Taksi Liar
Makin Subur, Angkutan Umum Merana
BANJARMASIN –
Keberadaan taksi liar yang kian subur dan terkesan dibiarkan membuat angkutan umum
penumpang makin merana. Para pengusaha dan sopir, khususnya di Terminal Induk
Pal 6, pun berencana merapatkan barisan selepas lebaran.
“Habis hari
raya rencana ada pertemuan, kami mau mogok massal minta pertanggungjawaban
aparat terkait. Mereka kan tugasnya membina, tapi ini malah membiarkan,” ujar
Ketua Organda Terminal Induk Pal 6 M Hamidan, Selasa (21/8).
Pada tahun
2010, hal yang sama juga sudah pernah terjadi. Saat itu, mereka melakukan
sweping angkutan pribadi yang mengangkut penumpang di Jembatan Barito. Pihaknya
menengarai jumlah taksi liar saat ini sudah bertambah dua kali lipat. Di
samping itu, sekarang taksi liar juga merambah jurusan antarkota dalam
provinsi.
“Kalau tahun
2010 ada 700-an buah, sekarang tidak kurang 1.500 buah, boleh dicek. Terus dulu
hanya ke Palangkaraya, sekarang semua sudah dirambahnya. Beberapa tahun ini
aparat berwenang tidak ada tindakan sama sekali,” ungkapnya.
Keberadaan
taksi liar yang menjemput dan mengantar penumpang hingga ke depan pintu rumah
ini selalu dituding sebagai penyebab matinya angkutan umum penumpang di
Terminal Indul Pal 6. Sebagai contoh, sebelum tahun 2008 ada 18 perusahaan
otobus (PO) jurusan Palangkaraya dengan jumlah bus hampir 60 buah. Tapi
sekarang tinggal empat PO.
“Terus taksi
yang ke Banua Anam dalam sehari paling sebuah. Taksi Martapura yang jumlahnya
300-an, satu mobil harus menunggu 3-4 hari untuk berangkat. Kalau kata orang banyak yang naik kendaraan
pribadi, itu dampaknya kecil saja,” imbuhnya.
Sementara
itu, Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Dinas Perhubungan,
Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Provinsi Kalimantan Selatan Basiran
mengatakan, pihaknya tak menutup mata terhadap maraknya taksi liar. Tapi
pemberantasannya sulit.
“Masalah ini
tidak hanya di Kalsel, tapi seluruh Indonesia. Kendaraan pribadi pada saat
tertentu dipakai ngobyek, susah dideteksi,” ucapnya.
Pihaknya
justru menyarankan pengelola angkutan umum agar berbenah. Misalnya, dengan
mengurangi jumlah armada dan menggantinya dengan kapasitas yang lebih besar.
Selain itu, sistem kepemilikan armada yang selama ini bersifat perseorangan
harus diganti menjadi perusahaan agar manajemennya lebih baik.
“Jumlah
armada di Terminal Induk Pal 6 sudah melebihi kebutuhan. Lama-lama akan mati
dengan sendirinya kalau tidak disiasati seperti itu,” cetusnya.
Sebenarnya
Kementerian Perhubungan ada mengatur tentang angkutan penumpang antar jemput,
yakni tidak boleh lebih 20 persen dari jumlah kendaraan dalam trayek tetap
dengan asal dan tujuan yang sama. Tapi menurutnya izin yang telah dikeluarkan
masih jauh dari batas itu.
“Seharusnya
kita mengeluarkan terus (izinnya, Red), tapi kita tahan-tahan untuk memberi
kesempatan angkutan umum. Kalau antarkota dalam provinsi, malah belum ada izin
yang dikeluarkan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar