A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Rabu, 15 September 2010

Kuncinya di Kejati

Soal Penyelesaian Status Quo SA

BANJARMASIN – Niat Walikota Banjarmasin H Muhidin untuk memperjelas kewenangan pengelolaan Pasar Sentra Antasari (SA) yang sejak kasus penyimpangan dalam proyek pembangunan pusat perbelanjaan tersebut dibawa ke meja hijau hingga saat ini berada dalam status quo, disambut baik oleh DPRD Kota Banjarmasin.

Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP kemarin (14/9) mengatakan bahwa dijadikannya masalah yang membelit SA sebagai salah satu prioritas walikota yang baru untuk segera diselesaikan sangat tepat.

“Start yang bagus untuk walikota baru dimana masalah-masalah yang ada di Banjarmasin diinventarisir dan diambil langkah-langkah penyelesaian. Di antaranya memang kendala sekarang ini adalah untuk SA masih belum ada penyelesaian sehingga saya sangat setuju kalau kemudian salah satu prioritas walikota yang baru adalah untuk menyelesaikan masalah SA itu sangat tepat,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa pemkot memang sudah seharusnya sesegeranya mengambil langkah-langkah penyelesaian agar tidak semakin banyak kerugian yang ditimbulkan. Selain itu, pemkot juga perlu melakukan audit untuk mengetahui aset-aset yang ada di dalam SA serta beban-beban dan hutang yang ditanggung investor.

“Sehingga kemudian bisa diketahui cut off-nya pada saat nanti pemkot mengambil alih, berapa sih sebenarnya keuangan yang sudah masuk ke PT GJW, juga beban-beban dan hutangnya. Jangan sampai belum ada kejelasan mengenai itu sehingga timbul permasalahan di kemudian hari dan mengakibatkan potensi kerugian,” tuturnya.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh advokat Dr Masdari Tasmin SH MH.

Menurutnya, niat pemkot untuk mengurai benang kusut SA tidaklah keliru. Tapi supaya tidak terjadi masalah lagi, pemkot sebaiknya membentuk tim internal untuk menginventarisir keberadaan sarana prasarana serta masalah-masalah yang ada di sana. Namun, tindakan ini baru bisa diambil setelah perkara pidana yang sampai saat ini masih berjalan sudah benar-benar tuntas.

“Sekarang kan untuk Midpai (Midpai Yabani, mantan Walikota Banjarmasin, salah satu dari empat terpidana dalam kasus SA) belum ada putusan. Idealnya kita tunggu putusannya dulu,” katanya.

Selain itu, juga perlu adanya pernyataan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel bahwa tidak akan ada lagi tersangka baru.

“Tapi kalau Kejati menganggap belum selesai dan kemungkinan masih ada tersangka baru, sulit mengambil langkah penyelesaian. Ini bisa dipahami karena pemkot tentu tidak berani mengambil langkah kalau-kalau salah. Jadi, kuncinya sekarang ada di Kejati,” ucapnya.

Setelah perkara pidananya tuntas pun, bukan berarti masalah langsung selesai. Masdari mengatakan bahwa hubungan hukum perdata antara pemkot dan PT GJW harus dilanjutkan, baik dengan cara musyarawarah maupun lewat jalur hukum.

“Idealnya jangan sampai ke pengadilan. Musyawarah dulu, kalau ke pengadilan nanti terhenti lagi,” tambahnya.

Hal lain yang juga harus diselesaikan adalah soal kredit macet di Bank Mandiri Banjarmasin terkait pendanaan proyek pembangunan SA.

“Terkait kredit macet, pemkot dan PT GJW harus melakukan negoisasi dengan pihak bank bagaimana solusinya, itu harus diselesaikan juga,” tandasnya.


“Tidak Adil Mereka Dihukum”

BANJARMASIN – Berlarut-larutnya proses hukum kasus penyimpangan dalam pembangunan Pasar Sentra Antasari (SA) menurut advokat Dr Masdari Tasmin SH MH tak terlepas dari hukum acara di Indonesia sendiri yang memberi peluang untuk mengajukan banding dan kasasi sehingga membuat waktu penyelesaian suatu perkara relatif cukup lama.

“Menurut hukum acara memang begitu, tidak bisa kita memotong waktu yang cepat walaupun ada aturan bahwa perkara korupsi mendapat prioritas, namun kenyataannya tetap saja lambat,” ujarnya.

Terlebih lagi, dalam kasus SA, oleh pihak kejaksaan perkaranya dipisah-pisah.

Masdari yang juga bertindak sebagai penasehat hukum salah satu terpidana kasus SA, yakni mantan Kepala Dinas Tata Kota Banjarmasin sekaligus Ketua Harian Tim Penataan Pasar Sentra Antasari, Edwan Nizar alias Eed, mengatakan bahwa pemisahan ini dilakukan semata-mata untuk mengejar target yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dimana Kejaksaan Negeri (Kejari) ditarget tiga perkara korupsi dalam setahun, sedangkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) minimal lima perkara.

“Mestinya dijadikan satu kan bisa sesuai dengan prinsip peradilan cepat dan murah. Tapi sekarang kasus korupsi oleh kejaksaan selalu dipisah-pisah sehingga waktunya lama. Di Batola, Martapura, Tanjung, Barabai, Banjarmasin, Pelaihari, Kotabaru, dipisah-pisah,” tuturnya.

Yang membuatnya semakin kecewa, tuduhan korupsi yang ditimpakan kepada seluruh terpidana dalam kasus SA sangat dipaksakan karena kasusnya sebenarnya murni perdata.

“Mereka tidak ada merugikan keuangan negara satu sen pun karena hasil audit BPKP menyatakan tidak ada korupsi. Bagaimana jaksanya menghitung? Hakimnya semua cari selamat. Investor sudah keluar duit, dihukum, disuruh mengganti lagi. Mengganti kemana? Karena diikat target tadi, sampai perkara perdata pun ikut digolongkan korupsi. Makanya sampai sekarang kami sebagai penasehat hukum tidak puas atas putusan baik terhadap dirut PT GJW maupun Eed dan Midpai, tidak adil mereka dihukum,” cetusnya.

Tidak ada komentar: