Menangisnya Nabi SAW, para Sahabat dan Orang-Orang Shaleh ketika Membaca dan Memahami Al-Qur’an
Penulis : Muhammad Syauman Ar-Ramli
Penerbit : Insan Kamil
Tebal : 236 hal
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?” (QS Muhammad : 24)
Begitu tegasnya peringatan Allah SWT kepada kita. Hal ini tak lain karena Al-Qur’an bukanlah sebuah buku biasa, ia bukanlah tumpukan kertas tak bermakna. Al-Qur’an juga bukan makhluk seperti kita. Akan tetapi, Al-Qur’an adalah Kalamullah, ia adalah perkataan Allah.
Dengan demikian, ketika kita tengah membaca Al-Qur’an, tak ayal lagi bahwa kita sebenarnya sedang diajak berbicara oleh Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah. Sudah tentu, bagi hati orang-orang yang beriman akan tergetar manakala lidahnya melafazkan ayat-ayat Tuhannya.
Nah, buku yang ada di hadapan Anda ini mencoba mengetengahkan apa dan bagaimana seharusnya adab-adab hati dan diri kita ketika membaca Al-Qur’an. Lembar demi lembar buku ini menjelaskan keutamaan menangis pada saat membaca dan memaknai ayat-ayat Al-Qur’an dengan sepenuh hati.
Ada dua hal menurut penulis yang membuat seseorang menangis ketika membaca Al-Qur’an. Pertama, suasana khusyuk dan khidmat yang dirasakan pembacanya karena mengetahui akan kebenaran isi Al-Qur’an. Pada saat ia membaca Al-Qur’an dengan hati yang penuh dengan keimanan dan mendengarkannya dengan telinga yang penuh penghayatan, semua itu tentu akan menyebabkan hati menjadi tersentuh dan air mata pun jatuh. Kedua, sudah seharusnya setiap pembaca Al-Qur’an merasa takut jika dirinya termasuk orang munafik, sekaligus mawas diri agar tidak termasuk golongan yang binasa.
Rasa takut dari sifat munafik akan menyebabkan orang yang memiliki hati bersih menangis. Karena, ia tahu bahwa tempat kembalinya orang-orang munafik adalah siksaan di akhirat. Inilah air mata para ahli ilmu ketika membaca Al-Qur’an, air mata yang mengalir karena kebenaran yang mereka ketahui, yang melahirkan kekhusyukan dan kelembutan hati.
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur’an) yang telah mereka ketahui.” (QS Al-Ma’idah : 83)
Itulah hal yang menjadi latar belakang penulis menyusun buku ini. Di dalam buku ini, penulis berusaha mengumpulkan riwayat-riwayat para ulama salaf yang mengisahkan tentang tangisan mereka ketika membaca atau mendengar bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Riwayat-riwayat yang menyentuh hati, membuat air mata berlinang dan memberikan motivasi untuk meniru mereka serta mengikuti apa yang mereka lakukan.
Hal pertama yang dibahas dalam buku ini adalah mengenai kisah-kisah tentang tangisan para nabi dan para pengikutnya yang beriman, kemudian dilanjutkan dengan kisah-kisah tentang tangisan Rasulullah SAW sebagai pengkhususan setelah yang umum.
Pun demikian, penulis buku ini juga ingin menekankan bahwa menangis ketika membaca dan mendengarkan Al-Qur’an bukanlah maksud yang hakiki. Maksud yang sebenarnya adalah menghadirkan hati ketika membaca atau mendengarkannya sekaligus menyelami maknanya. Penulis tetap menginginkan agar air mata yang meleleh dari kedua mata kita adalah air mata yang jujur. Mengapa demikian? Karena pada saat ini telah begitu banyak bertebaran orang yang mengobral tangisnya di hadapan manusia. Sementara itu mereka jauh dari Allah, sebagaimana yang disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Kebanyakan orang munafik adalah para pembaca (Al-Qur’an).”
Oleh sebab itu, dalam penyajiannya penulis tetap memberikan rambu-rambu dan suri tauladan yang baik. Dengan demikian, kita tetap mampu mengambil lautan ilmu yang terbaik untuk diamalkan dan diteladani.
Selamat membaca!
Dengan demikian, ketika kita tengah membaca Al-Qur’an, tak ayal lagi bahwa kita sebenarnya sedang diajak berbicara oleh Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah. Sudah tentu, bagi hati orang-orang yang beriman akan tergetar manakala lidahnya melafazkan ayat-ayat Tuhannya.
Nah, buku yang ada di hadapan Anda ini mencoba mengetengahkan apa dan bagaimana seharusnya adab-adab hati dan diri kita ketika membaca Al-Qur’an. Lembar demi lembar buku ini menjelaskan keutamaan menangis pada saat membaca dan memaknai ayat-ayat Al-Qur’an dengan sepenuh hati.
Ada dua hal menurut penulis yang membuat seseorang menangis ketika membaca Al-Qur’an. Pertama, suasana khusyuk dan khidmat yang dirasakan pembacanya karena mengetahui akan kebenaran isi Al-Qur’an. Pada saat ia membaca Al-Qur’an dengan hati yang penuh dengan keimanan dan mendengarkannya dengan telinga yang penuh penghayatan, semua itu tentu akan menyebabkan hati menjadi tersentuh dan air mata pun jatuh. Kedua, sudah seharusnya setiap pembaca Al-Qur’an merasa takut jika dirinya termasuk orang munafik, sekaligus mawas diri agar tidak termasuk golongan yang binasa.
Rasa takut dari sifat munafik akan menyebabkan orang yang memiliki hati bersih menangis. Karena, ia tahu bahwa tempat kembalinya orang-orang munafik adalah siksaan di akhirat. Inilah air mata para ahli ilmu ketika membaca Al-Qur’an, air mata yang mengalir karena kebenaran yang mereka ketahui, yang melahirkan kekhusyukan dan kelembutan hati.
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur’an) yang telah mereka ketahui.” (QS Al-Ma’idah : 83)
Itulah hal yang menjadi latar belakang penulis menyusun buku ini. Di dalam buku ini, penulis berusaha mengumpulkan riwayat-riwayat para ulama salaf yang mengisahkan tentang tangisan mereka ketika membaca atau mendengar bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Riwayat-riwayat yang menyentuh hati, membuat air mata berlinang dan memberikan motivasi untuk meniru mereka serta mengikuti apa yang mereka lakukan.
Hal pertama yang dibahas dalam buku ini adalah mengenai kisah-kisah tentang tangisan para nabi dan para pengikutnya yang beriman, kemudian dilanjutkan dengan kisah-kisah tentang tangisan Rasulullah SAW sebagai pengkhususan setelah yang umum.
Pun demikian, penulis buku ini juga ingin menekankan bahwa menangis ketika membaca dan mendengarkan Al-Qur’an bukanlah maksud yang hakiki. Maksud yang sebenarnya adalah menghadirkan hati ketika membaca atau mendengarkannya sekaligus menyelami maknanya. Penulis tetap menginginkan agar air mata yang meleleh dari kedua mata kita adalah air mata yang jujur. Mengapa demikian? Karena pada saat ini telah begitu banyak bertebaran orang yang mengobral tangisnya di hadapan manusia. Sementara itu mereka jauh dari Allah, sebagaimana yang disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Kebanyakan orang munafik adalah para pembaca (Al-Qur’an).”
Oleh sebab itu, dalam penyajiannya penulis tetap memberikan rambu-rambu dan suri tauladan yang baik. Dengan demikian, kita tetap mampu mengambil lautan ilmu yang terbaik untuk diamalkan dan diteladani.
Selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar