BANJARMASIN – Kenaikan harga gula yang terjadi sebagai dampak ditahannya ribuan ton gula rafinasi yang tidak dilengkapi dokumen oleh kepolisian, menjadi perhatian lembaga legislatif. Hal ini tak terlepas dari harga gula yang mencapai Rp 11-12 ribu per kilogram, sedangkan sebelumnya hanya berkisar Rp 10 ribu per kilogram.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalsel, M Ihsanudin (29/11) mengatakan bahwa untuk menekan harga gula yang sekarang merangkak naik melewati batas psikologis, kuncinya terletak pada ketersediaan stok.
“Itu sudah mekanisme pasar, tidak bisa diatur-atur. Stok tercukupi dan harga akan stabil,” ujarnya.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi agar permasalahan seperti sekarang tidak terulang lagi di kemudian hari, menurutnya diperlukan kebijakan politis dimana pembatasan soal peredaran gula rafinasi perlu ditinjau kembali.
“Perlu kebijakan dari pusat untuk mempertimbangkan kembali bahwa daerah-daerah tertentu perlu diberi keleluasaan. Oke ada kuota bisa mengedarkan sampai tingkat sekian, karena kaitannya dengan perlindungan petani. Kalau kita memikirkan daerah kita sendiri, memang kita tidak ada pabrik tebu dan petani tebu, tapi di daerah lain,” katanya.
Apalagi, menurutnya gula rafinasi aman dikonsumsi. Sedangkan kasus penahanan yang terjadi semata merupakan masalah hukum karena jumlah barang yang disebutkan dalam dokumen tidak sesuai dengan kenyataannya.
“Nah, poin yang kita ambil ke depan ada usulan penangangan distribusi gula perlu di-create mungkin dari perusahaan daerah dan perlu perjuangan ke pusat juga bahwa kenyataannya stok gula ini kalau kita cuma mengandalkan gula kristal putih tidak cukup,” tambahnya.
Akibatnya, jika terjadi kekosongan stok gula rafinasi, akan mendorong inflasi tinggi dan kondisi inilah yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia timur.
“Kita harus minta ke pusat untuk dipertimbangkan lagi kebijakan itu. Karena memang secara real di lapangan, gula rafinasi beredar dan tidak berbahaya bagi masyarakat. Cuma nanti ada komposisi ideal dimana petani tebu tidak dirugikan dan masyarakat juga tidak dibebani dengan harga yang tinggi,” tandasnya.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalsel, M Ihsanudin (29/11) mengatakan bahwa untuk menekan harga gula yang sekarang merangkak naik melewati batas psikologis, kuncinya terletak pada ketersediaan stok.
“Itu sudah mekanisme pasar, tidak bisa diatur-atur. Stok tercukupi dan harga akan stabil,” ujarnya.
Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi agar permasalahan seperti sekarang tidak terulang lagi di kemudian hari, menurutnya diperlukan kebijakan politis dimana pembatasan soal peredaran gula rafinasi perlu ditinjau kembali.
“Perlu kebijakan dari pusat untuk mempertimbangkan kembali bahwa daerah-daerah tertentu perlu diberi keleluasaan. Oke ada kuota bisa mengedarkan sampai tingkat sekian, karena kaitannya dengan perlindungan petani. Kalau kita memikirkan daerah kita sendiri, memang kita tidak ada pabrik tebu dan petani tebu, tapi di daerah lain,” katanya.
Apalagi, menurutnya gula rafinasi aman dikonsumsi. Sedangkan kasus penahanan yang terjadi semata merupakan masalah hukum karena jumlah barang yang disebutkan dalam dokumen tidak sesuai dengan kenyataannya.
“Nah, poin yang kita ambil ke depan ada usulan penangangan distribusi gula perlu di-create mungkin dari perusahaan daerah dan perlu perjuangan ke pusat juga bahwa kenyataannya stok gula ini kalau kita cuma mengandalkan gula kristal putih tidak cukup,” tambahnya.
Akibatnya, jika terjadi kekosongan stok gula rafinasi, akan mendorong inflasi tinggi dan kondisi inilah yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia timur.
“Kita harus minta ke pusat untuk dipertimbangkan lagi kebijakan itu. Karena memang secara real di lapangan, gula rafinasi beredar dan tidak berbahaya bagi masyarakat. Cuma nanti ada komposisi ideal dimana petani tebu tidak dirugikan dan masyarakat juga tidak dibebani dengan harga yang tinggi,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar