Jelang Ramadhan, Harga Melonjak
Meski pangsa pasar terbuka lebar, namun bisnis penyamakan kulit hewan cenderung masih sepi pemain. Masalahnya, untuk memulai bisnis ini memang memerlukan modal yang tidak sedikit. Di Banjarmasin, pelaku bisnis penyamakan kulit sapi bisa dihitung jari dan semuanya merupakan pemain yang sudah eksis puluhan tahun.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
“Ini bisnis unik, dan yang ada di Banjarmasin semuanya usaha turun-temurun. Kalau orang biasa mau mencoba, sulit,” ujar Asmuni (35), salah seorang pengusaha penyamakan kulit di Banjarmasin. Ia sendiri juga hanya meneruskan usaha keluarga yang sudah dirintis hampir empat puluh tahun lalu.
“Kalau di Banjarmasin, pengusahanya ada sekitar empat-lima orang. Tadinya orang-orang ini bergabung jadi satu, tapi sekarang berpencar, dan kebanyakan masih ada hubungan keluarga,” tambahnya.
Pada bulan-bulan sekarang ini, harga kulit sapi di pasaran tengah “panas-panasnya”. Pasalnya, permintaan dari pabrik sedang tinggi-tingginya.
“Sekali pengiriman minimal 20 ton. Kalau ramai bisa mencapai dua kontainer, sedangkan waktu pesanan sepi paling 15 ton. Kalau pengiriman selama setahun, wah saya tidak pernah menghitung,” ucapnya.
Menurut pria yang juga aktif di klub motor gede di Banjarmasin itu, ini merupakan siklus yang selalu terjadi setiap tahunnya.
“Bulan Rajab dan Syakban paling ramai, karena Ramadhan semua pabrik istirahat. Makanya, pabrik biasanya akan menyetok persediaan pada dua bulan itu,” tuturnya.
Di tengah melonjaknya permintaan, harga kulit sapi saat ini sudah menembus Rp 15-16 ribu per kilogram. Hal ini membuat para pengepul dari daerah lain juga banyak yang datang ke Banjarmasin untuk berburu kulit sapi. Tapi begitu lebaran lewat, harganya bisa menukik hingga Rp 3 ribu per kilogram.
“Kadang kalau permintaan lagi sepi, kita pasok ke pabrik kerupuk. Kita sih tidak panik, mengikuti siklus saja,” katanya lagi.
Beberapa tahun silam, Kalsel termasuk daerah penyuplai kulit terbesar di dalam negeri. Hal ini dikarenakan pasokan tidak hanya berasal dari lokal, tapi juga hingga ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
“Dulu semua ditumpuk di Kalsel. Tapi karena cost yang terlalu besar, sekarang kita langsung kirim saja ke tujuan dari pelabuhan di masing-masing daerah,” tukasnya.
Selain berat di ongkos transportasi, penumpukkan di satu titik juga akan membuat biaya penyamakan membengkak karena saat ini harga garam tidak semurah dulu lagi.
“Pasokan kita paling banyak dari Kaltim. Kualitas sapinya juga lebih bagus, sehingga kulitnya termasuk kualitas nomor satu. Kalau di sini cuma kualitas dua,” ungkapnya.
Sedangkan beberapa daerah yang menjadi tujuan pengiriman antara lain Jakarta, Subang, Garut, Magetan, dan Pasuruan.
“Dari kita mengirim bahan baku, sampai di sana selanjutnya dibuat setengah jadi. Ada yang kemudian diekspor, ada juga yang diolah menjadi barang jadi. Tapi kualitasnya kurang bagus karena terkendala harga bahan kimia yang masih mahal,” jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar