BANJARMASIN – Nasib mantan karyawan Perusahaan Daerah (PD) Kayuh Baimbai Utama (KBU) yang tidak mendapatkan gaji yang menjadi haknya pada periode tahun 2008-2009, hingga kini masih digantung.
Pada pertemuan kedua antara para mantan karyawan dengan manajemen perusahaan yang difasilitasi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin kemarin (8/2), pihak manajemen yang diwakili langsung oleh Direktur Utama PD KBU, Masmanadi belum bisa memberikan jawaban yang memuaskan.
Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor Dinsosnaker itu, ia mengaku kesulitan untuk melakukan komunikasi dengan Pemerintah Kota Banjarmasin selaku owner atau pemilik perusahaan.
“Bagaimanapun saya juga harus koordiansi ke atas, tapi sampai sekarang belum bisa ketemu,” ujarnya.
Adapun jumlah gaji yang belum dibayar sejak bulan November 2008 sampai perusahaan terakhir beroperasi pada bulan Desember 2009 tercatat sebesar Rp 160.033.380, terdiri dari gaji 12 orang karyawan dan dirut PD KBU sendiri.
Hal ini pula yang sempat dikeluhkan oleh Masmanadi. Selain itu, ia juga mengeluhkan soal ketidakjelasan tempat berlindung bagi BUMD yang dipimpinnya sejak akhir tahun 2007 itu., perusahan daerah di daerah lain-lain di bagian ekonomi.
“Tidak jelas berlindung dimana, kalau perusahan daerah di daerah lain di bagian ekonomi,” katanya.
Sementara itu, Dinsosnaker rencananya akan kembali menggelar pertemuan ketiga pada hari Senin (14/2) depan. Jika masih tidak membuahkan hasil juga, maka kasus ini terpaksa harus diselesaikan lewat jalur pengadilan hubungan industrial (PHI). Pertemuan pertama sendiri digelar pada tanggal 31 Januari 2011 lalu.
“Tadinya para mantan karyawan KBU ini tidak tahu bagaimana caranya untuk menuntut gaji mereka itu, sehingga mereka kemudian bertanya kepada kami. Dalam peraturan, setelah dua tahun gaji tidak bisa dituntut lagi. Makanya, mereka cepat-cepat mengurus,” tutur Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Kelembagaan Dinsosnaker Kota Banjarmasin, Misrukiah.
Fungsional Hubungan Industrial Dinsosnaker Kota Banjarmasin, S Simanjuntak menambahkan kalau sampai tiga kali pemanggilan tidak ada jawaban dari manajemen perusahaan, maka pihakny akan membuat surat anjuran yang merupakan semacam resume hasil pertemuan disertai pertimbangan hukum dari Dinsosnaker. Surat anjuran tersebut berfungsi sebagai dasar gugatan ke PHI.
“Yang bisa memerintahkan untuk membayar hanya pengadilan. Tapi PHI tidak akan menerima suatu perkara sebelum ditangani di sini,” terangnya.
Karena melibatkan perusahaan milik pemerintah daerah, diakuinya penyelesaian akan sedikit rumit.
“Masalahnya, pengeluaran pemerintah itu kan harus teranggarkan karena yang dikeluarkan adalah uang negara. Selain itu, kalau harus menjual aset, tentu tidak semudah menjual aset milik swasta. Kami pun sebetulnya cukup puyeng menangani masalah ini, tapi kami juga tidak mungkin menolak,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar