Soal Pembayaran Rekening PJU
BANJARMASIN – Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) ternyata tak hanya berdampak pada masyarakat, tapi Pemerintah Kota Banjarmasin pun ikut dibuat pusing. Pasalnya, seiring naiknya TDL, tagihan rekening listrik penerangan jalan umum (PJU) semakin membengkak.
Apalagi, sebanyak 60 persen PJU di Banjarmasin ilegal dan tidak dilengkapi dengan meteran sehingga pemakaiannya tidak bisa dikontrol. Sedangkan PLN sendiri telah menetapkan bahwa PJU yang tidak bermeter dihitung menyala selama 375 jam per bulan. Padahal, seperti diketahui banyak PJU di Banjarmasin yang tidak menyala penuh sesuai dengan jam yang ditentukan, yakni pukul 18.00-06.00.
“Bisa dikatakan PLN sewenang-wenang. Saya sempat komplain karena tagihan untuk yang nonmeter tetap Rp 612 juta selama enam bulan, padahal banyak tidak nyalanya. Lalu dibawakannya SK dari direksi itu bahwa untuk yang nonmeter dipatok menyala 375 jam, nyala tidak nyala tetap bayarnya segitu,” ujar Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan (Distakorum) Kota Banjarmasin, Drs H Hamdi.
Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar pemerintah membuka persaingan di bidang kelistrikan sehingga PLN tidak lagi bisa memonopoli.
“Seperti telepon, begitu ada persaingan banyaknya pilihan yang ada menguntungkan masyrarakat,” cetusnya.
Sementara itu, disinggung mengenai Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan PJU yang tengah disiapkan oleh pemkot, Hamdi menjelaskan bahwa perda tersebut merupakan salah satu jawaban untuk masalah pembayaran rekening listrik PJU yang sangat merugikan pemkot.
“Jadi, ke depan pemasangan PJU ada aturannya. Kalau lebar 3 meter misalnya, lampunya cukup yang 30 watt. Jangan lagi sembarangan sampai 300 watt karena boros jadinya, duit APBD tersedot,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan meterisasi seluruh jaringan PJU sehingga dapat termonitor. Memang invesatasi awal bisa mencapai kira-kira Rp 30 miliar, tapi bisa dilakukan bertahap. Karena jika tidak, PLN yang akan menikmati keuntungannya. Sehingga menurutnya lebih baik dilakukan penghematan karena dari penghematan itu bisa digunakan untuk pembangungan insfrastruktur yang lain.
“Misalnya, ada jalan dengan panjang dan lebar sekian. Anggap ada 40 tiang PJU dengan jarak sekian meter dan masing-masing lampunya 50 watt. Kita pasang meteran dan kalau ada yang menambah, maka listriknya akan jeglek. Jadi, masyarakat yang akan mengontrol sendiri,” terangnya.
Ia sendiri tidak ingin menyalahkan masyarakat yang seenaknya memasang PJU karena memang pemkot belum mampu melayani seluruh masyarakat. Terlebih setiap bulan masyarakat membayar pajak penerangan jalan yang dibebankan pada rekening listrik mereka. Yang salah adalah masyarakat seringkali kelewatan ketika memasang PJU, khususnya terkait soal watt lampu yang digunakan.
“Oleh karena itu, silakan mereka pasang sendiri tapi tidak sebesar itu lagi wattnya. Kita akan lakukan razia karena sudah ada payung hukumnya,” tegasnya.
BANJARMASIN – Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) ternyata tak hanya berdampak pada masyarakat, tapi Pemerintah Kota Banjarmasin pun ikut dibuat pusing. Pasalnya, seiring naiknya TDL, tagihan rekening listrik penerangan jalan umum (PJU) semakin membengkak.
Apalagi, sebanyak 60 persen PJU di Banjarmasin ilegal dan tidak dilengkapi dengan meteran sehingga pemakaiannya tidak bisa dikontrol. Sedangkan PLN sendiri telah menetapkan bahwa PJU yang tidak bermeter dihitung menyala selama 375 jam per bulan. Padahal, seperti diketahui banyak PJU di Banjarmasin yang tidak menyala penuh sesuai dengan jam yang ditentukan, yakni pukul 18.00-06.00.
“Bisa dikatakan PLN sewenang-wenang. Saya sempat komplain karena tagihan untuk yang nonmeter tetap Rp 612 juta selama enam bulan, padahal banyak tidak nyalanya. Lalu dibawakannya SK dari direksi itu bahwa untuk yang nonmeter dipatok menyala 375 jam, nyala tidak nyala tetap bayarnya segitu,” ujar Kepala Dinas Tata Kota dan Perumahan (Distakorum) Kota Banjarmasin, Drs H Hamdi.
Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar pemerintah membuka persaingan di bidang kelistrikan sehingga PLN tidak lagi bisa memonopoli.
“Seperti telepon, begitu ada persaingan banyaknya pilihan yang ada menguntungkan masyrarakat,” cetusnya.
Sementara itu, disinggung mengenai Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengelolaan PJU yang tengah disiapkan oleh pemkot, Hamdi menjelaskan bahwa perda tersebut merupakan salah satu jawaban untuk masalah pembayaran rekening listrik PJU yang sangat merugikan pemkot.
“Jadi, ke depan pemasangan PJU ada aturannya. Kalau lebar 3 meter misalnya, lampunya cukup yang 30 watt. Jangan lagi sembarangan sampai 300 watt karena boros jadinya, duit APBD tersedot,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan melakukan meterisasi seluruh jaringan PJU sehingga dapat termonitor. Memang invesatasi awal bisa mencapai kira-kira Rp 30 miliar, tapi bisa dilakukan bertahap. Karena jika tidak, PLN yang akan menikmati keuntungannya. Sehingga menurutnya lebih baik dilakukan penghematan karena dari penghematan itu bisa digunakan untuk pembangungan insfrastruktur yang lain.
“Misalnya, ada jalan dengan panjang dan lebar sekian. Anggap ada 40 tiang PJU dengan jarak sekian meter dan masing-masing lampunya 50 watt. Kita pasang meteran dan kalau ada yang menambah, maka listriknya akan jeglek. Jadi, masyarakat yang akan mengontrol sendiri,” terangnya.
Ia sendiri tidak ingin menyalahkan masyarakat yang seenaknya memasang PJU karena memang pemkot belum mampu melayani seluruh masyarakat. Terlebih setiap bulan masyarakat membayar pajak penerangan jalan yang dibebankan pada rekening listrik mereka. Yang salah adalah masyarakat seringkali kelewatan ketika memasang PJU, khususnya terkait soal watt lampu yang digunakan.
“Oleh karena itu, silakan mereka pasang sendiri tapi tidak sebesar itu lagi wattnya. Kita akan lakukan razia karena sudah ada payung hukumnya,” tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar