Imtak dan Iptek Harus Terintegrasi
Ilmu agama dan pengetahuan umum semestinya diajarkan secara seimbang. Karena pengetahuan tanpa agama adalah lumpuh, sedangkan agama tanpa pengetahuan adalah buta. Namun, kenyataannya selama ini ilmu agama seolah terabaikan dalam dunia pendidikan kita.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Hal inilah yang melatarbelakangi pelaksanaan seminar pendidikan bertajuk “Integrasi Saintik dan Imtak dalam Pendidikan” oleh Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Kalsel kemarin (09/03). Acara yang digelar di Gedung Mahligai Pancasila Banjarmasin dan dibuka oleh Gubernur Kalsel Rudy Arifin tersebut juga menjadi ajang silaturahmi guru Pendidikan Agama Islam, madrasah, dan pondok pesantren se-Kalsel .
Selain itu, Ketua PGMI Kalsel Drs H Bakhrudin Noor menyatakan jika momen kemarin sekaligus dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi pengurus wilayah PGMI Kalsel.
“PGMI adalah mitra PGRI dalam memajukan profesi, profesionalisme, dan kesejahteraan guru, khususnya guru agama. Sebagai organisasi yang baru terbentuk, perlu konsolidasi untuk menetapkan program kerja ke depan,” ucapnya.
Sementara itu, tampil sebagai pembicara di hadapan sekitar 1.200 peserta dalam seminar kemarin adalah Dr Mujiburrahman, dosen Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Banjarmasin. Dalam bahasannya, ia menyoroti secara tajam pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum serta diskriminasi yang dialami ilmu agama dalam sistem pendidikan yang ada saat ini.
“Secara normatif, integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama dalam Islam itu sangat jelas. Alquran itu ayat, alam juga adalah ayat karena berisi tanda-tanda kebesaran Allah SWT,” paparnya.
Namun, lanjutnya, yang selama ini terjadi adalah ilmu agama dan ilmu umum diajarkan sendiri-sendiri. Ia menilai bahwa hal ini merupakan kesalahan fatal karena dapat menyebabkan suatu pengetahuan terlepas dari tuntunan agama sehingga dikhawatirkan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama. Hal ini diperparah dengan minimnya alokasi waktu untuk pelajaran agama di sekolah-sekolah.
“Ada kesenjangan antara ilmu agama dengan ilmu umum, seolah ada kesan jika pendidikan agama hanya dijadikan sebagai pelengkap,” ujarnya.
Padahal, tambahnya, dalam Islam semua ilmu pengetahuan wajib dipelajari dan tidak ada yang dibedakan. Masalah ini, menurutnya, tak terlepas dari persoalan sejarah di masa lalu serta pergumulan politik yang telah menyebabkan sekularisasi dalam bidang-bidang kehidupan, termasuk pendidikan, sehingga menghambat proses integrasi yang diharapkan.
Oleh karena itu, ujarnya, perlu ada upaya untuk meninjau kembali kurikulum
pendidikan yang digunakan di Indonesia saat ini serta mereformasi metode pembelajaran yang sekuler tadi sehingga integrasi antara imtak (iman takwa) dan iptek (ilmu pengetahuan teknologi) dalam dunia pendidikan dapat benar-benar terwujud.
(liputan tanggal 09 Februari 2010)
Ilmu agama dan pengetahuan umum semestinya diajarkan secara seimbang. Karena pengetahuan tanpa agama adalah lumpuh, sedangkan agama tanpa pengetahuan adalah buta. Namun, kenyataannya selama ini ilmu agama seolah terabaikan dalam dunia pendidikan kita.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Hal inilah yang melatarbelakangi pelaksanaan seminar pendidikan bertajuk “Integrasi Saintik dan Imtak dalam Pendidikan” oleh Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) Kalsel kemarin (09/03). Acara yang digelar di Gedung Mahligai Pancasila Banjarmasin dan dibuka oleh Gubernur Kalsel Rudy Arifin tersebut juga menjadi ajang silaturahmi guru Pendidikan Agama Islam, madrasah, dan pondok pesantren se-Kalsel .
Selain itu, Ketua PGMI Kalsel Drs H Bakhrudin Noor menyatakan jika momen kemarin sekaligus dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi pengurus wilayah PGMI Kalsel.
“PGMI adalah mitra PGRI dalam memajukan profesi, profesionalisme, dan kesejahteraan guru, khususnya guru agama. Sebagai organisasi yang baru terbentuk, perlu konsolidasi untuk menetapkan program kerja ke depan,” ucapnya.
Sementara itu, tampil sebagai pembicara di hadapan sekitar 1.200 peserta dalam seminar kemarin adalah Dr Mujiburrahman, dosen Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Banjarmasin. Dalam bahasannya, ia menyoroti secara tajam pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum serta diskriminasi yang dialami ilmu agama dalam sistem pendidikan yang ada saat ini.
“Secara normatif, integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama dalam Islam itu sangat jelas. Alquran itu ayat, alam juga adalah ayat karena berisi tanda-tanda kebesaran Allah SWT,” paparnya.
Namun, lanjutnya, yang selama ini terjadi adalah ilmu agama dan ilmu umum diajarkan sendiri-sendiri. Ia menilai bahwa hal ini merupakan kesalahan fatal karena dapat menyebabkan suatu pengetahuan terlepas dari tuntunan agama sehingga dikhawatirkan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama. Hal ini diperparah dengan minimnya alokasi waktu untuk pelajaran agama di sekolah-sekolah.
“Ada kesenjangan antara ilmu agama dengan ilmu umum, seolah ada kesan jika pendidikan agama hanya dijadikan sebagai pelengkap,” ujarnya.
Padahal, tambahnya, dalam Islam semua ilmu pengetahuan wajib dipelajari dan tidak ada yang dibedakan. Masalah ini, menurutnya, tak terlepas dari persoalan sejarah di masa lalu serta pergumulan politik yang telah menyebabkan sekularisasi dalam bidang-bidang kehidupan, termasuk pendidikan, sehingga menghambat proses integrasi yang diharapkan.
Oleh karena itu, ujarnya, perlu ada upaya untuk meninjau kembali kurikulum
pendidikan yang digunakan di Indonesia saat ini serta mereformasi metode pembelajaran yang sekuler tadi sehingga integrasi antara imtak (iman takwa) dan iptek (ilmu pengetahuan teknologi) dalam dunia pendidikan dapat benar-benar terwujud.
(liputan tanggal 09 Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar