BANJARMASIN - Meski kritikan Walikota H Muhidin soal tingkat kedisiplinan serta hobi anggota DPRD Kota Banjarmasin yang gemar melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah yang jauh yang disampaikannya dalam dua kali forum rapat paripurna baru-baru ini cukup pedas, namun para wakil rakyat yang dijadikan sasaran kritik itu nampaknya tidak terlalu ambil pusing, apalagi sampai terpancing emosinya untuk memberikan reaksi yang berlebihan.
Bahkan, Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP mengatakan bahwa pernyataan walikota tersebut merupakan masukan yang baik sehingga perlu diapresiasi.
“Memang seharusnya kunjungan kerja itu harus memperhitungkan kebutuhan, artinya yang sesuai dengan tema atau program yang diklakukan supaya tepat sasaran. Jangan sampai mencari yang jauh, tapi tidak tepat sasaran sehingga saya rasa pernyataan walikota itu perlu diapresiasi. Itu wacana yang baik untuk DPRD,” ujarnya.
Sedangkan soal rapat paripurna yang kerap molor, ia menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Kadang-kadang masalahnya bukan hanya terlambat hadir di kantor, tapi ada kegiatan lain di kantor sehingga agenda jadi molor.
“Lagipula undangan kan jam 10.00, jadi tidak bisa disalahkan juga para anggota yang belum datang waktu walikota datang jam 09.00 itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Banjarmasin, M Dafik As’ad mengatakan bahwa soal kunjungan kerja merupakan keputusan yang diambil bersama, bukan individu, serta telah melalui berbagai masukan dan pertimbangan, baik dari anggota tim yang akan melakukan kunjungan maupun dari pemerintah kota sehingga kemudian didapat keputusan soal daerah mana yang relevan dengan tujuan dari kunjungan itu.
“Kalau jauh-jauh terus tidak juga. Kalau jauh tapi dari segi perjalanan susah buat apa? Contoh ke Pontianak, walau relatif dekat karena sesama pulau, tetapi penerbangannya kan harus ke Jakarta dulu dan akan lebih jauh kalau dibandingkan dengan dari Jakarta ke Batam misalnya,” tuturnya.
Selain itu, jauh dekatnya daerah kunjungan menurutnya tidak berpengaruh terhadap uang saku yang diterima karena biaya perjalanan dinas DPRD Kota Banjarmasin saat ini menganut sistem lunsum, artinya semua biaya ditanggung sendiri dengan uang saku yang diberikan.
“Kalau jauh besar biaya tiketnya, kalau dekat sedikit. Nah, kalau jauh berarti pengeluarannya juga cukup besar. Tapi tergantung situasi dan kondisi juga, kalau tiket lagi mahal ya mahal, kalau murah ya murah,” terangnya.
Ke depan, lanjutnya, ada wacana untuk memadukan sistem lunsum dengan sistem at cost. At cost berarti biaya fix atau biaya sebenarnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan penyalahgunaan anggaran serta melakukan penghematan.
“Kecuali uang saku. Soalnya pertanggungjawabannya susah seperti beli kue kalau pakai nota tidak mungkin. Yang besar-besar saja seperti tiket atau hotel,” katanya.
Bahkan, Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP mengatakan bahwa pernyataan walikota tersebut merupakan masukan yang baik sehingga perlu diapresiasi.
“Memang seharusnya kunjungan kerja itu harus memperhitungkan kebutuhan, artinya yang sesuai dengan tema atau program yang diklakukan supaya tepat sasaran. Jangan sampai mencari yang jauh, tapi tidak tepat sasaran sehingga saya rasa pernyataan walikota itu perlu diapresiasi. Itu wacana yang baik untuk DPRD,” ujarnya.
Sedangkan soal rapat paripurna yang kerap molor, ia menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Kadang-kadang masalahnya bukan hanya terlambat hadir di kantor, tapi ada kegiatan lain di kantor sehingga agenda jadi molor.
“Lagipula undangan kan jam 10.00, jadi tidak bisa disalahkan juga para anggota yang belum datang waktu walikota datang jam 09.00 itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPRD Kota Banjarmasin, M Dafik As’ad mengatakan bahwa soal kunjungan kerja merupakan keputusan yang diambil bersama, bukan individu, serta telah melalui berbagai masukan dan pertimbangan, baik dari anggota tim yang akan melakukan kunjungan maupun dari pemerintah kota sehingga kemudian didapat keputusan soal daerah mana yang relevan dengan tujuan dari kunjungan itu.
“Kalau jauh-jauh terus tidak juga. Kalau jauh tapi dari segi perjalanan susah buat apa? Contoh ke Pontianak, walau relatif dekat karena sesama pulau, tetapi penerbangannya kan harus ke Jakarta dulu dan akan lebih jauh kalau dibandingkan dengan dari Jakarta ke Batam misalnya,” tuturnya.
Selain itu, jauh dekatnya daerah kunjungan menurutnya tidak berpengaruh terhadap uang saku yang diterima karena biaya perjalanan dinas DPRD Kota Banjarmasin saat ini menganut sistem lunsum, artinya semua biaya ditanggung sendiri dengan uang saku yang diberikan.
“Kalau jauh besar biaya tiketnya, kalau dekat sedikit. Nah, kalau jauh berarti pengeluarannya juga cukup besar. Tapi tergantung situasi dan kondisi juga, kalau tiket lagi mahal ya mahal, kalau murah ya murah,” terangnya.
Ke depan, lanjutnya, ada wacana untuk memadukan sistem lunsum dengan sistem at cost. At cost berarti biaya fix atau biaya sebenarnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan penyalahgunaan anggaran serta melakukan penghematan.
“Kecuali uang saku. Soalnya pertanggungjawabannya susah seperti beli kue kalau pakai nota tidak mungkin. Yang besar-besar saja seperti tiket atau hotel,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar