BANJARMASIN – Sebagai jalur hijau, kawasan Jl KP Tendean diharapkan bebas dari keberadaan pedagang kaki lima (PKL). Terlebih pada tahun 2010 ini Pemerintah Kota Banjarmasin sedang dalam proses pembangunan siring lanjutan dan PKL warung eks Pantai Jodoh yang berlokasi di sepanjang siring yang sama juga akan dipindahkan.
“Apalagi sudah dipasang plang larangan, jadi tidak ada lagi alasan PKL tidak tahu aturan,” ujar Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin Drs Nazamuddin.
Hari ini (8/7), sekitar 20 PKL jagung bakar di bawah binaan Koperasi Ajenrem 101/Antasari yang selama beberapa waktu belakangan ini secara ilegal berjualan di depan siring Tendean pun dipanggil untuk disosialisasi.
“Bila setelah sosialisasi masih tetap berjualan kita akan tertibkan, kita bongkar dan angkut tenda-tendanya. Mungkin malam ini (tadi malam, red) kita akan siagakan anggota di sana,” ancam Nazamuddin.
Ia menuturkan ada tanggal 31 Mei 2010 lalu, Satpol PP sebenarnya sudah sempat melakukan penertiban. Saat itu, pihak Ajenrem berjanji tidak akan lagi memanfaatkan siring untuk berjualan. Namun, kenyataannya hanya warung para PKL yang dipindah ke depan Kantor Ajenrem 101/Antasari, sedangkan sarana pendukung berjualan lainnya seperti tenda, meja, dan kursi masih berada di area siring.
Oleh karena itu, pada tanggal 04 Juni 2010 Satpol PP melayangkan surat peringatan yang selanjutnya berujung pada pemanggilan.
Namun, Nazamuddin juga mengakui bahwa tumbuhnya PKL di kawasan Siring Tendean diakibatkan oleh keterlambatan respon pemko yang disebabkan kesibukan Pemilukada terhadap surat permohonan pinjam pakai lahan siring oleh Ajenrem 101/Antasari yang akan digunakan untuk perkumpulan penjual jagung bakar tradisional yang bernaung di bawah Koperasi Ajenrem 101/Antasari. Surat tersebut diajukan pada tanggal 19 Mei 2010, sedangkan jawaban pemko baru diberikan seminggu kemudian.
Pemko sendiri menolak permohonan pinjam pakai itu dengan sejumlah pertimbangan di antaranya bahwa Jl KP Tendean merupakan jalur hijau berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2007 tentang Pengelolaan Sungai serta bertentangan dengan Perda Nomor 19 Tahun 2002 dan Keputusan Walikota Banjarmasin Nomor 76 Tahun 2003 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, serta Perda Nomor 9 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kebersihan, Keindahan, Ketertiban, dan Ketenteraman (K4). Akan tetapi, para PKL sudah terlanjur bermunculan mulai dari hitungan jari hingga mencapai puluhan.
“Kami sudah menyampaikan surat dari pemko tersebut, tapi apakah pihak koperasi Ajenrem mau mendengarkan atau tidak yang pasti seolah-olah keberadaan PKL itu sudah mendapat izin,” katanya.
Berkaca dari pengalaman ini, Nazamuddin mengimbau agar semua pihak yang ingin memfasilitasi para PKL berjualan agar memahami aturan terutama instansi pemerintah.
“Apalagi sudah dipasang plang larangan, jadi tidak ada lagi alasan PKL tidak tahu aturan,” ujar Kepala Satpol PP Kota Banjarmasin Drs Nazamuddin.
Hari ini (8/7), sekitar 20 PKL jagung bakar di bawah binaan Koperasi Ajenrem 101/Antasari yang selama beberapa waktu belakangan ini secara ilegal berjualan di depan siring Tendean pun dipanggil untuk disosialisasi.
“Bila setelah sosialisasi masih tetap berjualan kita akan tertibkan, kita bongkar dan angkut tenda-tendanya. Mungkin malam ini (tadi malam, red) kita akan siagakan anggota di sana,” ancam Nazamuddin.
Ia menuturkan ada tanggal 31 Mei 2010 lalu, Satpol PP sebenarnya sudah sempat melakukan penertiban. Saat itu, pihak Ajenrem berjanji tidak akan lagi memanfaatkan siring untuk berjualan. Namun, kenyataannya hanya warung para PKL yang dipindah ke depan Kantor Ajenrem 101/Antasari, sedangkan sarana pendukung berjualan lainnya seperti tenda, meja, dan kursi masih berada di area siring.
Oleh karena itu, pada tanggal 04 Juni 2010 Satpol PP melayangkan surat peringatan yang selanjutnya berujung pada pemanggilan.
Namun, Nazamuddin juga mengakui bahwa tumbuhnya PKL di kawasan Siring Tendean diakibatkan oleh keterlambatan respon pemko yang disebabkan kesibukan Pemilukada terhadap surat permohonan pinjam pakai lahan siring oleh Ajenrem 101/Antasari yang akan digunakan untuk perkumpulan penjual jagung bakar tradisional yang bernaung di bawah Koperasi Ajenrem 101/Antasari. Surat tersebut diajukan pada tanggal 19 Mei 2010, sedangkan jawaban pemko baru diberikan seminggu kemudian.
Pemko sendiri menolak permohonan pinjam pakai itu dengan sejumlah pertimbangan di antaranya bahwa Jl KP Tendean merupakan jalur hijau berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2007 tentang Pengelolaan Sungai serta bertentangan dengan Perda Nomor 19 Tahun 2002 dan Keputusan Walikota Banjarmasin Nomor 76 Tahun 2003 tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima, serta Perda Nomor 9 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kebersihan, Keindahan, Ketertiban, dan Ketenteraman (K4). Akan tetapi, para PKL sudah terlanjur bermunculan mulai dari hitungan jari hingga mencapai puluhan.
“Kami sudah menyampaikan surat dari pemko tersebut, tapi apakah pihak koperasi Ajenrem mau mendengarkan atau tidak yang pasti seolah-olah keberadaan PKL itu sudah mendapat izin,” katanya.
Berkaca dari pengalaman ini, Nazamuddin mengimbau agar semua pihak yang ingin memfasilitasi para PKL berjualan agar memahami aturan terutama instansi pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar