A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Rabu, 14 November 2012

Marliyanti, Pengajar Muda Indonesia Mengajar Pertama dari Kalsel


“Kami Cukup Dibayar dengan Senyuman”

Gerakan Indonesia Mengajar yang digagas Anies Baswedan sudah menelurkan lima angkatan. Dari 52 orang Pengajar Muda angkatan V yang disebar ke berbagai pelosok Nusantara pada 3 November 2012 lalu, terdapat putra daerah asli Kalimantan Selatan. Siapa dia?
 
Marliyanti (paling kanan)
“Saya tanya kapan Indonesia merdeka, mereka jawab hari Senin. Soalnya setiap hari Senin upacara bendera,” kata Marliyanti (26) mengutip celoteh murid-muridnya di SDN Inpres Moilung, Desa Moilung Kecamatan Moilung Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah saat dihubungi Radar Banjarmasin, Minggu (11/11).
Sudah seminggu Yanti –demikian panggilan akrabnya, mengajar di desa pesisir yang berjarak tiga jam perjalanan darat dari ibukota kabupaten itu. Demi menimba pengalaman dan berbagi ilmu, kelahiran Barabai 15 September 1986 itu rela meninggalkan keluarga dan pekerjaannya sebagai dosen di salah satu universitas swasta sekaligus konsultan di sebuah lembaga psikologi di Banjarmasin.
Pada bulan April 2012, anak kedua dari tiga bersaudara pasangan M Arsyad-Maslian itu mengikuti seleksi online bersama 6.845 orang kandidat lainnya dari seluruh Indonesia. Lolos seleksi tahap pertama, selanjutnya Yanti dipanggil untuk asesmen langsung di Yogyakarta. Namanya masih bertahan pada seleksi tahap kedua ini. Setelah itu ia juga berhasil lolos tes kesehatan, hingga akhirnya menandatangani kontrak sebagai Pengajar Muda. Tapi perjuangannya tak berhenti sampai di situ, karena masih ada tahap pelatihan selama dua bulan.
“Tahap pelatihan ini juga bagian dari seleksi, karena ada beberapa peserta yang tidak jadi diberangkatkan,” kisah alumni S1 Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan S2 Psikologi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
Pelatihan yang dilalui cukup berat, terutama bagaimana cara bertahan hidup di alam. Maklum saja, para Pengajar Muda ini bakal ditempatkan di daerah terpencil. Dalam pelatihan ini juga melibatkan Koppasus. Ujung-ujungnya, hanya 52 orang yang tersisa, termasuk Yanti yang boleh dibilang Pengajar Muda pertama dari Kalsel. Pada angkatan sebelumnya ada salah satu peserta keturunan Banjar, tapi lahir dan besar di Bandung.
Pada 3 November 2012, ke-52 orang Pengajar Muda angkatan V dilepas penggagas Indonesia Mengajar, Anies Baswedan di Bandara Soekarno Hatta. Yanti tak sendiri, ada lima orang Pengajar Muda lainnya yang juga mendapat penempatan di Kabupaten Banggai, tapi beda kecamatan dan desa.
“Di tempat saya untungnya sudah masuk listrik dan ada sinyal telepon. Di belakang rumah ada pantai, jaranya sekitar lima menit saja,” ucap Yanti yang sangat gandrung melahap buku.
Sedang rekan-rekannya yang lain ada yang harus menyeberang pulau dan naik gunung. Terputus dari listrik dan sinyal telepon. Dikatakannya, prinsip Indonesia Mengajar ada dua, yakni membantu kekurangan guru di daerah terpencil dan membentuk sikap kepemimpinan pada generasi muda. Di Desa Moilung, Yanti tinggal di rumah salah satu penduduk. Sedang di SDN Inpres Moilung, Yanti bertugas sebagai wali kelas IV. Tapi karena kekurangan guru, terkadang ia juga mengajar kelas lainnya.
“Anak-anak sangat semangat belajar. Muridnya sih tidak banyak, satu sekolah tidak sampai seratus orang. Tapi kadang-kadang gurunya tidak ada, misalnya seperti kepala sekolah juga merangkap tata usaha. Kalau fasilitas perpustakaan ada, tapi cuma buku-buku teks. Alat peraga juga kurang,” tuturnya.
Selain mengajar, para Pengajar Muda juga diwajibkan menjadi bagian dari masyarakat. Mereka harus mengajak warga desa untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Saat ini Yanti masih dalam tahap bersosialisasi dengan penduduk setempat. Untungnya bahasa daerah mereka agak mirip dengan bahasa Indonesia, sehingga tidak terlalu menjadi kendala.
Kabupaten Banggai sendiri merupakan daerah penempatan baru untuk penugasan Pengajar Muda Indonesia Mengajar pertahun 2012 ini. Mayoritas penduduk terdiri dari suku Saluan, Ta, Bajo, serta suku lain seperti Jawa dan Bugis. Sebagian besar warganya memiliki mata pencaharian sebagai penggarap kebun maupun nelayan. Karena daerah baru, menurut Yanti tantangannya lebih berat karena masyarakat setempat belum tahu tentang aktivitas Indonesia Mengajar dan Pengajar Muda.
“Di Desa Moilung banyak anak mudanya yang keluar desa daripada membangun desanya. Pendiidkan tampaknya juga belum dianggap oleh para orangtua, banyak anak-anak yang bekerja membantu orangtuanya,” tuturnya.
Yanti dan para Pengajar Muda lainnya baru bisa pulang kampung 14 bulan lagi. Meski dibekali biaya hidup, tapi mereka umumnya tak mengharapkan timbal balik. Terlebih rata-rata kondisi ekonomi mereka sudah mapan.
“Bukan itu sih yang jadi pertimbangan, kami sudah didoktrin bahwa Pengajar Muda cukup dibayar dengan senyum anak-anak di tempat kami mengajar. Yang penting tidak terlantar,” selorohnya.

Tidak ada komentar: