Kadisnaker : Sudah Jelas Dalam UU
BANJARMASIN – Diskriminasi terhadap penyandang cacat dalam dunia kerja nampaknya sulit dihapus. Padahal, hak mereka telah dilindungi oleh undang-undang. Bahkan, perlindungan kesempatan kerja bagi penyandang cacat diakui dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya satu orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan pada perusahaannya untuk setiap seratus orang pekerja pada perusahaanya.
Namun, peraturan ini nampaknya belum dijalankan sepenuhnya oleh perusahaan-perusahaan di Banjarmasin. Sebagian ada yang tidak mengetahui perihal ini, namun sebagian lagi memang sengaja tidak mengindahkannya.
Hal ini diakui oleh Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin, Syamsul Rizal.
“Mungkin ada yang tidak tahu, tapi melalui pegawai pengawas kita selalu sampaikan pesan itu,” ujarnya buru-buru menambahi.
Sayangnya, peraturan soal tenaga kerja penyandang cacat tidak akan dimasukkan dalam rancangan peraturan daerah (raperda) tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan yang kini tengah digodok oleh Pemerintah Kota Banjarmasin bersama DPRD Kota Banjarmasin. Alasannya, karena masalah itu sudah diatur dengan jelas dalam UU.
“Di perda tidak kita masukkan karena jelas sudah undang-undangnya sehingga tidak perlu lagi,” katanya.
Sementara itu, dari informasi terakhir, draft raperda penyelenggaraan ketenagakerjaan yang beberapa waktu lalu disampaikan kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk dikoreksi, telah dikirim kembali kepada Pemkot Banjarmasin.
“Tanggal 16 Juli tadi sudah dikirim ke kita dan dalam waktu dekat sudah bisa kita serahkan hasil koreksinya ke dewan. Kalau sudah dikoreksi, berarti konsep kita tidak ada yang bertentangan dengan kebijakan pusat,” tuturnya.
Adapun masalah yang cukup krusial dalam draft raperda penyelenggaraan ketenagakerjaan ini adalah mengenai tenaga kerja outsourcing.
“Kita coba melakukan pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif. Selama ini ada perusahan dari daerah datang ke sini dan tanda tangan pekerjaan tapi kita tidak tahu. Nah, sekarang kita wajibkan mereka masuk ke Banjarmasin harus lapor. Izin mereka kan berlaku secara nasional, tapi biar umpanya izinnya di Jakarta dan mereka beroperasi di sini, kalau ada masalah larinya ke kita juga. Jadi, lebih baik dari awal kita atur,” bebernya.
BANJARMASIN – Diskriminasi terhadap penyandang cacat dalam dunia kerja nampaknya sulit dihapus. Padahal, hak mereka telah dilindungi oleh undang-undang. Bahkan, perlindungan kesempatan kerja bagi penyandang cacat diakui dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya satu orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan pada perusahaannya untuk setiap seratus orang pekerja pada perusahaanya.
Namun, peraturan ini nampaknya belum dijalankan sepenuhnya oleh perusahaan-perusahaan di Banjarmasin. Sebagian ada yang tidak mengetahui perihal ini, namun sebagian lagi memang sengaja tidak mengindahkannya.
Hal ini diakui oleh Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Banjarmasin, Syamsul Rizal.
“Mungkin ada yang tidak tahu, tapi melalui pegawai pengawas kita selalu sampaikan pesan itu,” ujarnya buru-buru menambahi.
Sayangnya, peraturan soal tenaga kerja penyandang cacat tidak akan dimasukkan dalam rancangan peraturan daerah (raperda) tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan yang kini tengah digodok oleh Pemerintah Kota Banjarmasin bersama DPRD Kota Banjarmasin. Alasannya, karena masalah itu sudah diatur dengan jelas dalam UU.
“Di perda tidak kita masukkan karena jelas sudah undang-undangnya sehingga tidak perlu lagi,” katanya.
Sementara itu, dari informasi terakhir, draft raperda penyelenggaraan ketenagakerjaan yang beberapa waktu lalu disampaikan kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk dikoreksi, telah dikirim kembali kepada Pemkot Banjarmasin.
“Tanggal 16 Juli tadi sudah dikirim ke kita dan dalam waktu dekat sudah bisa kita serahkan hasil koreksinya ke dewan. Kalau sudah dikoreksi, berarti konsep kita tidak ada yang bertentangan dengan kebijakan pusat,” tuturnya.
Adapun masalah yang cukup krusial dalam draft raperda penyelenggaraan ketenagakerjaan ini adalah mengenai tenaga kerja outsourcing.
“Kita coba melakukan pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif. Selama ini ada perusahan dari daerah datang ke sini dan tanda tangan pekerjaan tapi kita tidak tahu. Nah, sekarang kita wajibkan mereka masuk ke Banjarmasin harus lapor. Izin mereka kan berlaku secara nasional, tapi biar umpanya izinnya di Jakarta dan mereka beroperasi di sini, kalau ada masalah larinya ke kita juga. Jadi, lebih baik dari awal kita atur,” bebernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar