BANJARMASIN - Realisasi pembiayaan atau kredit yang dikucurkan perbankan untuk sektor pertambangan dan penggalian di Kalimantan Selatan terus meningkat. Bank Indonesia Banjarmasin mencatat bahwa sampai posisi Juli 2011, penyaluran kredit perbankan ke salah satu sektor ekonomi andalan Kalsel tersebut mencapai Rp 1,69 triliun.
Pemimpin Bank Indonesia Banjarmasin Khairil Anwar mengatakan, dibanding posisi Desember 2010, realiasi kredit sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan sekitar Rp 550 miliar atau 33 persen. Pada akhir tahun lalu, realisasinya hanya mencapai Rp 1,14 triliun.
"Porsi kredit sektor pertambangan dan penggalian ini mencapai 7 persen dari total kredit sampai posisi Juli 2011 yang sebesar Rp 24,5 triliun," ujarnya, kemarin.
Dibanding sektor ekonomi dominan lainnya, realisasi kredit untuk sektor pertambangan dan penggalian merupakan yang terbesar keempat setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pertanian, serta sektor jasa-jasa.
Adapun perbankan yang paling gencar mengucurkan kredit di sektor pertambangan dan penggalian di Kalsel adalah bank swasta nasional dengan nilai kredit mencapai Rp 945 miliar atau sekitar 56 persen dari total nilai kredit keseluruhan. Disusul bank pemerintah dan daerah dengan nilai kredit Rp 476 miliar atau 28 persen.
"Selebihnya dari bank asing dan campuran dengan nilai Rp 288 miliar atau 16 persen dan Bank Perkreditan Rakyat dengan kontribusi Rp 1,2 m atau 0,07 persen," terangnya.
Dilihat dari peruntukkannya, sekitar 20 persen atau Rp 338 miliar merupakan kredit investasi, 32 persen atau Rp 543 miliar untuk modal kerja, dan sisanya untuk lain-lain. Dibanding posisi Desember 2010, terdapat peningkatan masing-masing 55 persen untuk investasi dan 42 persen untuk modal kerja.
Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia Banjarmasin Agus Hartanto menambahkan, peningkatan kredit untuk investasi dan modal kerja ini merupakan indikasi yang baik karena akan membawa efek ganda terhadap sektor ekonomi ikutan dari sektor pertambangan dan penggalian, seperti transportasi dan sebagainya.
"Kredit investasi dan modal kerja itu merupakan kredit produktif, sehingga akan membawa multiflier effect dalam perekonomian Kalsel," katanya.
Di sisi lain, rasio non performing loan (NPL) atau kredit macet untuk kredit pertambangan di Kalsel tergolong cukup tinggi. Pada triwulan I 2011, NPL sektor pertambangan mencapai 3,8 persen. Pada triwulan II 2011, angkanya membengkak menjadi 6,7 persen. Tingginya NPL ini terjadi seiring dengan produktifitas tambang batubara yang menurun akibat peningkatan intensitas curah hujan pada periode tersebut.
Pemimpin Bank Indonesia Banjarmasin Khairil Anwar mengatakan, dibanding posisi Desember 2010, realiasi kredit sektor pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan sekitar Rp 550 miliar atau 33 persen. Pada akhir tahun lalu, realisasinya hanya mencapai Rp 1,14 triliun.
"Porsi kredit sektor pertambangan dan penggalian ini mencapai 7 persen dari total kredit sampai posisi Juli 2011 yang sebesar Rp 24,5 triliun," ujarnya, kemarin.
Dibanding sektor ekonomi dominan lainnya, realisasi kredit untuk sektor pertambangan dan penggalian merupakan yang terbesar keempat setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pertanian, serta sektor jasa-jasa.
Adapun perbankan yang paling gencar mengucurkan kredit di sektor pertambangan dan penggalian di Kalsel adalah bank swasta nasional dengan nilai kredit mencapai Rp 945 miliar atau sekitar 56 persen dari total nilai kredit keseluruhan. Disusul bank pemerintah dan daerah dengan nilai kredit Rp 476 miliar atau 28 persen.
"Selebihnya dari bank asing dan campuran dengan nilai Rp 288 miliar atau 16 persen dan Bank Perkreditan Rakyat dengan kontribusi Rp 1,2 m atau 0,07 persen," terangnya.
Dilihat dari peruntukkannya, sekitar 20 persen atau Rp 338 miliar merupakan kredit investasi, 32 persen atau Rp 543 miliar untuk modal kerja, dan sisanya untuk lain-lain. Dibanding posisi Desember 2010, terdapat peningkatan masing-masing 55 persen untuk investasi dan 42 persen untuk modal kerja.
Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia Banjarmasin Agus Hartanto menambahkan, peningkatan kredit untuk investasi dan modal kerja ini merupakan indikasi yang baik karena akan membawa efek ganda terhadap sektor ekonomi ikutan dari sektor pertambangan dan penggalian, seperti transportasi dan sebagainya.
"Kredit investasi dan modal kerja itu merupakan kredit produktif, sehingga akan membawa multiflier effect dalam perekonomian Kalsel," katanya.
Di sisi lain, rasio non performing loan (NPL) atau kredit macet untuk kredit pertambangan di Kalsel tergolong cukup tinggi. Pada triwulan I 2011, NPL sektor pertambangan mencapai 3,8 persen. Pada triwulan II 2011, angkanya membengkak menjadi 6,7 persen. Tingginya NPL ini terjadi seiring dengan produktifitas tambang batubara yang menurun akibat peningkatan intensitas curah hujan pada periode tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar