Titian Pun Disulap Jadi Lapak
Baru sejenak pengguna jalan di kawasan Jl Belitung dapat melintas dengan lega setelah pedagang kaki lima (PKL) Pasar Tungging yang sebelumnya berjualan di bahu jalan direlokasi. Namun, kini PKL kembali marak dan membuat suasana yang tadinya sudah tertata rapi kembali semrawut.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Berawal dari satu pedagang, kemudian beranak pinak menjadi ratusan pedagang. Demikianlah histori di balik kemunculan Pasar Tungging, sebuah pasar kaget yang digelar di tepi Jl Belitung dan sempat eksis dari tahun 1998 sampai dengan pengujung tahun 2009.
“Awalnya ada orang dengan anak dan menantunya menggelar dagangan, tepatnya di depan Gang Keluarga. Mereka menjual barang-barang dari kapal,” tutur Camat Banjarmasin Barat, A Yani.
Kian lama, orang-orang yang berjualan seperti keluarga itu semakin banyak, terutama ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998.
“Banyak orang mencari kerja karena di-PHK. Karena pemerintah tidak bisa memberi makan orang-orang itu, maka mereka yang berjualan di Pasar Tungging dibiarkan saja untuk sementara oleh walikota saat itu, tidak menyangka bahwa akhirnya akan menjadi masalah yang pelik di kemudian hari,” lanjutnya.
Masalah yang dimaksud salah satunya adalah kemacetan karena keberadaan PKL membuat jalan menjadi sempit. Selain itu, keadaan yang semrawut juga berdampak pada turunnya harga jual tanah di kawasan tersebut.
“Warga di sana banyak yang mengeluh karena harga tanah turun, orang tidak berminat lagi. Sekarang kondisinya sudah rapi dan nyaman, harga tanah naik lagi,” ujarnya.
Pada masa pemerintahan Walikota HA Yudhi Wahyuni, akhirnya relokasi PKL Pasar Tungging dapat terealisasi. Pemkot membangun pasar baru untuk menampung para PKL yang masih berlokasi di Jl Belitung, tepatnya di samping Pasar Kalindo. Sebagai kompensasi, para PKL diberikan kios secara gratis untuk berjualan.
“Saya tidak bisa cerita kenapa tidak dari dulu Pasar Tungging ditertibkan, tapi kalau kita tidak punya kepentingan apa susahnya sih? Seperti di Jl Veteran, karena tidak ada kepentingan maka bisa berhasil. Tidak tahu lah ya zaman walikota yang dulu kenapa sulit membongkar,” ucapnya.
Meski awalnya negoisasi sempat alot, namun para PKL akhirnya bersedia juga untuk pindah.
“Mereka diberikan kios gratis di pasar. Awalnya ngamuk-ngamuk juga, tapi negonya tidak begitu lama. Mereka mau pindah karena pemerintah sudah komitmen, walau mereka sempat minta dimundurkan waktu pemindahan sampai setelah lebaran karena pada saat lebaran itulah mereka panen besar,” katanya.
Sayangnya, kondisi Jl Belitung yang tertata rapi hanya bertahan sekejap. Meski sudah ditetapkan sebagai salah satu jalur bebas PKL, nyatanya beberapa waktu belakangan ini PKL kembali marak di kawasan tersebut. Bedanya, jika PKL sebelumnya berjualan di bahu jalan, kini mereka menggelar lapaknya di halaman rumah-rumah warga dan di titian-titian kayu yang dibangun di atas Sungai Belitung yang telah dinormalisasi.
Camat Banjarmasin Barat, A Yani pun mengatakan bahwa selama pemilik halaman atau titian tidak keberatan tidak masalah.
“Itu kan milik warga juga, orang berusaha masa dilarang? Hak dia sebenarnya itu. Kalau yang punya saja tidak melarang ya tidak masalah,” katanya.
Namun, Kepala Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, Ir Muryanta menegaskan bahwa di atas sungai tidak diperkenankan ada aktivitas berjualan sama sekali. Oleh sebab itu, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan SKPD terkait lainnya untuk segera diambil tindakan.
“Di atas sungai itu tidak boleh ada aktivitas berjualan. Tapi dinas terkait lain yang akan mengambil tindakan, yang penting kami sudah memberi tahu. Masyarakat juga kalau mengetahui ada pelanggaran seperti itu, supaya kami diberitahu sehingga kami bisa cepat bertindak,” katanya.
Baru sejenak pengguna jalan di kawasan Jl Belitung dapat melintas dengan lega setelah pedagang kaki lima (PKL) Pasar Tungging yang sebelumnya berjualan di bahu jalan direlokasi. Namun, kini PKL kembali marak dan membuat suasana yang tadinya sudah tertata rapi kembali semrawut.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Berawal dari satu pedagang, kemudian beranak pinak menjadi ratusan pedagang. Demikianlah histori di balik kemunculan Pasar Tungging, sebuah pasar kaget yang digelar di tepi Jl Belitung dan sempat eksis dari tahun 1998 sampai dengan pengujung tahun 2009.
“Awalnya ada orang dengan anak dan menantunya menggelar dagangan, tepatnya di depan Gang Keluarga. Mereka menjual barang-barang dari kapal,” tutur Camat Banjarmasin Barat, A Yani.
Kian lama, orang-orang yang berjualan seperti keluarga itu semakin banyak, terutama ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998.
“Banyak orang mencari kerja karena di-PHK. Karena pemerintah tidak bisa memberi makan orang-orang itu, maka mereka yang berjualan di Pasar Tungging dibiarkan saja untuk sementara oleh walikota saat itu, tidak menyangka bahwa akhirnya akan menjadi masalah yang pelik di kemudian hari,” lanjutnya.
Masalah yang dimaksud salah satunya adalah kemacetan karena keberadaan PKL membuat jalan menjadi sempit. Selain itu, keadaan yang semrawut juga berdampak pada turunnya harga jual tanah di kawasan tersebut.
“Warga di sana banyak yang mengeluh karena harga tanah turun, orang tidak berminat lagi. Sekarang kondisinya sudah rapi dan nyaman, harga tanah naik lagi,” ujarnya.
Pada masa pemerintahan Walikota HA Yudhi Wahyuni, akhirnya relokasi PKL Pasar Tungging dapat terealisasi. Pemkot membangun pasar baru untuk menampung para PKL yang masih berlokasi di Jl Belitung, tepatnya di samping Pasar Kalindo. Sebagai kompensasi, para PKL diberikan kios secara gratis untuk berjualan.
“Saya tidak bisa cerita kenapa tidak dari dulu Pasar Tungging ditertibkan, tapi kalau kita tidak punya kepentingan apa susahnya sih? Seperti di Jl Veteran, karena tidak ada kepentingan maka bisa berhasil. Tidak tahu lah ya zaman walikota yang dulu kenapa sulit membongkar,” ucapnya.
Meski awalnya negoisasi sempat alot, namun para PKL akhirnya bersedia juga untuk pindah.
“Mereka diberikan kios gratis di pasar. Awalnya ngamuk-ngamuk juga, tapi negonya tidak begitu lama. Mereka mau pindah karena pemerintah sudah komitmen, walau mereka sempat minta dimundurkan waktu pemindahan sampai setelah lebaran karena pada saat lebaran itulah mereka panen besar,” katanya.
Sayangnya, kondisi Jl Belitung yang tertata rapi hanya bertahan sekejap. Meski sudah ditetapkan sebagai salah satu jalur bebas PKL, nyatanya beberapa waktu belakangan ini PKL kembali marak di kawasan tersebut. Bedanya, jika PKL sebelumnya berjualan di bahu jalan, kini mereka menggelar lapaknya di halaman rumah-rumah warga dan di titian-titian kayu yang dibangun di atas Sungai Belitung yang telah dinormalisasi.
Camat Banjarmasin Barat, A Yani pun mengatakan bahwa selama pemilik halaman atau titian tidak keberatan tidak masalah.
“Itu kan milik warga juga, orang berusaha masa dilarang? Hak dia sebenarnya itu. Kalau yang punya saja tidak melarang ya tidak masalah,” katanya.
Namun, Kepala Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, Ir Muryanta menegaskan bahwa di atas sungai tidak diperkenankan ada aktivitas berjualan sama sekali. Oleh sebab itu, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan SKPD terkait lainnya untuk segera diambil tindakan.
“Di atas sungai itu tidak boleh ada aktivitas berjualan. Tapi dinas terkait lain yang akan mengambil tindakan, yang penting kami sudah memberi tahu. Masyarakat juga kalau mengetahui ada pelanggaran seperti itu, supaya kami diberitahu sehingga kami bisa cepat bertindak,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar