Penampilan memelas dengan pakaian lusuh dan bentuk tubuh yang tidak sempurna, ternyata masih dianggap tak cukup untuk menerbitkan belas kasihan orang lain. Guna mendapatkan uang yang lebih banyak, sebagian gepeng ternyata ada yang menggunakan jimat untuk keselamatan sekaligus pengasihan.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Sufiyan tak sendiri. Di dalam ruangan yang nyaris kosong tanpa perabot itu, terdapat enam orang lainnya lagi, salah satunya adalah istrinya yang bernama Turiah. Mereka semua berasal dari Sumenep, Madura. Di Banjarmasin, mereka juga tinggal di kawasan yang sama, yakni di Kelayan, daerah yang selama ini dikenal sebagai “markas” gepeng. Inilah yang membuat petugas curiga bahwa ada koordinator yang mengotaki kedatangan mereka ke sini.
Namun, Sufiyan mengaku datang ke Banjarmasin untuk menyusul anaknya.
“Anak saya tinggal di sini,” ucapnya.
Dari data yang dimiliki Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin, gepeng-gepeng yang datang dari luar daerah kebanyakan memang berasal dari Jawa Timur, khususnya Madura.
“Kalau dari Madura pasti pakai jimat, biasanya sampai tiga atau empat,” ujar M Sidik, salah seorang petugas di panti sosial.
Dengan membawa jimat, para gepeng mengaku pendapatannya jadi lebih banyak.
“Soalnya orang kalau melihat jadi kasihan,” tambahnya.
Jimat yang digunakan bermacam-macam, ada yang berupa minyak, kayu-kayuan, kertas yang sudah ditulisi dengan ayat-ayat, dan sebagainya. Sebagian gepeng ada yang mengaku bahwa jimat itu diperoleh dari koordinator.
Dituturkannya, kalau ada jimat itu, para gepeng jadi lebih percaya diri dan berani melawan, tapi kalau dilepas mereka jadi lemah dan mau menurut. Oleh sebab itu, jimat-jimat tersebut terpaksa disita untuk selanjutnya dibakar.
“Sebelum dibakar, biasanya disobek dulu untuk melihat apa isinya. Soalnya kami penasaran juga. Isinya cuma kertas yang ditulisi ayat-ayat, uang, minyak, atau kayu,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar