Pemko Usul Sebagian Jadi Kawasan Bisnis
BANJARMASIN – Pemanfaatan lahan eks Lapangan Kamboja di Jl KH Anang Adenansi menjadi salah satu masalah yang krusial dalam pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banjarmasin tahun 2010-2030.
Alotnya tawar menawar yang terjadi antara DPRD dan Pemerintah Kota Banjarmasin dalam rapat-rapat pembahasan yang kebanyakan digelar malam hari konon sampai harus diselesaikan melalui voting. Raperda RTRW sendiri telah difinalisasi dan sedianya disahkan bersamaan dengan sejumlah raperda lainnya pada rapat paripurna Kamis (29/12) malam lalu. Namun, rencana tersebut kemudian dibatalkan.
“Targetnya Januari ini akan disahkan,” ujar Wakil Ketua Pansus Raperda RTRW M Dafik As’ad, kemarin.
Terkait lahan Kamboja, anggota DPRD Kota Banjarmasin dari Fraksi PAN itu menuturkan bahwa lahan yang sudah terbangun sekarang akan tetap menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Sedangkan yang belum, ada sebagian yang direncanakan untuk kawasan bisnis.
“Nanti penentuannya pada paripurna, apakah semua fraksi setuju atau tidak,” sambungnya.
Usulan untuk menjadikan sebagian lahan Kamboja sebagai kawasan bisnis sendiri kabarnya terkait dengan keinginan Pemko Banjarmasin untuk merelokasi gedung Bank Panin dengan maksud agar RTH Kamboja dapat terlihat jelas. Namun, Pemko harus membayar sejumlah ganti rugi karena HGB yang dimiliki Bank Panin masih berlaku. Karena Pemko tak memiliki uang, maka alternatifnya sebagian lahan Kamboja dilego kepada investor untuk dijadikan mall dan hasilnya digunakan untuk membayar ganti rugi tersebut.
Sementara itu, anggota Pansus Raperda RTRW M Fauzan mengungkapkan, Pemko Banjarmasin mengusulkan pemanfaatan lahan Kamboja yang luasnya sekitar 4 ha dibagi menjadi dua , 2 ha untuk RTH dan sisanya ditawarkan ke investor sebagai kawasan bisnis.
“Katanya ketika tidak ada yang berminat, maka dikembalikan jadi RTH. Tapi bagi kami, ketika Pemko bilang mau menawarkan ke investor, itu berarti investornya sudah ada,” katanya.
Ketua Fraksi PKS itu juga mengatakan bahwa lahan Kamboja harus diperjuangkan seratus persen untuk RTH. Hal itu mengingat Kota Banjarmasin tak punya ruang terbuka yang dapat digunakan masyarakat untuk bersantai dan bermain.
Selain itu, dalam UU Tata Ruang pemerintah daerah diwajibkan menyediakan 30 persen dari luas wilayahnya untuk RTH, terdiri dari 10 persen lahan privat milik masyarakat dan 20 persen lahan publik milik pemerintah, baik pusat atau daerah.
Berdasar data Pemko Banjarmasin, saat ini luas RTH di Banjarmasin baru mencapai 17 persen, seperti lingkungan Mesjid Raya Sabilal Muhtadin, hutan kota milik Korem, dan sebagian lahan milik masyarakat yang diplot menjadi RTH. Sedangkan yang dimiliki Pemko Banjarmasin sendiri baru kurang lebih 1 ha, sangat tidak signifikan persentasenya kalau dibanding luas wilayah Banjarmasin.
“Nah, untuk lahan masyarakat yang diplot sebagai RTH, kalau mereka mau membangun sulit dihalangi. Makanya, ketika kita punya lahan 2 ha di dalam kota yang sangat mahal harganya ini, mau diserahkan ke investor tentu tidak logis. Kita mau memenuhi tuntutan UU saja tidak siap, sekarang ada lahan yang siap mau dilepas,” tukasnya.
Sedangkan soal keberadaan Bank Panin, Pemko Banjarmasin mengusulkan untuk dipindah dan dijadikan RTH. Namun, konsekuensinya Pemko harus membayar ganti rugi. Dalam draft awal Raperda RTRW, rencananya gedung Bank Panin akan tetap berada di lahan Kamboja, hanya posisinya digeser agak ke belakang.
“Kalau kami sih lebih baik Bank Panin dibiarkan di sana, tapi mereka wajib membangun hutan kantor untuk mendukung RTH,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banjarmasin Supriadi sebagai leading sector penyusunan raperda RTRW enggan mengomentari soal isu tarik ulur masalah lahan Kamboja ini.
“Saya tak berani menjawab karena bukan kewenangan saya, kecuali nanti kalau sudah jadi keputusan,” elaknya.
Dicecar lebih jauh, ia hanya mengatakan bahwa Pemko Banjarmasin mengajukan usulan-usulan terkait struktur ruang dan pola ruang tanpa bersedia menjelaskan lebih detil.
RTH Kamboja Terancam Dibongkar
Adanya wacana menjadikan sebagian lahan Kamboja untuk kawasan bisnis disesalkan banyak pihak. Pengamat tata kota Bahtiar Noor Gradip mengatakan bahwa sejak awal, pembebasan lahan Kamboja yang sebelumnya merupakan areal pemakaman itu memang diplot seratus persen sebagai RTH.
“Saya dan kawan-kawan diminta mendesain RTH Kamboja, kami juga yang ekspos kemana-mana sampai akhirnya dana dari pusat turun. Tapi ketika sampai pembahasan di DPRD, luas RTH tinggal 2 ha saja,” ujarnya, kemarin.
Dalam penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) RTRW Kota Banjarmasin tahun 2010-2030, pihaknya juga ikut terlibat, khususnya pada tahap perbaikan dan penyempurnaan draft. Ketika menyusun perbaikan draft raperda, ditetapkan bahwa peruntukkan lahan Kamboja seratus persen RTH.
“Soal Bank Panin, kami sudah pernah usulkan agar tidak perlu dipindah, tapi digeser saja posisinya ke belakang. Jadi, Pemko tidak keluar uang dan luas RTH tidak berkurang. Sama-sama menguntungkan,” tuturnya.
Sementara itu, jika Pemko Banjarmasin berkeras menjadikan sebagian lahan Kamboja untuk kawasan bisnis, ia khawatir pemerintah pusat yang telah mengucurkan dana hampir Rp 4 miliar untuk pembangunan RTH Kamboja bakal menarik kembali investasinya tersebut. Tak menutup kemungkinan taman yang sudah jadi akan dibongkar lagi.
“Saya hanya ingin menekankan bahwa semua pihak harus memiliki persepsi yang sama, bahwa pembuatan RTRW itu tujuannya agar Banjarmasin lebih cantik, tertib, dan hijau. Kalau akhirnya malah tidak lebih baik, tidak usah saja bikin RTRW,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar