
BANJARMASIN – Kasus Ketua DPRD Kota Banjarmasin, Rusian SE yang ‘disidang’ oleh Badan Kehormatan (BK) akibat pernyataan yang diceploskannya di hadapan rombongan anggota DPRD Kabupaten Jepara beberapa waktu lalu bahwa pembuatan peraturan daerah (perda) dan studi banding hanya dijadikan sebagai alat untuk menguras keuangan daerah, menurut Direktur Intitute for Regional Development and Politic Studies (IRDPoS) Kalimantan Selatan, Taufik Arbain SSos Msi menarik untuk dicermati.
Pertama, dari kasus tersebut kini rakyat bisa mengetahui betul bagaimana sumber daya manusia (SDM) anggota dewan yang ternyata tidak banyak mengetahui soal bagaimana menjaga wibawa sebuah lembaga.
Kedua, bahwa anggota dewan justru melakukan tindakan-tindakan yang disebut dengan kebijakan diskresi, yaitu kebijakan yang cenderung tidak menguntungkan rakyat, tapi hanya menguntungkan diri dan kelompoknya.
“Dengan kasus seperti ini, bagi saya sebuah keberuntungan bagi kita karena sekarang sangat nampak di hadapan bahwa studi banding dan bikin perda dengan menghabiskan banyak uang rakyat itu adalah tindakan setengah hati untuk membela kepentingan rakyat,” cetusnya.
Oleh sebab itu, ia menilai BK semestinya tidak hanya menyoal sikap Rusian yang dianggap menyalahi kode etik dan tata tertib, tapi yang lebih penting lagi adalah melakukan introspeksi ke dalam terkait perlakuan lembaga legislatif terhadap keuangan daerah serta kecenderungan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang diskresi tadi.
Jika perubahan tidak terjadi, maka dengan tegas ia menyebut bahwa situasi ini tidak lebih dari sebuah persekongkolan politik yang menafikan kepentingan rakyat.
“Perubahan yang saya maksud bukan perilaku Rusian-nya, tapi substansi kelakukan anggota dewan yang membuat trik-trik itu, jangan sampai terjadi lagi,” ujarnya.
Terlebih, anggota dewan memegang peranan sebagai kontrol pemerintah yang salah satu tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran sehingga sungguh ironis jika mereka justru bersikap inkonsisten dengan menghambur-hamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi.
Sebaliknya, dosen di lingkungan FISIP Unlam Banjarmasin ini berpendapat bahwa lembaga legislatif harus menjadi pionir dalam rangka mewujudkan good governance yang menekankan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.
“Biasanya yang sangat tertutup kalau menyangkut anggaran itu eksekutif. Sangat lucu kalau anggota dewan yang diminta untuk mengawasi anggaran, tapi dia sendiri bersikap intransparansi,” tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar