Pembinaan Eks RSBI Masih
Tunggu Juknis
BANJARMASIN – Mendekati
tahun ajaran baru 2013/2014, pembinaan sekolah eks RSBI (Rintisan Sekolah
Berstandar Internasional) pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
menghapuskan RSBI masih belum jelas. Kejelasan terutama soal pembiayaan
operasional sekolah eks RSBI yang terlanjur besar.
Kepala Dinas Pendidikan
(Disdik) Kota Banjarmasin Nor Ipansyah mengatakan, yang saat ini sudah berjalan
memang hanya label RSBI yang dihilangkan. Sedangkan partisipasi orangtua siswa,
seperti iuran komite, masih dilakukan selama masa transisi hingga akhir bulan
Juni dan eks RSBI sepenuhnya menjadi sekolah reguler.
“Karena program sekolah
dibuat untuk setahun, kalau pembiayaan distop, program juga terhenti,” ujarnya,
Senin (1/4).
Wacananya sekolah eks RSBI
tetap dibina dan dipertahankan mutunya. Namun, petunjuk teknis pembinaan ini
sampai sekarang belum turun. Di sisi lain, dalam surat edaran Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI, selain kembali menjadi sekolah reguler dan
menghapus atribut RSBI, sekolah eks RSBI juga dilarang melakukan pungutan,
khususnya di jenjang pendidikan dasar.
Terpisah, Sekretaris
Disdik Provinsi Kalimantan Selatan Amka mengatakan bahwa pembinaan sekolah
reguler yang utama ada pada pemerintah kota/kabupaten. Saat RSBI masih
berjalan, peran pemerintah pusat dan provinsi yang paling banyak.
“Cuma yang perlu dipegang,
eks RSBI tetap mendapat perhatian dari pemerintah baik pusat maupun daerah.
Tapi kita juga masih menunggu pedoman dari pemerintah pusat bagaimana kontinyuitas
pembinaan sekolah eks RSBI, apakah ada anggaran khusus atau bagaimana,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala SMP Negeri 1 Banjarmasin Kasypul Anwar mengatakan, saat ini proses belajar mengajar masih seperti sebelumnya, misalnya penggunaan IT dan bilingual. Iuran komite Rp 250 ribu persiswa perbulan juga masih ditarik.
pembinaan sekolah eks RSBI, apakah ada anggaran khusus atau bagaimana,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala SMP Negeri 1 Banjarmasin Kasypul Anwar mengatakan, saat ini proses belajar mengajar masih seperti sebelumnya, misalnya penggunaan IT dan bilingual. Iuran komite Rp 250 ribu persiswa perbulan juga masih ditarik.
“Mulai tahun ajaran baru
nanti iuran komite akan ditiadakan. Dengan catatan, seumpama ada orangtua yang
ingin menyumbang, tidak menutup kemungkinan kita menerima. Kita ajukan program-program
ke komite, komite ke orangtua, tergantung orangtua saja lagi,” ungkapnya.
Kalau orangtua tidak
menyetujui, sambungnya, dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang akan
diandalkan. Namun, karena besaran dana BOS saat ini dinilai tidak ideal untuk
RSBI, beberapa program yang sudah berjalan terancam dihentikan jika tidak ada
pembinaan dari pemerintah.
“Misalnya, ISO, sister
school, pembelajaran bilingual. Kalau itu tidak ada, tidak apa-apa. Yang jadi
masalah itu kegiatan belajar sehari-hari, seperti semua kelas yang dilengkapi
AC, kami juga punya tiga laboratorium komputer, itu kan biaya operasionalnya
besar,” katanya.
Di SDN Telaga Biru 1, pembelajaran
bilingual juga terancam dihentikan mulai tahun ajaran baru nanti. Untuk
menjalankan program yang dikerjasamakan dengan sebuah lembaga itu, selama ini
orangtua siswa membayar Rp 124 ribu-Rp 160 ribu persemester.
“Masalanya dana BOS untuk
RSBI tidak beda dengan reguler. Yang membedakan hanya di sekolah kami ada iuran
komite Rp 15 ribu perbulan, pembelajaran IT dan bilingual,” ucap Kepala SDN
Telaga Biru 1 Asmawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar