Pemda Lebih Getol Urusi Kesenian
Sampai tahun 2011, terdapat sembilan bangunan di Kota Banjarmasin yang telah diberi gelar situs cagar budaya. Selain Kelenteng Suci Nurani dan Gereja Katedral yang baru ditetapkan tahun ini, ada makam dan Mesjid Sultan Suriansyah, komplek makam Pangeran Antasari, makam Surgi Mufti, makam Ratu Zaleha, Kelenteng Karta Raharja, dan Museum Wasaka. Lantas, bagaimana perhatian pemerintah terhadap asetnya yang satu ini?
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
"Mesjid Sultan Suriansyah"
Sampai tahun 2011, terdapat sembilan bangunan di Kota Banjarmasin yang telah diberi gelar situs cagar budaya. Selain Kelenteng Suci Nurani dan Gereja Katedral yang baru ditetapkan tahun ini, ada makam dan Mesjid Sultan Suriansyah, komplek makam Pangeran Antasari, makam Surgi Mufti, makam Ratu Zaleha, Kelenteng Karta Raharja, dan Museum Wasaka. Lantas, bagaimana perhatian pemerintah terhadap asetnya yang satu ini?
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
"Mesjid Sultan Suriansyah"
Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata (Disporbudpar) Kalimantan Selatan Agus Triatno, kewajiban pemerintah antara lain memberikan sertifikasi, melakukan pemugaran jika dibutuhkan, serta mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian cagar budaya.
“Dari APBN ada honor untuk jurpel (juru pelihara, Red) Rp 600 ribu perbulan,” ujarnya, kemarin.
Dalam UU, disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin pemerintah. Anehnya, tak ada tim khusus yang melakukan pengawasan terkait hal ini.
“Kita hanya menunggu laporan dari kabupaten atau kota, karena bendanya ada di sana. Selain itu, itu merupakan tugas pokok jurpel, setiap bulan mereka harus memberi laporan,” sambungnya.
Dari hasil monitoring, ia menilai kepedulian pemerintah kabupaten maupun kota memang agak kurang terhadap masalah kepurbakalaan. Indikasinya adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang berlatar belakang sejarah dan penempatan pegawai yang terkesan asal.
“Prinsip right man on the right place belum diterapkan,” tukasnya.
Tudingan ini sendiri tak ditampik Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Kota Banjarmasin Mujiyat. Diakuinya, selama ini pihaknya lebih getol memerhatikan perkembangan kesenian.
“Sebenarnya tanggung jawabnya melekat, tapi tidak intens, jadi tidak terlalu fungsional. Kami lebih banyak ke seni,” sambungnya.
Dijelaskannya, dulu masalah cagar budaya ditangani langsung oleh pemerintah pusat melalui unit Museum dan Purbakala (Muskala). Setelah otonomi daerah, kewenangan diserahkan ke seksi kepurbakalaan di Dinas Pariwisata dan Budaya yang ada di daerah.
“Pemerintah provinsi dan kota punya kewenangan dalam pengelolaan cagar budaya, cuma pembagian tugasnya samar. Jadi, kalo ngomong susah juga. Sekarang kami hanya memberi uang pemeliharaan untuk jurpel Rp 200 ribu-Rp 300 perbulan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar