Kadinkes : Pemda Harus Mulai Berpihak Pada Kesehatan
BANJARMASIN – Satu lagi SKPD menjerit akibat rencana pemangkasan anggaran belanja langsung 2011 sebesar 25 persen.
Adalah Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, drg Hj Diah R Praswati yang memohon agar pada tahun 2011, kebijakan politik pemerintah daerah Kota Banjarmasin mulai berpihak pada kesehatan masyarakat. Hal itu sesuai dengan amanah undang-undang dimana pemerintah diwajibkan menganggarkan dana kesehatan sebesar 10 persen dari APBD dan 5 persen APBN.
“Posisi kita sekarang adalah 2,45 persen atau Rp 21 miliar, itu di luar gaji. Tahun 2011 target kami Rp 20 miliar, tapi malah diturunkan 25 persen menjadi hanya Rp 14 miliar,” keluhnya.
Pihaknya pun merasa minder jika dibandingkan dengan kondisi kabupaten/kota tetangga, seperti Kotabaru yang anggaran kesehatannya mencapai Rp 160 miliar.
“Kemarin ada pertemuan 600 kepala dinas kesehatan di Surabaya. Dinkes provinsi meminta kami presentasi mewakili Kalsel, tapi kami kurang percaya diri karena kalau kami sampaikan hanya Rp 14 miliar anggarannya, takut gubernur malu,” akunya terang-terangan.
Oleh sebab itu, ia sangat mengharapkan dukungan dari DPRD Kota Banjarmasin agar target anggaran kesehatan sebesar 10 persen dari APBD dapat terealisasi pada tahun 2015 mendatang.
“Kami bagi dari 2010 sekitar 2,45 persen, 2011 kami tempatkan 5 persen, dan dari 2011-2015 kami bagi masing-masing 1 persen sehingga sampai 2015 menjadi 10 persen atau sekitar Rp 178 miliar. Kami tidak ingin meraih seluruhnya, tapi setiap tahun paling tidak ada peningkatan,” harapnya.
Peningkatan anggaran kesehatan ini penting guna mewujudkan sistem jaminan sosial bagi seluruh masyarakat Banjarmasin yang menjadi program pengembangan Dinkes pada tahun 2011-2015 sesuai amanat UUD 1945 pasal 28 bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, pasal 34 ayat 2 bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu dengan martabat manusia, serta UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai perwujudan bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan hidup yang layak sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948.
Salah satu bentuk konkret dari wacana ini adalah seluruh masyarakat Banjarmasin diharapkan telah memiliki jaminan kesehatan yang dibiayai melalui jaminan asuransi kesehatan selambat-lambatnya pada tahun 2015. Hal ini akan diupayakan secara bertahap dengan target cakupan pada tahun 2011 44 persen, 2012 60 persen, hingga 2015 mencapai 100 persen.
“Kami ada punya beberapa pilihan, secara bertahap tentunya, pertama adalah mengajukan perda Jamkesda dimana ada rekomendasi UPTD Jamkesda menjadi BLU (Badan Layanan Usaha). Dengan demikian, UPTD Jamkesda ini bisa menghimpun premi dari masyarakat mampu. Jadi, sekitar 42 persen mulai dari dana Jamkesmas dan Jamkesda klaimnya dibayar oleh pemerintah bagi masyarakat tidak mampu, dan yang 58 persen dari yang mampu, termasuk sekotr formal dan organisasi masyarakat. Selebihnya ada askes dan lain-lain,” tuturnya.
BANJARMASIN – Satu lagi SKPD menjerit akibat rencana pemangkasan anggaran belanja langsung 2011 sebesar 25 persen.
Adalah Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, drg Hj Diah R Praswati yang memohon agar pada tahun 2011, kebijakan politik pemerintah daerah Kota Banjarmasin mulai berpihak pada kesehatan masyarakat. Hal itu sesuai dengan amanah undang-undang dimana pemerintah diwajibkan menganggarkan dana kesehatan sebesar 10 persen dari APBD dan 5 persen APBN.
“Posisi kita sekarang adalah 2,45 persen atau Rp 21 miliar, itu di luar gaji. Tahun 2011 target kami Rp 20 miliar, tapi malah diturunkan 25 persen menjadi hanya Rp 14 miliar,” keluhnya.
Pihaknya pun merasa minder jika dibandingkan dengan kondisi kabupaten/kota tetangga, seperti Kotabaru yang anggaran kesehatannya mencapai Rp 160 miliar.
“Kemarin ada pertemuan 600 kepala dinas kesehatan di Surabaya. Dinkes provinsi meminta kami presentasi mewakili Kalsel, tapi kami kurang percaya diri karena kalau kami sampaikan hanya Rp 14 miliar anggarannya, takut gubernur malu,” akunya terang-terangan.
Oleh sebab itu, ia sangat mengharapkan dukungan dari DPRD Kota Banjarmasin agar target anggaran kesehatan sebesar 10 persen dari APBD dapat terealisasi pada tahun 2015 mendatang.
“Kami bagi dari 2010 sekitar 2,45 persen, 2011 kami tempatkan 5 persen, dan dari 2011-2015 kami bagi masing-masing 1 persen sehingga sampai 2015 menjadi 10 persen atau sekitar Rp 178 miliar. Kami tidak ingin meraih seluruhnya, tapi setiap tahun paling tidak ada peningkatan,” harapnya.
Peningkatan anggaran kesehatan ini penting guna mewujudkan sistem jaminan sosial bagi seluruh masyarakat Banjarmasin yang menjadi program pengembangan Dinkes pada tahun 2011-2015 sesuai amanat UUD 1945 pasal 28 bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, pasal 34 ayat 2 bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu dengan martabat manusia, serta UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai perwujudan bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan hidup yang layak sebagaimana dalam deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948.
Salah satu bentuk konkret dari wacana ini adalah seluruh masyarakat Banjarmasin diharapkan telah memiliki jaminan kesehatan yang dibiayai melalui jaminan asuransi kesehatan selambat-lambatnya pada tahun 2015. Hal ini akan diupayakan secara bertahap dengan target cakupan pada tahun 2011 44 persen, 2012 60 persen, hingga 2015 mencapai 100 persen.
“Kami ada punya beberapa pilihan, secara bertahap tentunya, pertama adalah mengajukan perda Jamkesda dimana ada rekomendasi UPTD Jamkesda menjadi BLU (Badan Layanan Usaha). Dengan demikian, UPTD Jamkesda ini bisa menghimpun premi dari masyarakat mampu. Jadi, sekitar 42 persen mulai dari dana Jamkesmas dan Jamkesda klaimnya dibayar oleh pemerintah bagi masyarakat tidak mampu, dan yang 58 persen dari yang mampu, termasuk sekotr formal dan organisasi masyarakat. Selebihnya ada askes dan lain-lain,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar