BANJARMASIN – Derasnya kucuran kredit ke sektor otomotif mendorong pemerintah
untuk melakukan pembatasan karena dikhawatirkan terjadi bubble (gelembung) ekonomi.
Salah satu opsi yang tengah digodok adalah menaikkan batas minimal down payment (DP) atau uang muka kredit sebesar 30 persen seperti
yang disarankan Bank Indonesia.
Namun, sejauh ini perusahaan pembiayaan atau finance belum menunjukkan
tanda-tanda akan
mengikuti
anjuran tersebut, karena pertumbuhan kredit otomotif tahun ini dinilai masih aman.
Seperti dikatakan Operation Head Astra Credit Companies (ACC) Banjarmasin
Halomoan Siburian, saat ini pihaknya masih
mempertahankan porsi DP di angka 20 persen.
“Tapi kalau pembatasan nanti benar-benar diterapkan, kita pasti akan
ikut regulasi pemerintah,” ujarnya.
Kekhawatiran
terjadinya gelembung ekonomi di sektor kredit otomotif sendiri muncul karena konsumen di dalam negeri kini semakin dimudahkan
dalam proses pembelian kendaraan.
Di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi yang tinggi bisa menimbulkan kerawanan jika
terjadi gejolak ekonomi yang menyebabkan nasabah gagal bayar.
“Baik DP tinggi maupun rendah memiliki plus dan minus masing-masing,”
katanya.
Dengan DP rendah, konsumen akan diuntungkan karena di awal tidak harus mengeluarkan uang banyak, tapi konsekuensinya angsuran
tiap bulan cukup besar.
“Untuk perusahaan pembiayaan, dengan DP rendah maka akan lebih banyak uang perusahaan
yang terpakai,” lanjutnya.
Sedangkan dengan DP tinggi, imbasnya
tentu memberatkan konsumen sehingga membuat perusahaan pembiayaan cemas
penjualan otomotif akan turun.
“Walaupun ada juga sisi positifnya, dimana DP tinggi akan menimbulkan rasa memiliki yang lebih besar pada
pemilik kendaraan, sehingga akan lebih bertanggung jawab,” tambahnya.
Sementara itu, Pemimpin Bank Bukopin Cabang Banjarmasin
Zulfikar Andiko mengatakan bahwa wacana pembatasan kredit
otomotif tidak akan terlalu berdampak pada bisnis perusahaan.
Pasalnya, selama ini Bank
Bukopin lebih fokus pada sektor kredit produktif, seperti alat transportasi
untuk pertambangan. Diungkapkannya, portofolio untuk kredit
konsumtif seperti mobil tidak begitu besar, bahkan tidak sampai lima persen
dari
total pembiayaan yang disalurkan.
“Kalau sektor
produktif, tidak perlu khawatir bubble
karena ada usahanya. Tapi kalau konsumtif, bisa saja karena
kendaraan yang digunakan tidak menghasilkan dalam
arti secara
langsung,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar