BANJARMASIN – Janji Pertamina menormalkan pasokan elpiji 3 kg dalam beberapa hari belum terbukti. Hingga saat ini, elpiji 3 kg masih langka di pasaran dan menjadi rebutan. Pengguna elpiji 3 kg pun harus berkeliling kota demi mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah (mitan) itu.
Dari pantauan Radar Banjarmasin kemarin, sejumlah penyalur elpiji 3 kg ramai-ramai memasang pengumuman “Gas 3 Kg Habis” di depan kios masing-masing. Parahnya, sejak beberapa hari lalu harga elpiji 3 kg di tingkat eceran melonjak dari normalnya Rp 15 ribu-Rp 16 ribu pertabung menjadi rata-rata Rp 17 ribu pertabung.
Banur, penyalur elpiji 3 kg di Jl Anang Adenansi mengungkapkan, terakhir ia mendapat kiriman elpiji 3 kg dari agen pada Minggu (8/1) malam, dan langsung ludes pada Senin (9/1) paginya.
“Banyak yang cari karena langka. Sampai yang jauh-jauh beli di sini juga,” ujarnya.
Ia sendiri sudah melakukan pemesan elpiji 3 kg lagi ke agen. Namun, pesanannya tak bisa langsung dikirim karena menurut keterangan agen, stok sedang kosong.
“Biasanya kalau saya pesan langsung dikirim. Tapi sekarang harus nunggu 2-3 hari,” sambungnya.
Selain pasokan yang tersendat, jatah elpiji 3 kg yang diterimanya juga dipangkas. Jika sebelumnya ia bisa mendapat 50 tabung pada setiap pengiriman, kini hanya sekitar 20-30 tabung. Seiring dengan kelangkaan elpiji 3 kg, Banur pun menaikkan harga jual.
“Normalnya Rp 15 ribu-Rp 16 ribu, sekarang jadi Rp 17 ribu. Kalau di pangkalan harganya sesuai HET,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Suryadi, penyalur elpiji 3 kg di Jl Veteran Km 5. Sejak tiga hari lalu, ia menaikkan harga elpiji 3 kg yang dijualnya dari Rp 15 ribu menjadi Rp 17 ribu. Kelangkaan elpiji mulai dirasakannya dalam sebulan terakhir.
“Kalau pesan tidak bisa full, biasanya 150-180 tabung jadi 50 tabung saja Itupun harus menunggu hingga seminggu,” tuturnya.
Selain elpiji 3 kg, menurutnya dalam seminggu ini pasokan elpiji 12 kg juga tersendat. Hal ini otomatis berdampak terhadap harga. Jika normalnya harga elpiji 12 kg berkisar Rp 98 ribu-Rp 100 ribu, kini harganya mencapai Rp 120 ribu. (naz)
Mitan Diganti Sandal Jepit
Di tengah kelangkaan elpiji 3 kg, masyarakat kian dipusingkan karena harga mitan di eceran makin tak terkendali. Menurut sejumlah pedagang, tidak ada masalah dengan pasokan mitan. Hanya saja, harganya terus mengalami kenaikan. Kenaikan harga mitan sendiri terjadi mulai di tingkat agen.
Saat ini, harga mitan di tingkat eceran rata-rata berkisar Rp 9 ribu-Rp 10 ribu perliter. Kenaikan harga ini pun membuat masyarakat mengurangi pembelian. Jika biasanya mengisi satu jeriken penuh, sekarang banyak masyarakat yang hanya membeli 1-2 liter saja.
Bahkan, ada juga warga yang beralih dari kompor minyak ke kayu bakar untuk menghemat penggunaan mitan. Contohnya Fitriani, warga Jl Pengambangan RT 1 Kelurahan Pengambangan Kecamatan Banjarmasin Timur.
“Setelah harga mitan naik, saya pakai dapur (tungku, Red). Sebelumnya pakai kompor minyak,” ujarnya, kemarin.
Sebenarnya, ia sudah mendapat pembagian paket tabung gas elpiji 3 kg. Namun, tak pernah dipakai dan hanya disimpan karena ia tak berani menggunakannya. Ia merasa trauma dengan kasus-kasus ledakan elpiji yang pernah terjadi sebelumnya.
Akhirnya, meski harga mitan meroket, ia tetap setia. Kalau mitan yang dibutuhkan untuk membakar kayu di tungku sedang susah dicari, ibu rumah tangga itu tak kehabisan akal. Sandal jepit bekas yang sudah tak terpakai pun dijadikan gantinya. Sandal jepit yang berbahan dasar karet dan lem memang mudah terbakar.
“Kalau mitan tidak ada, getah sandal jepit dibanam (dibakar, Red),” selorohnya.
Di lingkungan tempat tinggal Fitriani, warga yang sudah menggunakan elpiji bisa dihitung jari. Rata-rata mengaku masih takut sehingga mereka tetap bertahan menggunakan mitan, seperti diakui Noor Asiah. Beberapa kali ketika sang suami pergi ke Marabahan, ia titip dibelikan mitan di daerah yang belum menerapkan konversi itu karena harganya lebih murah.
“Dapat saja 10 liter, tahan berapa minggu. Tapi tidak bisa banyak-banyak, takut dirazia,” ucapnya.
Dari pantauan Radar Banjarmasin kemarin, sejumlah penyalur elpiji 3 kg ramai-ramai memasang pengumuman “Gas 3 Kg Habis” di depan kios masing-masing. Parahnya, sejak beberapa hari lalu harga elpiji 3 kg di tingkat eceran melonjak dari normalnya Rp 15 ribu-Rp 16 ribu pertabung menjadi rata-rata Rp 17 ribu pertabung.
Banur, penyalur elpiji 3 kg di Jl Anang Adenansi mengungkapkan, terakhir ia mendapat kiriman elpiji 3 kg dari agen pada Minggu (8/1) malam, dan langsung ludes pada Senin (9/1) paginya.
“Banyak yang cari karena langka. Sampai yang jauh-jauh beli di sini juga,” ujarnya.
Ia sendiri sudah melakukan pemesan elpiji 3 kg lagi ke agen. Namun, pesanannya tak bisa langsung dikirim karena menurut keterangan agen, stok sedang kosong.
“Biasanya kalau saya pesan langsung dikirim. Tapi sekarang harus nunggu 2-3 hari,” sambungnya.
Selain pasokan yang tersendat, jatah elpiji 3 kg yang diterimanya juga dipangkas. Jika sebelumnya ia bisa mendapat 50 tabung pada setiap pengiriman, kini hanya sekitar 20-30 tabung. Seiring dengan kelangkaan elpiji 3 kg, Banur pun menaikkan harga jual.
“Normalnya Rp 15 ribu-Rp 16 ribu, sekarang jadi Rp 17 ribu. Kalau di pangkalan harganya sesuai HET,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Suryadi, penyalur elpiji 3 kg di Jl Veteran Km 5. Sejak tiga hari lalu, ia menaikkan harga elpiji 3 kg yang dijualnya dari Rp 15 ribu menjadi Rp 17 ribu. Kelangkaan elpiji mulai dirasakannya dalam sebulan terakhir.
“Kalau pesan tidak bisa full, biasanya 150-180 tabung jadi 50 tabung saja Itupun harus menunggu hingga seminggu,” tuturnya.
Selain elpiji 3 kg, menurutnya dalam seminggu ini pasokan elpiji 12 kg juga tersendat. Hal ini otomatis berdampak terhadap harga. Jika normalnya harga elpiji 12 kg berkisar Rp 98 ribu-Rp 100 ribu, kini harganya mencapai Rp 120 ribu. (naz)
Mitan Diganti Sandal Jepit
Di tengah kelangkaan elpiji 3 kg, masyarakat kian dipusingkan karena harga mitan di eceran makin tak terkendali. Menurut sejumlah pedagang, tidak ada masalah dengan pasokan mitan. Hanya saja, harganya terus mengalami kenaikan. Kenaikan harga mitan sendiri terjadi mulai di tingkat agen.
Saat ini, harga mitan di tingkat eceran rata-rata berkisar Rp 9 ribu-Rp 10 ribu perliter. Kenaikan harga ini pun membuat masyarakat mengurangi pembelian. Jika biasanya mengisi satu jeriken penuh, sekarang banyak masyarakat yang hanya membeli 1-2 liter saja.
Bahkan, ada juga warga yang beralih dari kompor minyak ke kayu bakar untuk menghemat penggunaan mitan. Contohnya Fitriani, warga Jl Pengambangan RT 1 Kelurahan Pengambangan Kecamatan Banjarmasin Timur.
“Setelah harga mitan naik, saya pakai dapur (tungku, Red). Sebelumnya pakai kompor minyak,” ujarnya, kemarin.
Sebenarnya, ia sudah mendapat pembagian paket tabung gas elpiji 3 kg. Namun, tak pernah dipakai dan hanya disimpan karena ia tak berani menggunakannya. Ia merasa trauma dengan kasus-kasus ledakan elpiji yang pernah terjadi sebelumnya.
Akhirnya, meski harga mitan meroket, ia tetap setia. Kalau mitan yang dibutuhkan untuk membakar kayu di tungku sedang susah dicari, ibu rumah tangga itu tak kehabisan akal. Sandal jepit bekas yang sudah tak terpakai pun dijadikan gantinya. Sandal jepit yang berbahan dasar karet dan lem memang mudah terbakar.
“Kalau mitan tidak ada, getah sandal jepit dibanam (dibakar, Red),” selorohnya.
Di lingkungan tempat tinggal Fitriani, warga yang sudah menggunakan elpiji bisa dihitung jari. Rata-rata mengaku masih takut sehingga mereka tetap bertahan menggunakan mitan, seperti diakui Noor Asiah. Beberapa kali ketika sang suami pergi ke Marabahan, ia titip dibelikan mitan di daerah yang belum menerapkan konversi itu karena harganya lebih murah.
“Dapat saja 10 liter, tahan berapa minggu. Tapi tidak bisa banyak-banyak, takut dirazia,” ucapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar