Padahal Daerah Endemis DBD
BANJARMASIN – Sebagai daerah endemik demam berdarah dengue (DBD), Kota Banjarmasin justru tak punya alat pengolah trombosit yang memadai.
“Usianya sudah 10 tahun, setiap 5-6 jam dipakai biasanya ‘ngambek’ dulu,” ujar Kepala Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Banjarmasin Sri Yanto, kemarin.
Di Kalimantan Selatan, hanya UDD PMI Kota Banjarmasin yang punya alat untuk mengolah trombosit tersebut. Padahal, selain daerah endemik DBD, Kota Banjarmasin juga menjadi rujukan pasien dari daerah lain di Kalsel, bahkan dari provinsi tetangga seperti Kalimantan Tengah.
Hanya saja, harga alat yang mahal membuat pihaknya tak bisa berbuat banyak. Menurut Sri Yanto, harga alat pengolah trombosit dengan kualitas terbaik mencapai Rp 800 juta.
“Yang paling murah Rp 500 juta,” katanya.
Oleh sebab itu, ia sangat berharap adanya partisipasi dari pihak ketiga sebagai sponsor untuk pengadaan alat pengolah trombosit yang baru tersebut. Pasalnya, dana investasi PMI Kota Banjarmasin sangat minim karena sumber pembiayaan hanya satu, yakni dari biaya penggantian pengolahan darah (BPPD).
Diungkapkannya, biaya operasional UDD PMI Kota Banjarmasin mencapai Rp 250 juta perbulan, dan hampir 80 persennya dialokasikan untuk pengadaan bahan dan alat pengolahan darah, seperti reagen, kantong darah, dan sarana prasarana lainnya.
Selain alat pengolah trombosit, UDD PMI Kota Banjarmasin juga kekurangan blood bank refrigerator atau kulkas penyimpan darah. Akibatnya, jika stok darah sedang melimpah, pihaknya pun dipusingkan dengan masalah penyimpanannya.
Menurutnya, saat ini partisipasi masyarakat untuk mendonorkan darah secara sukarela menunjukkan tren peningkatan.
“Saat ini ada sekitar 10 instansi yang rutin melakukan donor darah pertiga bulan,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar