Diatur Dalam Kode Etik
BANJARMASIN – DPRD Kota Banjarmasin mengajukan Rancangan Peraturan DPRD tentang Kode Etik, Senin (30/8).
Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP mengatakan bahwa pengajuan ini sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2010 bahwa kode etik yang sebelumnya menjadi satu dengan tata tertib DPRD kini harus berdiri sendiri.
Selain itu, pihaknya juga menilai bahwa diperlukan suatu aturan yang mengikat di dalam internal dewan, khususnya mengenai kewenangan Badan Kehormatan (BK) untuk memantau dan mengevaluasi disiplin anggota dewan serta menjatuhkan sanksi kepada anggota dewan yang terbukti melanggar kode etik atau peraturan tata tertib dewan agar memiliki kekuatan hukum sehingga dapat lebih leluasa bergerak.
“Dalam tatib memang sudah ada mengatur itu, tapi dalam kode etik akan lebih mendetailkan bagaimana BK menilai sesama teman-teman anggota dewan sendiri, dan langkah-langkahnya seperti apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Dijelaskannya, kode etik ini merupakan penjabaran yang lebih rinci lagi dari tata tertib dewan yang sudah ada. Adapun isinya antara lain akan mengatur soal larangan bagi anggota dewan untuk menerima gratifikasi, moralitas, dan kedisiplinan untuk hadir dalam rapat. Sayangnya, masalah ketepatan waktu dimulainya rapat yang selama ini kerap dikeluhkan banyak pihak tidak diatur secara spesifik.
“Itu terkait masalah kedisiplinan. Kita tidak mengatur secara spesifik karena selama ini banyak faktor atas keterlambatan itu. Kadang-kadang masalahnya bukan hanya terlambat hadir di kantor, tapi ada kegiatan lain di kantor sehingga agenda jadi molor sehingga perlu jadi pertimbangan. Tapi pada prinsipnya, aturan yang mengikat dalam kode etik ini adalah pada tingkat kehadiran yang bisa memengaruhi hasil keputusan di dewan,” paparnya.
Selain itu, dalam rancangan sementara kode etik yang diajukan kemarin juga diatur bahwa anggota dewan tidak boleh merangkap jabatan di luar lembaga yang bisa berpengaruh terhadap kebijakan dan pengeluaran anggaran pemerintah, misalnya direktur perusahaan yang mengerjakan proyek di pemerintahan, notaris, pengacara, dokter, dan sebagainya.
“Hal itu tidak diperkenankan. Kalau dulu yang bersangkutan berprofesi itu, maka setelah jadi anggota dewan dia harus berhenti dulu. Setelah selesai masa jabatannya baru boleh melanjutkan kembali,” tandasnya.
BANJARMASIN – DPRD Kota Banjarmasin mengajukan Rancangan Peraturan DPRD tentang Kode Etik, Senin (30/8).
Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP mengatakan bahwa pengajuan ini sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2010 bahwa kode etik yang sebelumnya menjadi satu dengan tata tertib DPRD kini harus berdiri sendiri.
Selain itu, pihaknya juga menilai bahwa diperlukan suatu aturan yang mengikat di dalam internal dewan, khususnya mengenai kewenangan Badan Kehormatan (BK) untuk memantau dan mengevaluasi disiplin anggota dewan serta menjatuhkan sanksi kepada anggota dewan yang terbukti melanggar kode etik atau peraturan tata tertib dewan agar memiliki kekuatan hukum sehingga dapat lebih leluasa bergerak.
“Dalam tatib memang sudah ada mengatur itu, tapi dalam kode etik akan lebih mendetailkan bagaimana BK menilai sesama teman-teman anggota dewan sendiri, dan langkah-langkahnya seperti apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Dijelaskannya, kode etik ini merupakan penjabaran yang lebih rinci lagi dari tata tertib dewan yang sudah ada. Adapun isinya antara lain akan mengatur soal larangan bagi anggota dewan untuk menerima gratifikasi, moralitas, dan kedisiplinan untuk hadir dalam rapat. Sayangnya, masalah ketepatan waktu dimulainya rapat yang selama ini kerap dikeluhkan banyak pihak tidak diatur secara spesifik.
“Itu terkait masalah kedisiplinan. Kita tidak mengatur secara spesifik karena selama ini banyak faktor atas keterlambatan itu. Kadang-kadang masalahnya bukan hanya terlambat hadir di kantor, tapi ada kegiatan lain di kantor sehingga agenda jadi molor sehingga perlu jadi pertimbangan. Tapi pada prinsipnya, aturan yang mengikat dalam kode etik ini adalah pada tingkat kehadiran yang bisa memengaruhi hasil keputusan di dewan,” paparnya.
Selain itu, dalam rancangan sementara kode etik yang diajukan kemarin juga diatur bahwa anggota dewan tidak boleh merangkap jabatan di luar lembaga yang bisa berpengaruh terhadap kebijakan dan pengeluaran anggaran pemerintah, misalnya direktur perusahaan yang mengerjakan proyek di pemerintahan, notaris, pengacara, dokter, dan sebagainya.
“Hal itu tidak diperkenankan. Kalau dulu yang bersangkutan berprofesi itu, maka setelah jadi anggota dewan dia harus berhenti dulu. Setelah selesai masa jabatannya baru boleh melanjutkan kembali,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar