21 Pendatang Asal Lumajang Sempat Terlantar
BANJARMASIN - Booming bisnis perkebunan kelapa sawit di
Kalimantan benar-benar menjadi magnet yang menarik para pendatang dari daerah
lain. Salah satunya Sagiman (35), warga Desa Boreng Kecamatan Lumajang
Kabupaten Lumajang Jawa Timur.
Memanfaatkan momen arus balik lebaran, ia nekat merantau
akibat tak ada lapangan kerja di kampung halaman. Tak tanggung-tanggung,
ia juga membawa 20 orang keluarganya, terdiri dari 15 orang dewasa berusia
17-52 tahun, sisanya anak-anak berusia 2-10 tahun. Namun, sesampainya di
Banjarmasin mereka malah terlantar karena tak punya cukup uang untuk
melanjutkan perjalanan.
Dituturkannya, rombongan berangkat dari Jawa hari Selasa
(21/8) dengan menumpang kapal laut. Pada Rabu (22/8) malam, mereka tiba di
Pelabuhan Trisakti dan sempat menginap. Kamis (23/8) pagi, mereka diantar ke
Terminal Induk Pal 6 oleh aparat Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3).
"Sampai di pelabuhan sebenarnya mau nyari truk karena bawa barang banyak, alat-alat masak. Tapi sama polisi disuruh ke sini," katanya.
Di terminal, Sagiman cs sempat terlantar selama beberapa jam. Di tengah ketidakpastian, mereka hanya bisa menunggu bantuan sambil duduk-duduk di depan kantor UPTD Terminal Indul Pal 6. Ada juga yang tiduran beralas sarung di lantai semen di samping tumpukan barang-barang. Menjelang tengah hari, beberapa anak-anak mulai menangis karena lapar. Pihak UPTD Terminal Indul Pal 6 sendiri menjanjikan untuk membantu mereka.
"Baru pertama kali ke sini, jadi nggak tahu ongkos-ongkos berapa. Uang habis untuk makan anak-anak, sisa Rp 300 ribu," ucap Sagiman.
Sagiman mengaku diajak teman sekampungnya yang sudah lebih dulu bekerja di perkebunan sawit di Long Kali Kalimantan Timur. Sang teman mengatakan perusahaan sedang membutuhkan banyak tenaga kerja.
"Makanya saya ajak keluarga, cukuplah," imbuhnya.
Sagiman tergiur upah Rp 53.800 perhari yang dijanjikan sebagai buruh lepas harian di bagian pembibitan. Dibanding dari bertani, ia mengatakan hasilnya hanya cukup untuk makan. Selain itu, ia mengamati orang-orang di kampungnya yang setelah belasan tahun bekerja di perkebunan sawit hidupnya lebih baik.
"Ada yang bisa naik haji, rumahnya bagus, pokoknya enak," tukasnya.
Menurut Kepala UPTD Terminal Induk Pal 6 M Yusuf Ridwan mengatakan, setiap tahun pasti ada saja pendatang modal nekat yang bernasib seperti Sagiman cs.
"Sampai di pelabuhan sebenarnya mau nyari truk karena bawa barang banyak, alat-alat masak. Tapi sama polisi disuruh ke sini," katanya.
Di terminal, Sagiman cs sempat terlantar selama beberapa jam. Di tengah ketidakpastian, mereka hanya bisa menunggu bantuan sambil duduk-duduk di depan kantor UPTD Terminal Indul Pal 6. Ada juga yang tiduran beralas sarung di lantai semen di samping tumpukan barang-barang. Menjelang tengah hari, beberapa anak-anak mulai menangis karena lapar. Pihak UPTD Terminal Indul Pal 6 sendiri menjanjikan untuk membantu mereka.
"Baru pertama kali ke sini, jadi nggak tahu ongkos-ongkos berapa. Uang habis untuk makan anak-anak, sisa Rp 300 ribu," ucap Sagiman.
Sagiman mengaku diajak teman sekampungnya yang sudah lebih dulu bekerja di perkebunan sawit di Long Kali Kalimantan Timur. Sang teman mengatakan perusahaan sedang membutuhkan banyak tenaga kerja.
"Makanya saya ajak keluarga, cukuplah," imbuhnya.
Sagiman tergiur upah Rp 53.800 perhari yang dijanjikan sebagai buruh lepas harian di bagian pembibitan. Dibanding dari bertani, ia mengatakan hasilnya hanya cukup untuk makan. Selain itu, ia mengamati orang-orang di kampungnya yang setelah belasan tahun bekerja di perkebunan sawit hidupnya lebih baik.
"Ada yang bisa naik haji, rumahnya bagus, pokoknya enak," tukasnya.
Menurut Kepala UPTD Terminal Induk Pal 6 M Yusuf Ridwan mengatakan, setiap tahun pasti ada saja pendatang modal nekat yang bernasib seperti Sagiman cs.
"Tapi biasanya 2-3 orang saja, masih bisa ditalangi
dengan duit pribadi untuk mereka melanjutkan perjalanan. Kalau ini yang
terbanyak sepanjang saya di sini," cetusnya.
Pihaknya pun dibuat kelabakan. Opsi awal hendak dicarikan truk atau dioper ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin. Sagiman cs sendiri inginnya naik truk, tapi ongkosnya yang ditaksir sekitar Rp 2 juta dibayar belakangan setelah sampai di tujuan dengan meminjam uang dari teman. Tapi hal itu dinilai terlalu riskan, petugas terminal takut ditipu.
Pihaknya pun dibuat kelabakan. Opsi awal hendak dicarikan truk atau dioper ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin. Sagiman cs sendiri inginnya naik truk, tapi ongkosnya yang ditaksir sekitar Rp 2 juta dibayar belakangan setelah sampai di tujuan dengan meminjam uang dari teman. Tapi hal itu dinilai terlalu riskan, petugas terminal takut ditipu.
“Kalau ke Dinas Sosial terlalu ribet, harus mengurus surat
keterangan dari Polresta bahwa mereka terlantar, karena uang transport yang
nanti dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan,” kata Yusuf.
Akhirnya, sekitar pukul 11.00 ke-21 orang pendatang yang
terlantar tersebut bisa melanjutkan perjalanan ke Kaltim dengan menggunakan
mobil L-300. Darimana biayanya?
“Pokoknya Kepala UPTD sudah berhasil menangani.
Daripada kelamaan mereka di sini, makin besar biaya akomodasinya,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar