Kemarin, Komisi III DPRD Kota Banjarmasin pun berinisiatif memanggil Dinas Tata Kota, Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase, serta Badan Pertanahan Kota Banjarmasin.
Namun, ketiga SKPD yang diundang sepakat menyatakan jika tak ada alasan untuk menyebut pembangunan Hotel Pandansari menyalahi aturan.
Dinas Tata Kota yang diwakili Ahmad Faruk mengatakan jika pihaknya sudah sangat berhati-hati dalam mengeluarkan IMB Hotel Pandansari hingga memerlukan waktu sekitar enam tahun dari saat pertama pengajuan izin oleh pemilik lahan, yakni pada tahun 2004. Akan tetapi, menurutnya, alotnya proses perizinan bukan karena terbentur Perda Pengelolaan Sungai, melainkan karena mengganggu instalasi pipa PDAM di dekatnya serta perubahan fungsi bangunan dari ruko menjadi hotel.
“Dalam sertifikat tanah yang dikeluarkan tahun 2005, yang diasumsikan sebagai sungai tidak tergambar, yang ada hanya parit dan drainase. Saat kami meninjau sebelum meneruskan perizinan, memang tidak ditemukan adanya sungai karena semuanya sudah tertutup sama sekali oleh bangunan. Di seberangnya juga demikian. Kesimpulannya, sungai sudah hilang,” jelasnya.
Selain itu, sambungnya, persyaratan lainnya juga sudah terpenuhi, seperti surat keterangan tanah dan persetujuan RT/RW.
Ditambahkan Ati Yuniarti dari Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin, dalam surat segel yang mendasari dikeluarkannya sertifikat tanah yang sekarang dibangun Hotel Pandansari itu, memang memuat adanya sungai. Namun, karena segel tidak mencantumkan tahun, maka dalam sertifikat akhirnya sungai tidak digambarkan berdasarkan kenyataan bahwa sungainya memang sudah tak ada.
Pernyataan ini diperkuat oleh Chairil Anwar, Kabid Sungai Kecil yang mewakili Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, yang mengatakan jika di bawah tempat berdirinya Hotel Pandansari tersebut dulunya memang mengalir sungai yang bermuara ke Sungai Pandu di Jl A Yani. Hanya saja, sekarang sungai tersebut tinggal tersisa 100 meter karena ditutupi bangunan dan berakhir di Jl Siaga Komplek Pandu.
Namun, dari hasil kunjungan lapangan yang dilakukan oleh Komisi III, ditemukan bahwa Hotel Pandansari jelas melanggar Perda Pengelolaan Sungai, yakni merusak fungsi sungai karena berdiri di atas sungai.
“Logikanya kalau ada jembatan, di bawahnya pasti ada sungai,” kata Matnor Ali lagi. Selain itu, lanjutnya, ada keluhan dari warga sekitar hotel jika pemukiman mereka sering direndam banjir karena okupasi bangunan hotel atas sungai menyebabkan sirkulasi air terganggu.
Oleh karena itu, rencananya pekan depan Komisi III DPRD Kota Banjarmasin akan memanggil pemilik Hotel Pandansari, yakni pengusaha yang juga bakal calon gubernur Kalsel HM Ramlan.
“Kami akan meminta pemilik untuk membuatkan drainase untuk mengalirkan air ke sungai,” ujarnya.
Sementara itu, sejumlah warga Jl Gatot Subroto saat dimintai komentarnya mengaku kawasan tersebut kerap banjir semenjak berdirinya hotel Pandansari. Salah seorang warga, Mursyidi dalam dialog bersama Komisi I disela kunjungan kerjanya ke lokasi mandegnya anak sungai kawasan hotel tersebut mengatakan pemukiman warga jau lebih rentan terendam aair belakangan ini.
Sebelumnya kata dia, sebelum hotel tersebut berdiri, kawasan pemukiman warga tak separah belakangan. “Sekarang hujan satu jam saja sudah banjir, karena anak sungainya buntu tertutup bangunan hotel dan lapangan tennis,” tukasnya.
Sementara itu, Manajer Operasional Hotel Pandansari, Leny saat dikonfirmasi koran ini disela kunjungan dewan kemarin mengaku akan kooperatif dengan saran dan keinginan DPRD Kota Banjarmasin.
Menurut Leny, pihaknya menyambut positif kunjungan Komisi I. Pihaknya siap membenahi kekurangan dan kekeliruan berdasarkan catatan anggota dewan. “Kita siap saja, kita akan sampaikan masalah ini pada owner kita. Bagaimanapun pilihan untuk membongkar bangunan adalah pilihan terakhir,” tukasnya. (+bem)
(liputan tanggal 02 Maret 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar