2011, BPS Lakukan Pendataan Ulang
BANJARMASIN - Sekitar 20-30 persen penerima bantuan langsung tunai (BLT) tahun 2005 di Banjarmasin diperkirakan meleset dari sasaran. Bahkan, ada ditemui PNS dan pensiunan Polri yang juga ikut menerima.
“Kalau menurut konsep itu tidak masuk. Tapi karena sempitnya waktu untuk memverifikasi, maka jadilah mereka sebagai rumah tangga sasaran,” demikian alasan Kepala BPS Kota Banjarmasin, Rismanto.
Dituturkannya, instruksi untuk melakukan pendataan sosial ekonomi (PSE) nasional guna menjaring masyarakat miskin penerima kompensasi kenaikan harga BBM pada tahun 2005 silam tersebut datang secara mendadak tak lama setelah SBY jadi presiden. Sedangkan pada tanggal 1 Oktober 2005, BLT sudah harus dicairkan bersamaan dengan rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL). Dari hasil PSE 2005 itulah kemudian didapat angka 39.346 rumah tangga miskin (RTM) di Banjarmasin.
“Nah, saat itu kita relatif tidak bisa memverifikasi data-data yang dihasilkan. Oleh karena itu, di dalamnya ada yang namanya inclusion error dimana rumah tangga yang sebenarnya tidak layak dikategorikan miskin malah masuk, tapi ada pula yang dinamakan exclusion error dimana ada rumah tangga yang layak masuk data rumah tangga miskin tapi tidak masuk. Tapi berdasarkan penelitian, tingkat error dari data yang dihasilkan masih lebih baik dari data kemiskinan mikro yang dimiliki pemerintah selama ini,” ujarnya.
Selanjutnya, pada tahun 2008 dilakukan pemutakhiran data melalui program pendataan layanan sosial (PPLS). Hasilnya, jumlah RTM di Banjarmasin menyusut dari 39.346 RTM menjadi 19.910 RTS (rumah tangga sasaran) dengan jumlah anggota RTS sekitar 64 ribu jiwa. Konsep PPLS sendiri sangat tegas dimana bagi rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor, apapun cara perolehannya, tidak dikategorikan sebagai RTS. Sedangkan dari hasil audit BPK, sebanyak 44 RTM pada tahun 2005 harus dikeluarkan dari RTS.
“Dalam data PPLS 2008 itu kami memasukkan semua rumah tangga miskin dan hampir miskin. Tapi yang banyak di Banjarmasin adalah yang hampir miskin,” terangnyanya.
Dituturkannya, pendataan tahun 2008 ini lebih repot ketimbang tahun 2005. Pasalnya, setelah masyarakat tahu bahwa ada BLT, semua ingin dimasukkan.
“Ketika masyarakat belum tahu, mereka tenang-tenang saja dan RT pun memberikan data yang masih realistis. Tapi setelah tahu, macam-macam. Intinya, semua RT tidak ingin bermasalah dengan warganya, jadi semuanya dimasukkan. Memang tidak semua, sebagian lah misalnya di daerah Kemacamatan Banjarmasin Utara seperti Alalak dan Kuin,” bebernya.
Sementara itu, Rismanto mengungkapkan bahwa pada tahun 2011 ada sinyalemen akan dilakukan pemutakhiran data PPLS seiring dengan besarnya anggaran pendidikan dan kesehatan yang dialokasikan pemerintah sehingga diperlukan data yang valid.
“Rencana detail dan konsepnya belum tahu, tapi 2011 akan ada pemutakhiran,” tandasnya.
BANJARMASIN - Sekitar 20-30 persen penerima bantuan langsung tunai (BLT) tahun 2005 di Banjarmasin diperkirakan meleset dari sasaran. Bahkan, ada ditemui PNS dan pensiunan Polri yang juga ikut menerima.
“Kalau menurut konsep itu tidak masuk. Tapi karena sempitnya waktu untuk memverifikasi, maka jadilah mereka sebagai rumah tangga sasaran,” demikian alasan Kepala BPS Kota Banjarmasin, Rismanto.
Dituturkannya, instruksi untuk melakukan pendataan sosial ekonomi (PSE) nasional guna menjaring masyarakat miskin penerima kompensasi kenaikan harga BBM pada tahun 2005 silam tersebut datang secara mendadak tak lama setelah SBY jadi presiden. Sedangkan pada tanggal 1 Oktober 2005, BLT sudah harus dicairkan bersamaan dengan rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL). Dari hasil PSE 2005 itulah kemudian didapat angka 39.346 rumah tangga miskin (RTM) di Banjarmasin.
“Nah, saat itu kita relatif tidak bisa memverifikasi data-data yang dihasilkan. Oleh karena itu, di dalamnya ada yang namanya inclusion error dimana rumah tangga yang sebenarnya tidak layak dikategorikan miskin malah masuk, tapi ada pula yang dinamakan exclusion error dimana ada rumah tangga yang layak masuk data rumah tangga miskin tapi tidak masuk. Tapi berdasarkan penelitian, tingkat error dari data yang dihasilkan masih lebih baik dari data kemiskinan mikro yang dimiliki pemerintah selama ini,” ujarnya.
Selanjutnya, pada tahun 2008 dilakukan pemutakhiran data melalui program pendataan layanan sosial (PPLS). Hasilnya, jumlah RTM di Banjarmasin menyusut dari 39.346 RTM menjadi 19.910 RTS (rumah tangga sasaran) dengan jumlah anggota RTS sekitar 64 ribu jiwa. Konsep PPLS sendiri sangat tegas dimana bagi rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor, apapun cara perolehannya, tidak dikategorikan sebagai RTS. Sedangkan dari hasil audit BPK, sebanyak 44 RTM pada tahun 2005 harus dikeluarkan dari RTS.
“Dalam data PPLS 2008 itu kami memasukkan semua rumah tangga miskin dan hampir miskin. Tapi yang banyak di Banjarmasin adalah yang hampir miskin,” terangnyanya.
Dituturkannya, pendataan tahun 2008 ini lebih repot ketimbang tahun 2005. Pasalnya, setelah masyarakat tahu bahwa ada BLT, semua ingin dimasukkan.
“Ketika masyarakat belum tahu, mereka tenang-tenang saja dan RT pun memberikan data yang masih realistis. Tapi setelah tahu, macam-macam. Intinya, semua RT tidak ingin bermasalah dengan warganya, jadi semuanya dimasukkan. Memang tidak semua, sebagian lah misalnya di daerah Kemacamatan Banjarmasin Utara seperti Alalak dan Kuin,” bebernya.
Sementara itu, Rismanto mengungkapkan bahwa pada tahun 2011 ada sinyalemen akan dilakukan pemutakhiran data PPLS seiring dengan besarnya anggaran pendidikan dan kesehatan yang dialokasikan pemerintah sehingga diperlukan data yang valid.
“Rencana detail dan konsepnya belum tahu, tapi 2011 akan ada pemutakhiran,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar