A good journalist is not the one that writes what people say, but the one that writes what he is supposed to write. #TodorZhivkov

Minggu, 24 Oktober 2010

Warga Pulang dengan Tangan Hampa

BANJARMASIN – Merasa keberatan dengan biaya pembersihan lokasi sebesar Rp 750 ribu per bangunan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Banjarmasin, para pemilik bangunan liar di samping Jembatan Pasar Lama Jl KP Tendean yang terancam digusur pada awal bulan depan sehubungan dengan proyek penyiringan sungai di kawasan tersebut, kemarin berbondong-bondong mendatangi gedung DPRD Kota Banjarmasin.
Namun, akhirnya mereka terpaksa pulang dengan tangan hampa karena dalam rapat dengar pendapat dengan sejumlah pejabat pemkot yang difasilitasi oleh Komisi I DPRD Kota Banjarmasin itu, kebijakan yang diambil pemkot tersebut nampaknya sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Ditegaskan kembali oleh Kabag Tata Pemerintahan Setdako Banjarmasin, Ichwan Noor Chalik, bahwa untuk pembebasan bangunan yang berdiri di atas tanah negara, tidak ada istilah ganti rugi, tali asih, ataupun santunan. Adapun uang Rp 750 ribu per bangunan yang diberikan pemkot tersebut diambil dari pos biaya pembersihan lokasi yang sudah termasuk dalam anggaran proyek.
“Biaya pembersihan proyek itu nilainya sangat kecil, bahkan pemkot sampai nombok loh itu,” ujarnya.
Selain itu, tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh salah seorang warga yang mengklaim memiliki alas hak atas tanah berupa segel juga mental karena pemko berkeras seluruh bangunan yang akan dibongkar ini berada di atas tanah negara sehingga tidak ada istilah ganti rugi.
Dijelaskannya, dalam jarak 10 meter masing-masing di kiri dan kanan Jembatan Pasar Lama arah ke Jl Kampung Melayu sudah dibebaskan oleh pemerintah pada tahun 1960-an. Namun, karena pengawasan dari pemerintah longgar, maka tanah itu pun kemudian ditumbuhi bangunan liar.
Nah, sesuai dengan ketentuan dalam Perpres nomor 36 yang diperbarui dengan Perpres nomor 65 tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, ganti rugi hanya bisa diberikan untuk pembebasan lahan berdasarkan alas hak, baik sertifikat, HGB, SKKT, segel adat, maupun surat keterangan lain yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya seperti surat keterangan lurah, asal bukan di atas tanah negara.
“Memang ada salah satu warga yang memiliki surat, tapi dalam surat itu justru menunjukkan bahwa dia tidak memiliki surat yang bisa menunjukkan bahwa dia menguasai tanah itu. Di gambarnya pun lokasinya bukan di samping jembatan, makanya tidak kita akui,” tuturnya.
Sedangkan soal ganti rugi yang pernah diberikan kepada seorang pemilik bangunan yang hanya memiliki surat keterangan lurah pada pembebasan tahap pertama, dijelaskannya bahwa dalam surat tersebut jelas menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah menguasai tanah itu selama sekian tahun dengan perbatasan-perbatasan di sisi kanan dan kirinya. Yang lebih penting lagi, tanahnya bukan tanah negara.
“Kalau jelas-jelas di tanah negara, kami mohon maaf tidak bisa mengganti rugi,” ujarnya.
Sementara itu, di tengah sikap pemko yang tegas ini, Komisi I berencana untuk mengadakan pertemuan kembali dengan tim pembebasan lahan yang diketuai oleh Sekretaris Daerah (Sekda). Untuk itu, waktu pembongkaran yang ditargetkan pada tanggal 1 November 2010 mendatang diminta untuk ditunda.

Tidak ada komentar: