BANJARMASIN – Jika ingin berdebat soal wajib tidaknya APBD dipublikasikan, maka sebetulnya peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut sudah sangat jelas.
Anggota Badan Anggaran DPRD Provinsi Kalsel, Ibnu Sina mengatakan bahwa dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 4 disebutkan asas keuangan daerah, yakni efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab.
“Transparan penjelasannya adalah dokumen APBD bisa diakses oleh masyarakat, artinya dipublikasikan,” ujarnya.
Dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah junto Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 pasal 302 dengan tegas juga menyatakan bahwa APBD wajib dipublikasikan, apalagi yang sudah diaudit oleh BPK.
“Mulai dari penganggaran sampai evaluasi itu sebetulnya terbuka dan harus bisa diakses oleh publik. Kemudian, pertanggungjawaban setiap rupiah itu masyarakat bisa ikut mengawasi bersama-sama dengan dewan,” tukasnya.
Atas dasar itu, maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menutup-nutupi APBD dengan alasan rahasia negara karena APBD adalah dokumen publik. Bahkan, sampai dokumen lapis ketiga atau dari proses perencanaan, seperti program kerja dan rencana kerja anggaran (RKA) juga bisa diakses.
“Saya kira karena tulisannya wajib dipublikasikan, maka tidak masalah. Tinggal kita mau minta atau tidak. Tapi karena sekarang terlalu banyak dokumen RKA sehingga tidak dipublikasikan,” tambahnya.
Transparansi soal APBD ini juga sejalan dengan kesepakatan good governance yang ditandatangani pada bulan Oktober 2005 lalu. Beberapa kabupaten/kota, baik di Kalsel maupun di daerah lain sudah mulai mempublikasikan APBD masing-masing, minimal ringkasan APBD. Ada yang melalui media massa, bahkan ada yang sengaja mencetaknya secara khusus untuk ditempel di papan-papan pengumuman.
“Kalau ada yang bilang APBD itu rahasia negara, bohong!”tandasnya.
Lantas, mengapa Kalsel belum melakukan hal serupa? Padahal, dana untuk kegiatan publikasi itu ternyata ada dianggarkan, baik di sekretariat dewan maupun di biro hukum pemerintah provinsi.
Namun, Ibnu Sina yang juga Ketua DPW PKS Kalsel itu tak memberikan jawaban yang memuaskan. Meski sudah dicecar, ia hanya mengatakan bahwa pihaknya sudah mengusulkan soal publikasi APBD itu.
“Yang mempublikasikan itu bisa eksekutif dan bisa legislatif karena itu produk perundang-undangan. Anggarannya pun ada di dewan dan ada di biro hukum. Kalau kami dari dewan sendiri berharap banyak agar segera dipublikasikan,” ucapnya.
Sementara itu, pendapat berbeda dilontarkan oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalsel, Iqbal Yudiannor. Dengan tegas ia mengatakan bahwa yang berkewajiban untuk mempublikasikan APBD adalah eksekutif, sedangkan tugas legislatif hanya sampai pada tahap pembahasan APBD.
“Jangan kita yang disuruh. Urusan pemprov lah!” cetusnya.
Anggota Badan Anggaran DPRD Provinsi Kalsel, Ibnu Sina mengatakan bahwa dalam PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 4 disebutkan asas keuangan daerah, yakni efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab.
“Transparan penjelasannya adalah dokumen APBD bisa diakses oleh masyarakat, artinya dipublikasikan,” ujarnya.
Dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah junto Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 pasal 302 dengan tegas juga menyatakan bahwa APBD wajib dipublikasikan, apalagi yang sudah diaudit oleh BPK.
“Mulai dari penganggaran sampai evaluasi itu sebetulnya terbuka dan harus bisa diakses oleh publik. Kemudian, pertanggungjawaban setiap rupiah itu masyarakat bisa ikut mengawasi bersama-sama dengan dewan,” tukasnya.
Atas dasar itu, maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menutup-nutupi APBD dengan alasan rahasia negara karena APBD adalah dokumen publik. Bahkan, sampai dokumen lapis ketiga atau dari proses perencanaan, seperti program kerja dan rencana kerja anggaran (RKA) juga bisa diakses.
“Saya kira karena tulisannya wajib dipublikasikan, maka tidak masalah. Tinggal kita mau minta atau tidak. Tapi karena sekarang terlalu banyak dokumen RKA sehingga tidak dipublikasikan,” tambahnya.
Transparansi soal APBD ini juga sejalan dengan kesepakatan good governance yang ditandatangani pada bulan Oktober 2005 lalu. Beberapa kabupaten/kota, baik di Kalsel maupun di daerah lain sudah mulai mempublikasikan APBD masing-masing, minimal ringkasan APBD. Ada yang melalui media massa, bahkan ada yang sengaja mencetaknya secara khusus untuk ditempel di papan-papan pengumuman.
“Kalau ada yang bilang APBD itu rahasia negara, bohong!”tandasnya.
Lantas, mengapa Kalsel belum melakukan hal serupa? Padahal, dana untuk kegiatan publikasi itu ternyata ada dianggarkan, baik di sekretariat dewan maupun di biro hukum pemerintah provinsi.
Namun, Ibnu Sina yang juga Ketua DPW PKS Kalsel itu tak memberikan jawaban yang memuaskan. Meski sudah dicecar, ia hanya mengatakan bahwa pihaknya sudah mengusulkan soal publikasi APBD itu.
“Yang mempublikasikan itu bisa eksekutif dan bisa legislatif karena itu produk perundang-undangan. Anggarannya pun ada di dewan dan ada di biro hukum. Kalau kami dari dewan sendiri berharap banyak agar segera dipublikasikan,” ucapnya.
Sementara itu, pendapat berbeda dilontarkan oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalsel, Iqbal Yudiannor. Dengan tegas ia mengatakan bahwa yang berkewajiban untuk mempublikasikan APBD adalah eksekutif, sedangkan tugas legislatif hanya sampai pada tahap pembahasan APBD.
“Jangan kita yang disuruh. Urusan pemprov lah!” cetusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar