A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Jumat, 09 April 2010

Tamasya Hati

Penulis : Dr Ahmad Farid
Penerbit : Aqwam
Tebal : 136 hal

“Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (QS Ghafir : 39)

Ketika Nabi Adam diciptakan, ia dan istrinya ditempatkan di dalam surga. Kemudian, ia diturunkan dari surga. Akan tetapi, ia dan keturunannya yang salih, dijanjikan akan kembali kepadanya. Karena itu, selamanya orang mukmin akan rindu dengan negerinya yang pertama.

Oleh sebab itu pula, Rasulullah berpesan agar hendaknya seorang mukmin membiarkan dirinya seperti orang asing di dunia. Hatinya sama sekali tidak terikat dengan negeri asing tersebut, melainkan hanya terpaut dengan negerinya yang akan menjadi tempat kembalinya nanti. Atau hendaklah seorang mukmin menjadikan dirinya di dunia seakan-akan seorang musafir dan tidak tinggal permanen di dalamnya. Ia hanya berjalan menempuh perjalanannya dan tidak punya keinginan banyak mencari harta dunia.

Suatu saat kita akan meninggalkan dunia yang kita tinggali. Dunia itu sendiri tidak abadi dan setiap orang yang tinggal di dalamnya pasti akan mati. Namun demikian, keberadaan kita di dunia ini merupakan hal yang menentukan. Karena bahagia atau sengsara di kemudian hari berawal dari sini.

Buku Tamasya Hati mengajak kita berkeliling ke negeri keabadian dengan bertolak dari titik keberangkatan, yaitu mengingat mati. Kematian ialah musibah yang paling besar. Namun demikian, ada musibah yang lebih besar lagi, yaitu melalaikan kematian, berpaling dari mengingatnya, jarang sekali memikirkannya, dan meninggalkan amal.

Kalau diibaratkan dengan kematian, dunia sesungguhnya ibarat penjara yang sempit. Sementara penghuninya bagaikan tawanan di rumah yang gelap dan sempit, lalu dibukakan untuknya pintu menuju taman yang sangat luas, sehingga matanya tidak mampu memandang hingga ujungnya.

Selanjutnya, penulis membawa kita melongok dahsyatnya alam barzakh dan bagaimana seluk beluk ruh setelah dicabut dari jasad seseorang yang meninggal dunia. Setiap orang yang meninggal berhak mendapatkan siksa yang memang menjadi bagian yang mesti diterimanya. Bentuk-bentuk siksa kubur dipaparkan sebagaimana yang telah diterangkan Rasulullah dalam hadistnya, begitu pula dalam kisah Isra Mi’raj.

Akan tetapi, yang lebih dahsyat dari semua itu adalah malapetaka-malapetaka yang datang setelahnya, yaitu ketika sangkakala ditiup dan manusia dibangkitkan untuk ditimbang amalnya dan menunggu panggilan saat pemberian keputusan, bisa jadi dengan kebahagiaan atau kesengsaraan.

Dan sampailah kita ke perhentian terakhir. Kedatangan kita ke neraka adalah sebuah kepastian, sedangkan keselamatan kita darinya masih diragukan. Akankah kita dapat mengecap surga yang kesenangan dan pesonanya lebih mengagumkan dari apa yang dapat terbesit di benak manusia, dan bertemu dengan-Nya yang merupakan puncak dari segala kebaikan dan kenikmatan?

Dengan membaca buku ini, kita diajak untuk merenungkan kembali hakikat kehidupan, fase-fase, dan kesudahannya. Harapannya, hati menjadi lapang, ketaatan kepada Allah meningkat, dan maksiat pun ditinggalkan. Karena balasan amal shalih maupun dosa terpampang di hadapan. Selamat membaca!

Tidak ada komentar: