BANJARMASIN – Kegiatan kunjungan kerja (kunker) anggota dewan mulai dari tingkat pusat sampai di daerah akhir-akhir ini terus disoroti. Pasalnya, kunker cenderung dimanfaatkan sebagai ajang pelesiran dan hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.
“Kunker itu sebetulnya sah-sah saja, asalkan tidak dijadikan sebagai alat untuk menguras anggaran,” ujar Ketua Parliament Watch Kalsel, Jamaluddin.
Ia mengatakan bahwa setiap kegiatan kunker harus bisa dipertanggungjawabkan apa tujuannya dan apa manfaatnya untuk rakyat.
“Setiap kunker harus ada pertanggungjawaban dalam bentuk laporan kegiatan kepada lembaga dan dibuka kepada masyarakat. Mereka kan bertanggung jawab kepada rakyat, dan uang yang digunakan juga uang rakyat,” tegasnya.
Selain itu, kunker juga tak mesti melibatkan seluruh anggota dewan, baik yang tergabung dalam alat kelengkapan dewan maupun pansus terkait yang melakukan kunker tersebut.
“Sehingga terlihat efisiensinya. Tapi sekarang trennya justru kunker untuk menghabiskan anggaran,” ucapnya.
Yang tidak kalah penting, berapa anggaran yang dialokasikan untuk mendanai kunker ini tak boleh ditutup-tutupi. Soalnya, dampaknya tidak baik bagi perkembangan demokrasi.
“Jangan salahkan kalau nanti semakin banyak yang golput karena masyarakat kecewa,” cetusnya.
Dikatakannya juga, pelesiran berkedok kunker yang nampaknya telah menjadi gejala umum di tubuh lembaga legislatif, baik di pusat maupun di daerah, menunjukkan bahwa para wakil rakyat ini tidak memiliki kepedulian terhadap rakyatnya sendiri.
“Mereka menyuruh pemerintah berhemat, tapi mereka sendiri menghambur-hamburkan anggaran, kan aneh. Apakah nurani mereka yang sudah mati atau bagaimana, saya tidak mengerti,” katanya.
Menurutnya, daripada melakukan kunker ke luar daerah atau luar negeri, lebih baik para anggota legislatif ini menengok daerah-daerah terpencil untuk mendengarkan keluhan masyarakat.
“Lihat bagaimana kondisi sekolah-sekolah kita, atau lihat ke daerah-daerah terpencil, bagaimana keluhan masyarakat. Begitu semestinya,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Produk Hukum Unlam Banjarmasin, Ahmad Faisal SH MH berpendapat bahwa kunker anggota dewan seharusnya dibatasi karena selain sering tidak relevan dan menghabiskan banyak anggaran, pertanggungjawabannya pun tidak jelas.
Apalagi dalam rangka studi komparatif suatu peraturan daerah (perda), menurutnya sangat tidak relevan jika anggota dewan melakukan studi banding secara berlebihan karena dengan analisis kajian saja sebenarnya sudah cukup.
“Karena perda itu harus memiliki ciri khas daerah masing-masing. Tapi kebanyakan sekarang ini yang terjadi adalah copy paste,” katanya.
“Kunker itu sebetulnya sah-sah saja, asalkan tidak dijadikan sebagai alat untuk menguras anggaran,” ujar Ketua Parliament Watch Kalsel, Jamaluddin.
Ia mengatakan bahwa setiap kegiatan kunker harus bisa dipertanggungjawabkan apa tujuannya dan apa manfaatnya untuk rakyat.
“Setiap kunker harus ada pertanggungjawaban dalam bentuk laporan kegiatan kepada lembaga dan dibuka kepada masyarakat. Mereka kan bertanggung jawab kepada rakyat, dan uang yang digunakan juga uang rakyat,” tegasnya.
Selain itu, kunker juga tak mesti melibatkan seluruh anggota dewan, baik yang tergabung dalam alat kelengkapan dewan maupun pansus terkait yang melakukan kunker tersebut.
“Sehingga terlihat efisiensinya. Tapi sekarang trennya justru kunker untuk menghabiskan anggaran,” ucapnya.
Yang tidak kalah penting, berapa anggaran yang dialokasikan untuk mendanai kunker ini tak boleh ditutup-tutupi. Soalnya, dampaknya tidak baik bagi perkembangan demokrasi.
“Jangan salahkan kalau nanti semakin banyak yang golput karena masyarakat kecewa,” cetusnya.
Dikatakannya juga, pelesiran berkedok kunker yang nampaknya telah menjadi gejala umum di tubuh lembaga legislatif, baik di pusat maupun di daerah, menunjukkan bahwa para wakil rakyat ini tidak memiliki kepedulian terhadap rakyatnya sendiri.
“Mereka menyuruh pemerintah berhemat, tapi mereka sendiri menghambur-hamburkan anggaran, kan aneh. Apakah nurani mereka yang sudah mati atau bagaimana, saya tidak mengerti,” katanya.
Menurutnya, daripada melakukan kunker ke luar daerah atau luar negeri, lebih baik para anggota legislatif ini menengok daerah-daerah terpencil untuk mendengarkan keluhan masyarakat.
“Lihat bagaimana kondisi sekolah-sekolah kita, atau lihat ke daerah-daerah terpencil, bagaimana keluhan masyarakat. Begitu semestinya,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Produk Hukum Unlam Banjarmasin, Ahmad Faisal SH MH berpendapat bahwa kunker anggota dewan seharusnya dibatasi karena selain sering tidak relevan dan menghabiskan banyak anggaran, pertanggungjawabannya pun tidak jelas.
Apalagi dalam rangka studi komparatif suatu peraturan daerah (perda), menurutnya sangat tidak relevan jika anggota dewan melakukan studi banding secara berlebihan karena dengan analisis kajian saja sebenarnya sudah cukup.
“Karena perda itu harus memiliki ciri khas daerah masing-masing. Tapi kebanyakan sekarang ini yang terjadi adalah copy paste,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar