297 Jembatan Masih Berbahan Kayu
BANJARMASIN – Realisasi proyek perbaikan jembatan di
Banjarmasin menghadapi banyak kendala. Seperti perbaikan jembatan di Jl
Rawasari dan Jl Raya Beruntung Jaya yang mestinya dikerjakan pada tahun 2011
lalu, terpaksa molor ke 2012 karena terkendala masalah pembebasan lahan.
Kepala Dinas Bina Marga Kota Banjarmasin M Amin melalui
Kabid Jembatan Uzni Erizal mengungkapkan, total dana yang disediakan pada tahun
2011 untuk pembangunan kedua jembatan ini sebesar Rp 7 miliar.
“Jembatan Pemurus (Jl Raya Beruntung Jaya, Red) sampai saat
ini pembebasan lahan belum selesai. Sekitar seminggu lalu kami diskusi dengan
Perumnas, kami sepakat dalam waktu dekat tetap lelang, sedangkan proses
pembebasannya sambil jalan saja,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III
DPRD Kota Banjarmasin.
Untuk jembatan Rawasari, ganti rugi tanah warga yang terkena
pembebasan lahan baru dibayarkan pada akhir Desember 2011. Karena kesepakatan
dengan warga sudah tercapai pada bulan November, proyek sempat dilelangkan. Tapi
dari tiga penawaran yang masuk, menurutnya tidak ada yang memenuhi syarat
sehingga lelang harus diulang.
Sementara itu, untuk pemeliharaan jembatan dialokasikan dana
Rp 2,5 miliar. Sepanjang tahun 2011, Dinas Bina Marga melakukan pemeliharaan 34
buah jembatan kayu. Pemeliharaan rata-rata berupa penggantian lantai, pagar,
dan tiang.
“Soal jembatan kayu ini kesannya seperti kami tidak bekerja,
karena jumlahnya sangat banyak sedangkan dana pemeliharaan terbatas. Selain
itu, jembatan kayu di Banjarmasin juga cepat rusak, bulan Maret atau April
perbaiki, bulan Desember rusak lagi akibat volume lalu lintas yang makin berat
dan over capacity, terutama di daerah
timur dan selatan,” tuturnya.
Sedangkan penggantian jembatan kayu ke beton dan box culvert
yang telah selesai pada tahun 2011 lalu mencapai 6 buah, termasuk penyelesaian
pembangunan oprit Jembatan Mantuil yang sempat terseok-seok, juga karena masalah
pembebasan lahan.
“Hanya saja ke depan pemeliharaanya perlu perhatian karena
lengkungan jembatan cukup tinggi untuk menunjang lalu lintas sungai di
bawahnya, sementara kualitas tanah di Banjarmasin jelek sehingga oprit jembatan
akan cepat turun,” tambahnya.
Masalah lain, lanjutnya, keberadaan jembatan di Banjarmasin
yang mayoritas masih terbuat dari kayu. Dibeberkannya, dari 412 buah jembatan
yang ada, sebanyak 297 buah masih berbahan kayu ulin. Untuk mempermanenkannya,
tentu tak bisa dilakukan sekaligus karena akan menyedot anggaran yang besar.
Di sisi lain, kayu ulin makin langka saja. Dalam perbaikan,
pihaknya pun harus ekstra hati-hati untuk mewaspadai kontraktor nakal yang
menggunakan kayu ilegal.
“Sejak 2011, kami sudah syaratkan kayu ulin harus mengantongi
surat izin yang dikeluarkan pemilk HPH supaya tidak ada permasalahan hukum,” lanjutnya.
Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia
(Gapensi) Kota Banjarmasin A Zainudin Djahri yang diminta komentarnya kemarin
membenarkan bahwa kayu ulin kian sulit didapat dan harganya pun sangat mahal.
Selain itu, prosedur mendapatkan sertifikat kayu olahan (SKO) untuk kayu ulin
begitu rumit.
“Dengan alasan-alasan itu, sebenarnya sekarang sudah tidak
sesuai lagi jembatan pakai ulin. Untuk struktur jembatan harus pakai ulin yang
besar, tapi yang ada saat ini ukurannya kecil dan umurnya muda. Itupun langka,”
katanya.
Kalau pemerintah ingin meningkatkan tonase, sambungnya,
sebaiknya memang jembatan kayu diganti dengan beton. Tapi untuk menghemat
anggaran, menurutnya kayu dan beton bisa saja dikombinasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar