Pertumbuhan Pasar Modal di Banjarmasin Lambat
BANJARMASIN – Pertumbuhan minat masyarakat di daerah yang
jauh dari pusat ekonomi seperti Jakarta dan Surabaya, khususnya di wilayah
Indonesia tengah dan timur untuk bermain di pasar modal masih lambat. Di tengah
melemahnya kondisi ekonomi global akibat krisis moneter yang melanda Eropa dan
perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat saat ini, upaya edukasi yang
dilakukan pun mendapat tantangan yang makin berat.
“Ketika kita mengenalkan pasar modal di Banjarmasin, pasar
masih bagus. Sekarang, ekonomi sedang labil dan berdampak besar pada industri
finansial yang memang sangat sensitif,” ujar Head of MIG Banjarmasin Mandiri Sekuritas Mochamad Jamil, kemarin.
Dua hari lalu, harga saham rata-rata turun 4-5 persen. Meski
demikian, pada tiga hari pertama paska libur Lebaran, menurutnya market tetap
mencatat kenaikkan sebagai akumulasi dari libur panjang.
“Ketika market lagi labil seperti ini dan harga saham turun,
bagi pelaku pasar baru tentu akan kaget. Kalau yang sudah lama, tentu sudah mengerti
harus bagaimana,” katanya.
Diakuinya, wilayah di luar Pulau Jawa memang masih
membutuhkan proses belajar agar masyarakatnya lebih mengenal karakteristik
pasar modal. Dari sisi instrumen, pasar modal memberi imbal balik yang cukup
baik, tapi masyarakat masih banyak alergi.
“Misalnya, pertama beli saham harganya Rp 1.000 perlembar, kemudian
tiba-tiba turun. Nah, untuk jual rugi itu masyarakat tidak berani. Padahal,
kalau mereka jual sahamnya dan beli lagi saat turun, ada peluang dapat untung
ketika harga naik walau sedikit, daripada menunggu harga naik kembali di atas
Rp 1.000, itu biasanya lama,” paparnya.
Namun, ketakutan masyarakat untuk terjun ke pasar modal bisa
menurutnya bisa dimaklumi mengingat pasar modal di Indonesia relatif masih muda
karena baru booming pada akhir tahun 1980-an. Berbeda dengan industri perbankan
yang sejarahnya sudah sangat panjang, sehingga pola pikir masyarakat tentang
wahana investasi masih berkutat pada produk bank seperti tabungan dan deposito.
“Makanya, bersama PIPM (Pusat Informasi Pasar Modal), kami sering
menggelar workshop sebagai media edukasi agar masyarakat bisa nimbrung di pasar
modal sehingga ada pemerataan pendapatan. Di Indonesia, pasar modal masih dinikmati
investor di kota besar,” tambahnya.
Dijelaskannya, pasar modal merupakan salah satu alternatif
investasi yang dapat menjadikan aset bertumbuh. Siapapun bisa jadi pelaku di
pasar modal, dan tidak dibatasi sekat wilayah. Kinerja pasar modal pun
berpotensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bagi perusahaan yang melepas sahamnya ke lantai bursa,
tentunya akan mendapat suntikan modal untuk melakukan ekspansi usaha.
“Kalau jual saham, perusahaan tidak punya kewajiban
mengembalikan uang yang didapat, hanya kepemilikan tidak lagi seratus persen.
Kalau ke bank kan ada agunan dan dana yang bisa diperoleh terbatas sesuai nilai
agunan,” sambungnya.
Bagi negara, ekspansi perusahaan ini otomatis akan memacu
pertumbuhan ekonomi, misalnya mengeliminasi jumlah pengangguran.
“Pasar modal ada di setiap negara, karena memang perlu peran
masyarakat untuk menggerakan ekonomi,” tukasnya.
Sedangkan bagi masyarakat yang membeli saham atau pemodal,
keuntungannya adalah mendapat deviden dan capital gain atau untung dari selisih
harga jual dan beli saham. Menurut Jamil, ini akan mendorong terjadinya
pemerataan pendapatan.
“Misalnya Telkom, kalau tidak go public keuntungan hanya
dinikmati oleh pemerintah. Tapi dengan
go public, masyarakat bisa ikut menikmati devidennya,” terangnya.
Hal senada diutarakan Kepala Kantor Pusat Informasi Pasar
Modal (PIPM) Banjarmasin M Wira Adibrata. Di Banjarmasin, peluang bisnis di
pasar modal belum terlalu dilirik, baik dilihat dari jumlah perusahaan
sekuritas yang sudah eksis maupun jumlah investornya. Bahkan, geliat pasar
modal di Banjarmasin masih jauh tertinggal dibanding Balikpapan dan Samarinda.
Dari segi perusahaan sekuritas, Banjarmasin baru memiliki
lima perusahaan. Sedangkan nilai transaksi rata-rata perbulan sekitar Rp 80
miliar.
“Selama ini, pasar
modal identik dengan kalangan elit. Padahal, transaksi di pasar modal sangat
terjangkau. Memang ada resiko rugi, tapi juga ada strategi untuk meminimalisir
kerugian itu,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar