Salah Satu Pemilik Bangunan Liar di Tendean Punya Segel
BANJARMASIN – Salah seorang pemilik bangunan liar di samping Jembatan Pasar Lama Jl KP Tendean RT 7 yang rencananya bakal digusur awal bulan depan sehubungan dengan pembangunan siring di kawasan tersebut, menyambangi gedung DPRD Kota Banjarmasin untuk menuntut keadilan, kemarin.
Warga bernama Fika ini mengaku memiliki alas hak atas tanah dan bangunan warisan orang tuanya itu berupa segel bertahun 1951 dan surat keterangan lurah. Ia pun tidak terima kalau ganti rugi pembongkaran bangunan miliknya disamakan dengan bangunan liar lainnya yang tidak memiliki alas hak, yakni sebesar Rp 750 ribu per bangunan.
“Say ke sini bukan untuk apa-apa atau untuk demo, tapi saya hanya ingin minta keadilan. Betulkah atau salah yang seperti ini?” ujarnya kepada wartawan.
Ia juga mengatakan bahwa semua bukti yang dimilikinya itu sudah pernah ditunjukkan kepada pihak Pemerintah Kota Banjarmasin, namun tidak diakui.
“Terakhir pertemuan dengan pemkot tanggal 7 Oktober 2010, hasilnya tetap saja besar kecil bangunan ganti ruginya disamakan Rp 750 ribu. Padahal, sejak sebelum lurah menyuruh mengumpul data, kami sudah perlihatkan ke pemkot tapi tidak diakui,” tuturnya.
Selanjutnya, ia dibuatkan surat keterangan oleh lurah yang membenarkan bahwa dirinya memang pemilik tanah. Dalam surat bertanggal 1 Juli 2010 tersebut, selain lurah, turut menandatangani pula Ketua RT dan saksi-saksi. Sekitar seminggu setelah surat terbit, pemkot lantas melakukan pengukuran.
“Setelah diukur ternyata tidak jadi, padahal kami sudah menunggu sampai empat bulan. Jadi, apa gunanya mengukur?” tanyanya.
Ia sendiri tidak menyodorkan angka ganti rugi yang dikehendakinya, tapi ia menginginkan agar ganti rugi disesuaikan dengan ketentuan yang seharusnya.
“Sebelumnya, pada pembongkaran tahap pertama, ada yang hanya punya surat keterangan dari lurah saja, tapi bangunannya tetap dihargai per meternya berapa,” katanya.
BANJARMASIN – Salah seorang pemilik bangunan liar di samping Jembatan Pasar Lama Jl KP Tendean RT 7 yang rencananya bakal digusur awal bulan depan sehubungan dengan pembangunan siring di kawasan tersebut, menyambangi gedung DPRD Kota Banjarmasin untuk menuntut keadilan, kemarin.
Warga bernama Fika ini mengaku memiliki alas hak atas tanah dan bangunan warisan orang tuanya itu berupa segel bertahun 1951 dan surat keterangan lurah. Ia pun tidak terima kalau ganti rugi pembongkaran bangunan miliknya disamakan dengan bangunan liar lainnya yang tidak memiliki alas hak, yakni sebesar Rp 750 ribu per bangunan.
“Say ke sini bukan untuk apa-apa atau untuk demo, tapi saya hanya ingin minta keadilan. Betulkah atau salah yang seperti ini?” ujarnya kepada wartawan.
Ia juga mengatakan bahwa semua bukti yang dimilikinya itu sudah pernah ditunjukkan kepada pihak Pemerintah Kota Banjarmasin, namun tidak diakui.
“Terakhir pertemuan dengan pemkot tanggal 7 Oktober 2010, hasilnya tetap saja besar kecil bangunan ganti ruginya disamakan Rp 750 ribu. Padahal, sejak sebelum lurah menyuruh mengumpul data, kami sudah perlihatkan ke pemkot tapi tidak diakui,” tuturnya.
Selanjutnya, ia dibuatkan surat keterangan oleh lurah yang membenarkan bahwa dirinya memang pemilik tanah. Dalam surat bertanggal 1 Juli 2010 tersebut, selain lurah, turut menandatangani pula Ketua RT dan saksi-saksi. Sekitar seminggu setelah surat terbit, pemkot lantas melakukan pengukuran.
“Setelah diukur ternyata tidak jadi, padahal kami sudah menunggu sampai empat bulan. Jadi, apa gunanya mengukur?” tanyanya.
Ia sendiri tidak menyodorkan angka ganti rugi yang dikehendakinya, tapi ia menginginkan agar ganti rugi disesuaikan dengan ketentuan yang seharusnya.
“Sebelumnya, pada pembongkaran tahap pertama, ada yang hanya punya surat keterangan dari lurah saja, tapi bangunannya tetap dihargai per meternya berapa,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar