapi juga ada strategi untuk meminimalisir kerugian itu,” ucapnya. 

Tidak ada komentar: