A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Minggu, 05 September 2010

Walikota Usul Perda Ramadan Direvisi, Dewan Berang

BANJARMASIN – Pernyataan yang terlontar dari mulut Walikota H Muhidin tak berhenti menyulut kontroversi. Kali ini, pihak legislatif yang dibuat kebakaran jenggot gara-gara rencana walikota baru tersebut untuk merevisi Perda Ramadan.

Di sela menyampaikan jawaban atas pandangan fraksi-fraksi dalam rapat paripurna yang beragendakan penyampaian rancangan perubahan APBD Kota Banjarmasin 2010 di gedung DPRD Kota Banjarmasin, Rabu (25/8), H Muhidin mengemukakan keinginannya untuk merevisi Peraturan Daerah (perda) nomor 4 tahun 2005 tentang Larangan Kegiatan Pada Bulan Ramadhan agar warung-warung makan di lokasi tertentu diperkenankan untuk buka, misalnya di pelabuhan dan di mall. Alasannya, karena dalam syariat Islam pekerja berat seperti buruh kasar di pelabuhan diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Selain itu, ia juga beralasan untuk menghormati orang nonmuslim.

Sejumlah anggota dewan yang dimintai komentarnya secara terang-terangan menolak usulannya tersebut mentah-mentah.

Wakil Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah STP berpendapat bahwa perda tersebut dibuat untuk menciptakan kekhusyukan di bulan puasa. Sedangkan larangan bagi warung-warung makan untuk beroperasi di siang hari sengaja diterapkan tanpa pengecualian untuk memberi keadilan bagi masyarakat. Meski demikian, pasal-pasal lain yang ada di dalam perda tersebut menurutnya juga sudah sangat arif dan bijaksana.

“Dulu saat pembahasan perda tersebut kita sudah mewacanakan terkait tempat-tempat makan di hotel atau mall untuk dibolehkan buka, tapi kesepakatannya akhirnya tetap dilarang karena dikhawatirkan tempat-tempat tersebut akan dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu, artinya orang muslin yang seharusnya berpuasa makan di tempat itu. Jadi, kalau ini mau direvisi, kami tidak setuju,” ujarnya.

Demikian pula di kawasan pelabuhan, lanjutnya, hal tersebut juga sudah pernah dibahas. Jika sesuai syariat Islam, memang orang-orang dengan beban berat untuk mencari nafkah bagi keluarga seperti buruh kasar di pelabuhan diberi dispensasi untuk tidak berpuasa. Namun, lagi-lagi jika ada pengecualian untuk tempat-tempat tertentu seperti ini, dikhawatirkan masyarakat yang bukan buruh di tempat itu ikut-ikutan makan di situ.

“Perda yang dibuat tidak secara tertulis mengatur hal itu karena khawatirnya terjadi ketidakadilan lagi dimana yang bukan buruh ikut makan di situ. Tapi mereka diperkenankan membawa makanan asal makannya tidak di tempat umum. Mereka harus makan di tempat mereka kerja, bukan di tempat yang terbuka atau jalan lalu lalang orang dan mudah dilihat. Jadi, saya rasa perda kita sudah sangat arif dan bijaksana,” tandasnya.

Tidak ada komentar: