A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Rabu, 22 September 2010

Langgar Tata Ruang, Kena Pidana

BANJARMASIN – Perubahan UU nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang menjadi UU nomor 26 tahun 2007 diharapkan mampu menjadi pedoman dalam mewujudkan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Namun, perubahan ini sekaligus juga membawa sejumlah konsekuensi logis yang nampaknya cukup berat untuk dipenuhi oleh pemerintah daerah, seperti proporsi ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota, baik RTH publik maupun RTH privat dengan proporsi RTH publik paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banjarmasin, Supriadi mengatakan bahwa sebenarnya proporsi RTH di Banjarmasin saat ini cukup memadai. Hanya saja sebagian besar adalah milik masyarakat atau privat. Meski dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas

pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya, namun pemda sendiri memiliki keterbatasan anggaran untuk itu.

“Harusnya yang paling banyak memang milik pemerintah kota, tapi seperti kita tahu bahwa harga tanah di kota sekarang mahal. Ini merupakan kendala bagi seluruh daerah saya rasa,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, ada sanksi yang akan diterapkan untuk pelanggaran terhadap aturan baru soal penataan ruang ini, baik sanksi pidana maupun perdata. Oleh sebab itu, sebagai solusi jangka pendek, pemkot akan berusaha mempertahankan RTH yang sudah ada, seperti taman Kamboja dan siring-siring yang sudah dibangun.

“Sekarang ada sanksi pidana dan perdatanya. Makanya, semua pihak harus berhati-hati, termasuk bagi yang mengeluarkan izin (perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan),” cetusnya.

Selain soal proporsi RTH, Pemerintah Kota Banjarmasin nampaknya juga cukup berat untuk menerapkan pemberian insentif terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang sesuai dengan amanat UU nomor 26 tahun 2007. Dalam UU diatur bahwa pengendalian pemanfaatan ruang melalui pemberian insentif ini dapat dilakukan dalam bentuk keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham, pembangunan serta pengadaan infrastruktur; kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta atau pemerintah daerah.

“Permasalahan lain yang dihadapi adalah masalah pemberian insentif. Harusnya insentif itu memang ada, tapi lagi-lagi kita terbatas dananya,” ucapnya.

Tidak ada komentar: