BANJARMASIN – Sebanyak 15 lembaga penyiaran radio di Kalimantan Selatan telah mendapat izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) tetap dan 10 lembaga penyiaran televisi mendapatkan IPP sementara dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI pada tahun 2010 ini. IPP ini diserahkan secara resmi kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan oleh Gubernur Kalsel Rudy Arifin kemarin dalam acara yang digelar oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalsel di Aula Graha Abdi Persada Pemprov Kalsel.
Dalam laporannya, Ketua KPID Kalsel Suripno Sumas menyebutkan jika selama dua tahun ini pihaknya telah menyelesaikan proses perizinan sebanyak 97 lembaga penyiaran dari 174 lembaga penyiaran yang ada di Kalsel atau sekitar 54 persen. Dari jumlah tersebut, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI baru mengeluarkan IPP tetap untuk 15 lembaga penyiaran radio dan IPP sementara untuk 10 lembaga penyiaran televisi. Lembaga penyiaran yang telah menerima IPP tetap secara formal telah mengantongi izin resmi yang berlaku untuk jangka waktu lima tahun bagi radio dan sepuluh tahun bagi televisi.
“Semoga ini dapat memacu lembaga penyiaran lain yang belum berizin untuk segera memproses perizinannya,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, selain 15 lembaga penyiaran radio yang telah mendapat IPP tetap, sisanya sebanyak 26 lembaga penyiaran masih dalam tahapan IPP sementara, 12
lembaga penyiaran masih dalam tahapan Forum Rapat Bersama (FRB) antara KPI dan Pemerintah untuk menghasilkan kesepakatan izin alokasi penggunaan spektrum frekuensi radio yang diusulkan oleh KPI berdasarkan permintaan pemohon, 10 lembaga penyiaran masih dalam tahapan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) antara KPI dan pemohon, dan 34 lembaga penyiaran masih dalam tahapan verifikasi.
“Sedangkan yang tidak berizin ada 80 lembaga penyiaran,” tambahnya.
Jika menerapkan UU Penyiaran nomor 32 tahun 2002, lembaga penyiaran yang tidak mengantongi izin diancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 1 miliar bagi pemiliknya. Namun, kata Suripno, dalam rangka pembinaan, pihaknya tidak akan melakukan pemaksaan. Sebaliknya, pihaknya bersedia membantu mengatasi kendala yang dihadapi di lapangan.
Sementara itu, dari sejumlah lembaga penyiaran yang belum mengajukan permohonan maupun memproses perizinannya, yang terbanyak adalah Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) Televisi atau TV kabel, yakni sebanyak 62 buah.
“Baru 20 LPB Televisi yang izinnya sudah diproses. Satu sedang menunggu IPP tebit, yaitu Prima Vision. Yang lain masih menggunakan izin prinsip,” tuturnya.
Menurut Suripno, baru sebagian kecil Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) Televisi atau TV kabel yang memproses perizinan karena terkendala biaya, sementara proses penerbitan izinnya tidak berbeda dengan TV swasta. Pasalnya, umumnya pemilik TV kabel ini adalah pengusaha lokal atau home industry. Hal ini, ujarnya, menjadi kendala tersendiri bagi pihaknya.
“Oleh karena itu, dari arahan Kemkominfo, TV kabel jadi prioritas kedua,” cetusnya.
(liputan tanggal 17 Maret 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar