Konflik
lahan antara masyarakat dan pengusaha di sekitar areal perkebunan kelapa sawit
dan tambang batubara di Kotabaru seakan tiada habisnya. Hanya
berselang beberapa hari setelah penutupan akses jalan ke perkebunan sawit di Dusun Ringgo, Kecamatan Kelumpang Hulu, kasus serupa terjadi lagi di Desa Tanah Rata, Kecamatan Kelumpang Tengah. Pemicunya perusahaan
tambang batubara yang beroperasi di daerah tersebut dituding memanfaatkan tanah
warga untuk lalu lintas angkutan tambang tanpa izin dan kompensasi.
Senin 17 Fbruari tadi, warga memasang portal di salah satu perlintasan angkutan tambang batubara dari lahan kemitraan Arutmin dengan Puskopad di Desa Tanah Rata, Kecamatan Kelumpang Tengah. Saat ini aktivitas pertambangan dilokasi tersebut digarap PT Putra Borneo Mandiri Sejahtera. Jalan yang dilalui angkutan tambang diklaim tanah milik masyarakat dan belum sepenuhnya dibebaskan. Abdul Ajis, warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah, mengaku memiliki bukti kepemilikan berupa segel atas tanah yang menurutnya diperolehnya secara turun temurun itu. Dalam surat keterangan kepemilikan tanah bertanggal 27 Mei 2013 yang ditunjukkannya, tertulis bahwa tanah dikuasai sejaIa juga menegaskan tidak pernah ada jual beli maupun fee yang diterima dari perusahaan selama angkutan tambang lalu lalang.
"Saya selama ini tidak pernah menerima fee. Pemagaran itu dilakukan agar perusahaan mau baik-baik datang ke sini," ucapnya di kediamannya di Desa Senakin.
Senin 17 Fbruari tadi, warga memasang portal di salah satu perlintasan angkutan tambang batubara dari lahan kemitraan Arutmin dengan Puskopad di Desa Tanah Rata, Kecamatan Kelumpang Tengah. Saat ini aktivitas pertambangan dilokasi tersebut digarap PT Putra Borneo Mandiri Sejahtera. Jalan yang dilalui angkutan tambang diklaim tanah milik masyarakat dan belum sepenuhnya dibebaskan. Abdul Ajis, warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah, mengaku memiliki bukti kepemilikan berupa segel atas tanah yang menurutnya diperolehnya secara turun temurun itu. Dalam surat keterangan kepemilikan tanah bertanggal 27 Mei 2013 yang ditunjukkannya, tertulis bahwa tanah dikuasai sejaIa juga menegaskan tidak pernah ada jual beli maupun fee yang diterima dari perusahaan selama angkutan tambang lalu lalang.
"Saya selama ini tidak pernah menerima fee. Pemagaran itu dilakukan agar perusahaan mau baik-baik datang ke sini," ucapnya di kediamannya di Desa Senakin.
Menengahi
persoalan ini Polsek Kelumpang Tengah memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak
di rumah kepala desa setempat. Pada kesempatan tersebut, direktur PT PBMS H Rahmida mengaku telah membebaskan sejumlah tanah dalam beberapa tahap. Terkait
tanah yang diklaim belum dibebaskan, pihaknya perlu meninjau dulu ke lapangan
untuk mengetahui lokasinya secara pasti.
Sementara
aparat meminta warga mencopot portal yang melintang jalan karena dinilai
melanggar hukum. Selain perlu lebih dulu ada pembuktian kepemilikan tanah,
tanah yang disengketakan juga merupakan jalan desa atau jalan umum yang juga
dimanfaatkan oleh masyarakat desa.
"Itu melanggar hukum. Yang berhak menutup jalan adalah pengadilan," cetus Kapolsek Kelumpang Tengah Purbo Raharjo.
"Itu melanggar hukum. Yang berhak menutup jalan adalah pengadilan," cetus Kapolsek Kelumpang Tengah Purbo Raharjo.
Terkait
maraknya konflik lahan di sekitar tambang maupun sawit, masyarakat dan
pengusaha disarankan untuk menyelesaikannya lewat jalur hukum perdata, dan
menyerahkan putusan kepada pengadilan. Terlebih banyak status kepemilikan tanah
desa yang tidak jelas asal-muasalnya, bahkan sering tidak disertai dokumen
kepemilikan yang kuat.###
Tidak ada komentar:
Posting Komentar