Implementasi peraturan tentang kawasan dilarang merokok di sejumlah daerah banyak yang tidak berhasil. Demikian pula di Banjarmasin. Meski telah diatur dengan SK Walikota Nomor 207 Tahun 2006, namun nyatanya masih banyak ditemukan orang merokok di berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial, termasuk di lingkungan Balaikota.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Seorang pria berseragam PNS nampak tengah menghisap rokoknya dengan nikmat. Tak jauh dari tempatnya duduk, terdapat sebuah plang bertuliskan “Kawasan Dilarang Merokok di Lingkungan Balaikota Banjarmasin”.
Ketika penulis mendekatinya dan bertanya mengapa ia berani merokok sementara ada larangan merokok di kawasan tersebut, dengan enteng ia menjawab bahwa larangan itu sudah lama tidak berlaku.“Satpol PP juga tidak pernah menegur,” ujarnya.
Namun, setelah itu ia langsung buru-buru membuang rokok di tangannya.
Beberapa orang PNS lain yang ditanya pun memberi pernyataan serupa, bahwa peraturan tentang larangan merokok di lingkungan Balaikota sudah tidak berlaku. Namun, dari pantauan, plang larangan jelas-jelas masih tegak berdiri. Sebelumnya, plang tersebut berjumlah tiga buah yang tersebar di tiga lokasi. Akan tetapi, sejak beberapa hari lalu, salah satu plang yang ditempatkan di depan Aula Kayuh Baimbai tidak terlihat lagi.
Sebetulnya, di Balaikota sudah disediakan ruangan khusus merokok atau smoking area, meski tidak tepat juga kalau disebut ruangan karena bentuknya berupa taman terbuka berukuran sekitar dua kali empat meter. Letaknya satu blok dengan ruang kerja walikota di lantai dua. Tempatnya cukup asri dengan sejumlah pot tanaman dan tiga buah tempat duduk.
Namun, tetap saja orang-orang banyak yang merokok di sembarang tempat. Ironisnya, petugas Satpol PP yang semestinya bertugas menegakkan peraturan juga termasuk dalam kelompok ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, Diah R Praswati mengatakan bahwa tidak optimalnya peraturan tentang kawasan dilarang merokok salah satunya disebabkan karena tidak disertai dengan sanksi yang tegas dan pengawasan.
“Sulit memang untuk menerapkan peraturan larangan merokok ini, perlu sosialiasi terus menerus. Orang kesehatan saja masih banyak kok yang merokok. Intinya, harus terus diingatkan dan didorong untuk menyadarkan tentang bahaya merokok,” katanya.
Data dari Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2007 terkait belanja rumah tangga di Kota Banjarmasin, diketahui bahwa belanja kesehatan masih lebih rendah (2,5%) jika dibandingkan dengan belanja yang dikeluarkan untuk rokok dan alkohol (4,7 %).
“Kalau mereka mau berhenti merokok, uangnya kan bisa dialihkan untuk membayar jaminan kesehatan,” tambahnya.
Sedangkan dari hasil Riskedas (Riset Kesehatan Dasar) 2010 menunjukkan tingginya angka perokok di Kalsel, terutama di kalangan remaja dimana angka perokok usia 15-19 tahun mencapai 43,3 persen. Angka perokok di usia 10-14 tahun juga cukup tinggi, yakni 17,5 persen. Selain itu, diketahui pula bahwa 1,7 persen anak usia 5-9 tahun sudah pernah merokok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar