Di tengah beragam komentar miring terhadap keberadaan RSBI, SMA Negeri 1 Banjarmasin terus berbenah. Hasilnya, sekolah ini siap naik pangkat menjadi SBI.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Sejak ditunjuk menjadi salah satu ‘kelinci percobaan’ RSBI di Banjarmasin pada tahun ajaran 2005/2006, peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 bergerak cukup dinamis. Hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi terakhir Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) RI pada bulan November 2009 lalu, dimana SMAN 1 telah berhasil mencapai skor 839 dari skor minimal 850 untuk menjadi SBI. Selain itu, rencananya pada tanggal 7-8 Juli 2010 nanti SMAN 1 juga akan melakukan audit eksternal untuk mendapatkan sertifikat ISO.
“Sekitar satu atau dua bulan lalu, dari 198 SMA RSBI se-Indonesia dari 33 provinsi divalidasi untuk diarahkan menjadi SBI. Nah, di Kalsel hanya SMAN 1 yang direkomendasikan di antara sekolah lain yang sama-sama sudah lima tahun menjalankan RSBI,” tutur Kepala Sekolah SMAN 1, Drs M Zainuddin MPd dengan nada bangga.
Tak dapat dipungkiri, hasil manis ini tak mungkin dapat dicapai tanpa kerja keras dan kerja sama yang baik antara sekolah dengan orang tua. Namun, yang lebih penting lagi dari itu semua adalah komitmen untuk bersama-sama memajukan pendidikan. Hal inilah yang membuat semua keterbatasan dapat diatasi.
“Memang benar pemerintah memberikan bantuan, tapi terbatas. Idealnya, biaya operasional RSBI atau SBI itu minimal Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar. Oleh sebab itu, kita mau tidak mau harus meminta kontribusi orang tua. Tapi tidak ada siswa yang berhenti hanya karena tidak ada biaya. Kalau perlu dari insentif saya. Itulah komitmennya,” tegasnya.
Terkait pro kontra soal partisipasi orang tua ini, Zainuddin dapat memahaminya. Namun, ia meyakinkan bahwa pungutan telah dilakukan secara rasional dengan berdasar pada perhitungan yang benar dan transparan.
“Yang perlu ditekankan, tidak ada dari bantuan itu untuk guru. Bantuan dari pemerintah adalah untuk fisik, sedangkan yang kita mintakan kepada oang tua adalah untuk penambahan fasilitas dan pengembangan siswa,” bebernya.
Hasilnya pun dapat dilihat pada transformasi yang dicapai SMAN 1 sejauh ini, seperti 30 persen tenaga pendidik yang sudah berkualifikasi S2, pembelajaran berbasis ICT yang sudah mencapai 60 persen, serta peningkatan sarana prasarana pendukung lainnya, misalnya perpustakaan yang terkoneksi dengan internet, hotspot, dan sebagainya.
“Sebenarnya pembelajaran di RSBI tidak terlalu jauh berbeda, hanya komitmennya. Kalau di tidak hanya menekankan pada kemampuan guru semata, tapi juga kemampuan siswa. Misalnya, belajar menggunakan LCD dan diberi akses seluas-luasnya untuk menggunakan internet sehingga kalau sumber pembelajaran dirasa tidak cukup bisa browsing,” terangnya.
Selain itu, yang juga ditonjolkan adalah penguasaan bahasa Inggris karena lulusan RSBI diharapkan dapat berbicara hingga ke tingkat internasional. Oleh sebab itu, proses belajar mengajar pun diselenggarakan secara bilingual dan menggunakan buku teks bilingual pula bagi yang bahasa Inggris-nya belum fasih, dan berbahasa inggris murni jika kemampuan guru dan siswa sudah mumpuni. Hal lain yang juga menarik adalah dijadikannya TOEIC (Test of English for International Communication) sebagai muatan lokal. Bahkan, mulai tahun ajaran 2010/2011, akan dilakukan uji coba english area dan akselerasi kemampuan bahasa inggris bagi siswa baru selama dua bulan pertama.
Sementara itu, menjawab soal hasil UN yang kurang mencerminkan kualitas RSBI yang dicapai SMAN 1 pada tahun 2010 ini, Zainuddin mengakui kelemahan pihaknya dan segera melakukan evaluasi setelahnya agar tidak terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya. Namun, sekali lagi ia dapat berbangga karena secara kualitas, lulusan SMAN 1 boleh dikatakan masih lebih unggul. Pada SMUT (Seleksi Masuk Unlam Terpadu) lalu misalnya, 75 persen dari siswa SMAN 1 yang menjadi peserta berhasil lulus. Selain itu, beberapa lulusan SMAN 1 juga sukses menembus sejumlah perguruan tinggi ternama lainnya di seluruh Indonesia.
“Kacamata orang di luar dengan di dalam mungkin berbeda melihatnya, tapi kami melihat bahwa kami sudah mencoba semaksimal mungkin untuk melaksanakan seluruh program yang telah disusun untuk RSBI. Tapi kalau masih dianggap kurang, kurangnya dimana supaya bisa tingkatkan. Makanya kalau tahun ini mau ada evaluasi menyeluruh kami sangat setuju,” tandasnya.
NAZAT FITRIAH, Banjarmasin
Sejak ditunjuk menjadi salah satu ‘kelinci percobaan’ RSBI di Banjarmasin pada tahun ajaran 2005/2006, peningkatan mutu pendidikan di SMAN 1 bergerak cukup dinamis. Hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi terakhir Direktorat Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) RI pada bulan November 2009 lalu, dimana SMAN 1 telah berhasil mencapai skor 839 dari skor minimal 850 untuk menjadi SBI. Selain itu, rencananya pada tanggal 7-8 Juli 2010 nanti SMAN 1 juga akan melakukan audit eksternal untuk mendapatkan sertifikat ISO.
“Sekitar satu atau dua bulan lalu, dari 198 SMA RSBI se-Indonesia dari 33 provinsi divalidasi untuk diarahkan menjadi SBI. Nah, di Kalsel hanya SMAN 1 yang direkomendasikan di antara sekolah lain yang sama-sama sudah lima tahun menjalankan RSBI,” tutur Kepala Sekolah SMAN 1, Drs M Zainuddin MPd dengan nada bangga.
Tak dapat dipungkiri, hasil manis ini tak mungkin dapat dicapai tanpa kerja keras dan kerja sama yang baik antara sekolah dengan orang tua. Namun, yang lebih penting lagi dari itu semua adalah komitmen untuk bersama-sama memajukan pendidikan. Hal inilah yang membuat semua keterbatasan dapat diatasi.
“Memang benar pemerintah memberikan bantuan, tapi terbatas. Idealnya, biaya operasional RSBI atau SBI itu minimal Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar. Oleh sebab itu, kita mau tidak mau harus meminta kontribusi orang tua. Tapi tidak ada siswa yang berhenti hanya karena tidak ada biaya. Kalau perlu dari insentif saya. Itulah komitmennya,” tegasnya.
Terkait pro kontra soal partisipasi orang tua ini, Zainuddin dapat memahaminya. Namun, ia meyakinkan bahwa pungutan telah dilakukan secara rasional dengan berdasar pada perhitungan yang benar dan transparan.
“Yang perlu ditekankan, tidak ada dari bantuan itu untuk guru. Bantuan dari pemerintah adalah untuk fisik, sedangkan yang kita mintakan kepada oang tua adalah untuk penambahan fasilitas dan pengembangan siswa,” bebernya.
Hasilnya pun dapat dilihat pada transformasi yang dicapai SMAN 1 sejauh ini, seperti 30 persen tenaga pendidik yang sudah berkualifikasi S2, pembelajaran berbasis ICT yang sudah mencapai 60 persen, serta peningkatan sarana prasarana pendukung lainnya, misalnya perpustakaan yang terkoneksi dengan internet, hotspot, dan sebagainya.
“Sebenarnya pembelajaran di RSBI tidak terlalu jauh berbeda, hanya komitmennya. Kalau di tidak hanya menekankan pada kemampuan guru semata, tapi juga kemampuan siswa. Misalnya, belajar menggunakan LCD dan diberi akses seluas-luasnya untuk menggunakan internet sehingga kalau sumber pembelajaran dirasa tidak cukup bisa browsing,” terangnya.
Selain itu, yang juga ditonjolkan adalah penguasaan bahasa Inggris karena lulusan RSBI diharapkan dapat berbicara hingga ke tingkat internasional. Oleh sebab itu, proses belajar mengajar pun diselenggarakan secara bilingual dan menggunakan buku teks bilingual pula bagi yang bahasa Inggris-nya belum fasih, dan berbahasa inggris murni jika kemampuan guru dan siswa sudah mumpuni. Hal lain yang juga menarik adalah dijadikannya TOEIC (Test of English for International Communication) sebagai muatan lokal. Bahkan, mulai tahun ajaran 2010/2011, akan dilakukan uji coba english area dan akselerasi kemampuan bahasa inggris bagi siswa baru selama dua bulan pertama.
Sementara itu, menjawab soal hasil UN yang kurang mencerminkan kualitas RSBI yang dicapai SMAN 1 pada tahun 2010 ini, Zainuddin mengakui kelemahan pihaknya dan segera melakukan evaluasi setelahnya agar tidak terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya. Namun, sekali lagi ia dapat berbangga karena secara kualitas, lulusan SMAN 1 boleh dikatakan masih lebih unggul. Pada SMUT (Seleksi Masuk Unlam Terpadu) lalu misalnya, 75 persen dari siswa SMAN 1 yang menjadi peserta berhasil lulus. Selain itu, beberapa lulusan SMAN 1 juga sukses menembus sejumlah perguruan tinggi ternama lainnya di seluruh Indonesia.
“Kacamata orang di luar dengan di dalam mungkin berbeda melihatnya, tapi kami melihat bahwa kami sudah mencoba semaksimal mungkin untuk melaksanakan seluruh program yang telah disusun untuk RSBI. Tapi kalau masih dianggap kurang, kurangnya dimana supaya bisa tingkatkan. Makanya kalau tahun ini mau ada evaluasi menyeluruh kami sangat setuju,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar