A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Selasa, 24 Agustus 2010

Rata-Rata Bangunan Tidak Memenuhi Syarat Utilitas

Di Negara Berkembang, Keamanan Lebih Diutamakan

BANJARMASIN – Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarmasin, Matnor Ali menuding lemahnya pengawasan pemerintah sebagai penyebab banyaknya bangunan yang tidak memenuhi syarat-syarat keandalan, salah satunya terkait pengamanan kebakaran sebagaimana hasil survey konsultan yang ditunjuk satker provinsi baru-baru ini.

"Kalau di Banjarmasin itu jarang terjadi bencana alam seperti di Jawa, tapi kebakaran hampir setiap saat. Jadi, ironis sekali kalau gedung-gedung tidak dilengkapi dengan pengamanan kebakaran. Ini masalah kejelian pemerintah saat mengeluarkan izin, ketika mengerjakan 35 persen dikontrol, 50 persen kontrol lagi. Masalahnya kurang pengawasan saja,” ujarnya.

Ia pun meminta agar dinas terkait menginventarisir seluruh bangunan di Banjarmasin yang tidak memenuhi ketentuan agar dapat melengkapi kekurangannya.

“Kalau aturannya sudah seperti itu, lakukan. Investor ini bisa saja nakal. Dalam izin sudah tertera ketentuannya, tapi tidak dikerjakan,” cetusnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah pusat melalui satker provinsi baru-baru ini menggelar program penilaian keandalan bangunan terhadap 11 gedung di Banjarmasin, yakni RS Siaga, rusunawa, PSB IAIN, Gedung Pramuka, Kantor Dinas Kesehatan Kota, Komplek Sekolah Muhammadiyah, kantor pos besar, Kopertis, kantor walikota, Gedung Arsip, dan SMAN 7.

Penilaian dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, antara lain peningkatan kegiatan bangunan dan penurunan laik fungsi akibat kurangnya biaya, kelalaian pemeliharaan, terbatasnya kemampuan pemkot dalam memberi arahan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional untuk menjamin keselamatan, serta guna mendukung pemberlakuan sertifikat layak fungsi (SLF) 2010. Hasilnya, hanya satu gedung dinyatakan andal, yaitu RS Siaga.

Kepala Bidang Pembinaan Bangunan Dinas Tata Kota dan Perumahan (Distakorum) Kota Banjarmasin, Ir Ahmad Faruk, yang dikonfirmasi lebih lanjut kemarin (23/8) menyatakan bahwa hasil penilaian itu hanya sebagai bahan acuan untuk penerbitan SLF. Sedangkan yang bisa melakukan penilaian semacam itu secara resmi hanya tim ahli bangunan (TAB) karena TAB terdiri dari para ahli, sedangkan konsultan hanya menilai secara visual.

“Kalau TAB yang merekomendasikan suatu gedung tidak memenuhi syarat, maka kekurangannya wajib dilengkapi,” ujarnya.

Terlebih, lanjutnya, acuan yang digunakan oleh konsultan, dalam hal ini CV Itnasindo, lebih menekankan pada sisi kenyamanan dan lebih cocok untuk diterapkan di negara maju, yakni utilitas 50 persen, struktur 30 persen, arsitektur 10 persen, aksesibilitas 5 persen, dan lain-lain 5 persen. Padahal, di negara berkembang justru struktur yang lebih diutamakan.

“Kalau bangunan komersial seperti rumah sakit atau mall pasti ada pengamanan kebakaran, kalau sekolah memang belum ada lagi karena ya itu tadi, didesain dengan sederhana. Dengan dana yang terbatas, di negara berkembang yang diutamakan keamanan dulu. Nah, untuk fasilitas penyandang cacat memang belum ada yang ke arah situ karena aturannya juga baru turun, sedangkan bangunan kita rata-rata bangunan lama,” terangnya.

Sebenarnya, lanjutnya, perda tentang bangunan gedung di Banjarmasin sudah mengatur semua persyaratan yang terkait dengan keandalan bangunan itu. Hanya saja implementasinya harus bertahap karena terkendala biaya besar yang dibutuhkan untuk memenuhi segala tuntutan itu.

“Ambil contoh kalau sesuai acuan itu sekolah bangunan di atas tiga lantai harus pakai eskalator dan rusun pakai lift. Yang bayar listriknya siapa? Lagipula, untuk menyatakan kehandalan bangunan harus ditinjau juga dari sisi fungsi bangunannya sebagai apa. Kalau membandingkan dengan rumah sakit, jelas tidak pas. Jadi, hasil penilaian itu tidak harga mati. Kalau acuannya masih seperti itu, rata-rata bangunan kita memang tidak memenuhi syarat dari segi utilitas,” ucapnya.

Selain itu, ia juga mempertanyakan dasar konsultan dalam menilai konstruksi bangunan-bangunan tersebut karena survey hanya dilakukan secara visual. Pasalnya, dari 11 bangunan itu yang menggunakan konstruksi sampai tanah keras hanya dua, yaitu RS Siaga dan rusunawa. Sedangkan yang lainnya hanya kontruksi gantung.

“Itu kalau ada gangguan atau getaran berpengaruh, konstruksinya bisa turun. Tapi dikatakannya handal karena dia hanya melihat pada saat itu saja,” tukasnya.

Tidak ada komentar: