A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Rabu, 28 November 2012

Belasan Ribu ICV Ditemukan Palsu



KKP : Zaman Komputerisasi, Mudah Ditiru

BANJARMASIN – Belasan ribu International Certificate of Vaccination (ICV) palsu ditemukan setiap kali penyisiran dilakukan Kementerian Kesehatan terhadap jamaah umrah yang berangkat ke tanah suci melalui Bandara Soekarno Hatta. ICV atau lebih dikenal masyarakat dengan istilah kartu kuning merupakan syarat wajib dari pemerintah Arab Saudi dalam pemberian visa haji dan umrah sebagai bukti jamaah sudah mendapat vaksin Meningitis.

“Kita lakukan langkah preventif dengan pihak kepolisian, belakangan sudah mulai berkurang,” ujar Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes Benget Saragih saat menghadiri sosialisasi pemeriksaan kesehatan bagi jamaah umrah di Banjarmasin, Selasa (27/11).

Pernah ada satu kasus dimana ada 108 ICV yang menggunakan kode barcode duplikasi. Ketika dipindai dengan komputer, ke-108 ICV itu memiliki satu kode barcode dan nama orang yang sama.  Pemicu maraknya pemalsuan ICV ditengarai karena vaksinasi tidak terencana dan kuota sering tidak mencukupi, serta memang ada travel nakal yang memainkan peran itu. Ada pula dugaan kongkalingkong di Kedutaan Arab Saudi, sehingga ICV bodong tetap bisa diproses dan visa calon jamaah pun bisa diterbitkan. 

Ditambahkan Kepala Bidang PP dan PL Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalsel Yusransyah, ancaman Meningitis di Kalsel sangat besar mengingat animo masyarakat pergi umrah sangat tinggi, urutan keempat di Indonesia.
“Yang memprihatinkan masih ditemukan jamaah yang tidak divaksinasi. Kami pernah ketemu kebetulan rekanan di dinkes, satu keluarga tidak divaksin, tapi punya ICV,” tukasnya. 

Sayang, tak ada data jamaah umrah Kalsel yang lolos ke tanah suci tanpa mendapat vaksinasi Meningitis. Hal ini tentu meresahkan karena Meningitis merupakan penyakit akut yang menyerang syaraf otak dengan risiko kematian tinggi. 

Tapi menurut Yusransyah pihaknya sudah melakukan investigasi dan telah mengantongi informasi terkait jaringan dan modus penerbitan ICV abal-abal ini. Ia menuturkan ada jamaah yang ditawari saat mengurus paspor di kantor Imigrasi.

“Di sana sudah ada yang menunggu. Kami investigasi ke yang bersangkutan, kalau  benar-benar divaksin bayar Rp 250 ribu, kalau beli ICV saja tanpa divaksin Rp 150 ribu,” bebernya.  

Sementara langkah yang bisa ditempuh adalah memperluas akses pelayanan pemeriksaan kesehatan calon jamaah. Yang sebelumnya hanya di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Banjarmasin, sejak tahun lalu juga bisa dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin. Hanya ada dua rumah sakit di Indonesia yang mendapat privilege tersebut, yang satu lagi RS Fatmawati Jakarta.

“Itu setelah kami mohon ke pusat agar Kalsel diberikan semacam toleransi, mengingat minat masyarakat umrah terbesar keempat di Indonesia,” ucapnya.

Pada kesempatan tersebut, pihaknya juga meminta kerjasama travel penyelenggara umrah agar memberikan laporan jumlah jamaah umrah yang diberangkatkan tiap tahunnya. Selain untuk tertib administrasi, juga memudahkan pemantauan.

“Nanti kalau ada kasus, Dinkes yang dijewer karena kami punya tanggung jawab di wilayah 13 kabupaten dan kota. Kalau tidak diberi data, kami tidak bisa menjawab,” sambungnya.

Soal vaksinasi yang tidak terencana dan kekurangan kuota vaksin, dibenarkan oleh Kepala Seksi Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah KKP Kelas II Banjarmasin YR Patari. Sejak September 2012, kuota vaksin Meningitis bersubsidi untuk Kalsel sebanyak 9.350 telah habis. Namun, calon jamaah yang ingin berangkat umrah masih membeludak. Calon jamaah yang ingin divaksin harus membeli vaksin nonsubsidi yang harganya lebih mahal.

“Jamaah yang dilaporkan travel jumlahnya sedikit, tapi yang datang banyak. Harusnya ada prediksi jamaah berapa tiap tahun supaya bisa diperkirakan kuota yang dibutuhkan. Masalah ICV palsu tidak akan pernah tuntas selama jumlah jamaah tidak jelas,” katanya.

Pada 2013, kuota vaksin Meningitis Kalsel diusulkan 16 ribu. Angka tersebut berdasar data Kementerian Agama RI yang mencatat jumlah jamaah umrah asal Kalsel selama tiga tahun terakhir mencapai 48 ribu orang.

Terkait ICV palsu yang beredar di lapangan, pihaknya membantah itu dibuat oleh KKP. Di zaman komputerisasi,  ia mengatakan dokumen itu mudah saja ditiru. Yang membedakan dengan yang asli adalah cap berlambang garuda dengan nomor seri tertentu yang berbeda antarprovinsi, serta barcode yang tercetak di kartu. 

“Kami pernah menemui ICV palsu itu, tapi jamaahnya sudah pergi umrah dan mau pergi umrah lagi. Indikasinya dari cap garudanya, ada yang kecil, ada yang tanpa nomor seri, ada juga yang bukan garuda,” bebernya.

Untuk menyisir ICV palsu di kalangan jamaah umrah di daerah, menurutnya sejauh ini tidak ada petunjuk teknis untuk bandara domestik. Penegakan hanya ada di bandara internasional. Lagipula kalau pihaknya melakukan itu tidak efektif, karena ICV dibawa travel ke Jakarta untuk mengurus visa, jamaah sendiri paling hanya membawa paspor. 

Tidak ada komentar: